Persepsi dan Salah Persepsi | |
|
Golongan MonofisitPerbedaan antara kebudayaan Yunani, kebudayaan Mesir, serta umat Kristen Syria paling jelas ditampilkan oleh pandangan Kristen yang berkembang ke dalam Gereja Koptik. Diantara gambaran-gambaran yang dikenal oleh kebudayaan Mesir pra-Kristen adalah praktek mumifikasi dan bangunan piramida. Mumifikasi dan piramida ini menunjukkan kecenderungan yang intens kepada penguasaan mortalitas manusia dan kecenderungan yang sama sebagai yang didapatkan pada sebagian penulis Kristen yang berasal dari bangsa pribumi Mesir asli, diantara mereka yang terkenal adalah Athanasius (meninggal tahun 373 Masehi). Pada penulis-penulis tersebut kita ketahui konsep monistik pribadi manusia, yakni, walaupun pribadi manusia itu terdiri dari ruh dan badan, badan mendapat porsi yang sama dengan ruh dalam diri manusia. Menurut Athanasius, manusia pada hakekatnya adalah kekal abadi atau makhluk hidup seperti binatang namun karena diberi akal oleh Tuhan (maka disini binatang tidak identik manusia yang diberi ruh sehingga manusia itu kekal abadi untuk selama-lamanya). Walaupun demikian, manusia itu kehilangan keabadiannya karena diperdaya oleh iblis atau setan dan bukan karena mempunyai tubuh yang dipandang sebagai sumber kejahatan. Karya Kristus menurut Athanasius itu ada dua hal. Di satu pihak, Kristus menerima hukuman mati atas nama dosa kemanusiaan. Kendatipun demikian, ada yang lebih penting dari ini adalah inkarnasi firman tuhan pada Yesus yang menjadikan hakekat kemanusiaannya tidak dapat dikorupsi dan akan dibangkitkan lagi nanti setelah manusia meninggal dunia. Yesus benar-benar mati karena demi mencapai penyelamatan bagi kemanusiaan, namun karena tubuhnya itu bersatu dengan firman Tuhan maka tidak lama lagi akan mendapatkan korupsi agar di hari ketiga akan dibangkitkan kembali. Melalui asosiasi dengan tubuh Kristus ini, umat Kristen memberi sumbangan kepada kebaikan dan keabadian. Athanasius mempunyai kalimat yang menjelaskan: "Kristus mengalami inkarnasi karena dia yang menjadikan sifat ketuhanan kita. Pada baris ini, tidak sulit untuk memahami pemikiran Kristiani Mesir kuno sebelum penaklukan dengan kematian dan membebaskannya. Dari pertimbangan pemikiran ajaran Athanasius ini, kemungkinan besar dapat dipahami bagaimana hal itu tidak dapat dihindarkan bagi para pemikir Mesir atau para pemikir Koptik terkemudian untuk mengadopsi monofisitisme, ajaran akan adanya ketuhanan yang tunggal --hakekat manusia pada diri Kristus. Problema sentral kehidupan manusia, problema mortalitas, diatasi oleh penyatuan Firman Tuhan dengan hakekat manusia, bahwa hakekat manusia itu kekal abadi. Di pihak lain, apabila pada diri Kristus itu hakekat ketuhanan dan hakekat kemanusiaan yang kekal abadi dua-duanya. Sementara itu, hakekat manusia biasanya masih tetap menjadi subyek yang meninggal dunia, diyakini oleh umat Kristen. Berdasarkan pemikiran yang ada pada tradisi Mesir kuno ini, maka pemikiran tersebut sebetulnya mirip dengan penolakan tugas penyelamatan Kristus. Cabang dari golongan monofisit yang lain, golongan Yacobit atau Syria Barat, bersikukuh dengan ajaran satu Tuhan --hakekat manusia karena adanya perbedaan alasan yang rendah nan sederhana. Pandangan mereka dengan baik sekali dapat dipelajari pada tulisan-tulisan Severus dari Antioch (meninggal tahun 538 Masehi), yang menjadi penyokong pandangan Patriarch dari Antioch sejak tahun 512 sampai 518 Masehi. Severus memegangi pandangan monistik tentang pribadi manusia, paling kurang, sampai meluas hingga dia tidak lagi mengakui penyelamatan sebagai bebas merdeka dari tubuh. Menurut Severus sebagaimana pandangan sebagian bangsa Semit, problema besar bagi makhluk yang bemama manusia itu adalah tercapainya keselamatan pada sisi kehidupan ekonomi dan material. Penderitaan dan kesengsaraan, secara umum dipandang sebagai hukuman karena dosa yang diperbuat manusia, sekalipun dalam beberapa kasus digunakan oleh Tuhan untuk menarik kembali hamba-hambaNya menuju kehidupan yang lebih baik. Dalam pemikiran Severus, Tuhan adalah "penguasa tindakan" - enezgeia - yang paling utama bukannya akal budi. Inkarnasi Firman Tuhan dalam Yesus berarti bahwa pada diri Yesuslah kita melihat hakekat ketuhanan-manusia atau energeia teandrik. Dengan energeia teandrik ini manusia dibebaskan dari kekuatan-kekuatan jahat yang membujuk dan memperdaya manusia untuk berbuat dosa dan dari perbuatan dosa inilah yang mendatangkan hukuman bagi manusia. Umat Kristen hendaknya mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pembebasan tersebut dengan berpartisipasi pada Eucharist. Pemikiran Severus yang paling mendasar adalah konsepsi kekuasaan Tuhan ini yang mengejawantahkan dirinya pada seluruh hidup manusia, dan membawa keselamatan bagi kemanusiaan sebagai suatu keseluruhan. Kendatipun demikian, hasil ini tidak dapat diraih apabila hakekat ketuhanan dan hakekat kemanusiaan pada diri Yesus itu masih tetap terpisah tidak manunggal jadi satu pada satu orang. Lebih lanjut pandangannya bahwa Yesus itu sungguh-sungguh bersifat ketuhanan dan sekaligus bersifat kemanusiaan, akan tetapi hakekat kemanusiaan dan hakekat ketuhanan itu sesungguhnya berbeda satu dengan yang lain. Pandangan seperti ini pada pandangan resmi konsili-konsili eukumenikal dan sebagian besar umat Kristen dewasa ini, tak pelak lagi, meyakini pandangan yang dikenal sebagai Dyophysitisme. |
|
|
|
| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Tentang Pengarang | | ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota | |