Persepsi dan Salah Persepsi | |
|
Polemik dan Apologetika Al-Qur'anAl-Qur'an mencela orang orang Yahudi dan orang-orang Kristen lantaran ketertutupan mereka. Lebih lanjut, Al-Qur'an mengecam orang-orang Kristen lantaran mereka berpegang teguh kepada pendapat bahwa Yesus adalah Tuhan, lantaran mereka percaya kepada Trinitas, dan lantaran mereka menyatakan bahwa Yesus itu mati di tiang salib. Kontak yang terjadi secara aktual dengan orang-orang Kristen membawa titik-titik kecaman lebih lanjut. Ibn Ishaq punya cerita tentang kunjungan delegasi orang-orang Kristen dari Najran di Yaman yang diutus menghadap Nabi Muhammad SAW. [3] Kedua pemimpin delegasi Kristen Najran ini menghadap Nabi Muhammad SAW dan beliau menyambut kedua pemimpin Kristen tersebut. Beliau bersabda: "Berserah dirilah kepada Allah (sebagai orang muslim - aslama). Mereka menjawab bahwa mereka sudah islam berserah diri kepada Allah dan masuk agama Islam. Sebaliknya Nabi SAW menanggapi bahwa keislaman mereka itu tidak benar karena mereka mengatakan bahwa Tuhan itu mempunyai anak, menyucikan dan menyembah salib, dan memakan daging babi. Sebagaimana yang telah dicatat sebelumnya, umat Islam enggan mengadakan diskusi-diskusi dengan umat Kristen. Kendatipun demikian, terjadi pengecualian adanya seorang Kristen yang memberi tahukan kepada Timothy, orang-orang Katolik atau pimpinan dari golongan mazhab Nestorian di Iraq, menghabiskan waktu dua hari untuk berdiskusi dengan khalifah Al-Mahdi di tahun 781 Masehi. Timothy menuliskan pernyataan ini di Syria, yang diterjemahkan ke bahasa Arab dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris. [4] Kejadian ini memberikan tilikan lebih mendalam pada peristiwa dialog antara dua agama pada waktu itu. Secara umum, khalifah mengajukan pertanyaan-pertanyaan, lalu Timothy menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Beberapa isu yang diangkat oleh khalifah agaknya berkenaan dengan poin-poin verbal yang kecil-kecil, akan tetapi pertanyaan-pertanyaan yang lain menunjukkan pemahaman yang mendalam. Di antara pertanyaan-pertanyaan minor yang diajukan adalah mengapa umat Kristen dalam beribadahnya menghadap ke timur, mengapa mereka menyembah salib, dan mengapa mereka tidak disunat? Sebagai diskusi yang hampir mengikuti bidang bahasan yang tidak teratur secara sistematis, tidak menyusahkan untuk mengumpulkan poin-poin pokok yang diangkat oleh khalifah pada suatu topik. Pada pasal yang akan datang akan dibicarakan tentang argumen-argumen yang dikembangkan oleh Timothy. Khalifah memulai pembicaraan dengan menuduh umat Kristen percaya bahwa Tuhan mengawini seorang wanita dan melahirkan seorang anak laki-laki. Setelah itu, khalifah mengajukan pertanyaan: bagaimana mungkin dapat terjadi, Tuhan melahirkan anak lelaki tanpa organ-organ genital. Khalifah juga menegaskan bahwa Yesus itu tidak bersifat ketuhanan karena yang kekal abadi itu tidak dapat lahir dalam waktu yang bersifat sementara. Khalifah mengutip kalimat "aku datang kepada Tuhanku dan Tuhanmu" (John 20: 17) dan menghubungkan dengan pernyataan bahwa Yesus menyembah dan berdoa kepada Tuhan. Khalifah mengadukan bahwa umat Kristen itu mengambil sang Khaliq yang Pencipta dan hamba, di atas pijakan yang sama sekaligus dalam satu pribadi, sehingga tidak mungkin sama sekali tidak menunjukkan pengetahuan Perjanjian Baru yang merujuk kepada Yesus sebagai seorang hamba Tuhan (doulos), bahkan dapat pula dirujukkan kepada penjelasan Al-Qur'an sebagai 'abd (hamba atau yang menyembah Tuhan). Acapkali Timothy mengatakan tentang Yesus sebagai Firman Tuhan, dan terhadap pernyataan Timothy ini khalifah tidak dapat menolak karena istilah itu memang digunakan juga di dalam AI-Qur'an. Sungguhpun demikian, khalifah tetap menegaskan bahwa kata yang dilontarkan itu adalah dibuat-buat dan merupakan tipu daya saja (seperti juga pernyataan tentang Ruh Tuhan). Khalifah juga berpendapat bahwa bilamana Yesus itu meninggal dunia. Maka hal ini menunjukkan bahwa Yesus itu sungguh bukan Tuhan, lantaran Tuhan itu tidak mungkin akan mengalami mati. Menghabiskan waktu lama yang tidak berguna, yaitu diskusi tentang ajaran Trinitas. Khalifah sungguh bersiteguh dengan pendapat bahwa kata Trinitas itu berarti tiga Tuhan. Namun tidak ada yang menyatakan bahwa Maria (Maryam) adalah salah satu bukti bahwa tiga tuhan itu berarti sang Bapak, Firman atau putra dan Ruh. Rujukan-rujukan pada pernyataan ini dan paragraf berikutnya adalah terjemahan-terjemahan bahasa Inggris dalam Woodbrooke Studies, ii. Khalifah mengulangi kembali pernyataan bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen telah mengubah kitab suci mereka sehingga tidak asli lagi (35, 56-58), sungguhpun pemimpin itu merusak ramalan akan datangnya Muhammad sebagai nabi atau rasul, yang dihilangkan. Khalifah juga sadar bahwa ada empat kitab suci dan menanyakan tentang bagaimana keempat kitab Injil itu yang berbicara berkenaan tentang Paraclete yang ditujukan kepada Muhammad (33-35). Demikian pula yang diramalkan kepada bangsa Israel terhadap akan datangnya seorang nabi seperti Musa dari saudara-saudara mereka Bani Israel sendiri (50, dan seterusnya). Ada lagi paragraf yang menyatakan tentang orang yang berjalan menunggang kuda dari Issaiah (21: 7), yang diambil oleh Timothy sebagai rujukan terhadap jatuhnya Babylon kepada raja Cyrus (37, dan seterusnya). Ada argumen-argumen lama tentang penggunaan terma-terma jasmaniah atau terma-terma antropomorfik berkenaan dengan Tuhan (70-72, 78-80). Dua kelompok harus menerima pemakaian terma itu masing-masing, namun masing-masing juga mencoba memperlihatkan pemakaiannya sendiri yang dianggap sah dan sementara pemakaian yang lain tidak benar. Diskusi yang diangkat ini sebagian di luar perbandingan karakter segi tiga Tuhan dengan karakter segi tiga person manusia (ruh, jiwa, dan akal). Kemudian ada argumen lain tentang pengakuan akan diri Tuhan secara eternal (73-77). Itu semua merupakan bagian paling halus dalam keseluruhan pembicaraan. Penilaian tentang pertemuan khalifah dengan orang-orang Katolik itu dalam beberapa hal merupakan dokumen yang mengagumkan, namun tidak dengan jelas dipahami sebagai dialog sekarang. Masing-masing pesertanya memperdebatkan terma-terma struktur intelektual yang memberi daya dorong keimanannya dan membela tiap kritik yang memusuhi, namun tidak ada sumbangan nyata terhadap pengalaman keagamaan. Teks bahasa Arab tentang dukungan-dukungan yang dilakukan terhadap diskusi di atas oleh seorang muslim dan seorang Kristen pada masa khalifah Al-Ma'mun (813-833 Masehi) yang diterbitkan di London pada tahun 1880 Masehi. [5] Abdullah ibn Ismail al-Hasyimi, seorang muslim yang dijelaskan sebagai salah seorang keluarga khalifah, mengajak orang Kristen untuk memeluk Islam dan keluar dari siksaan api Neraka. Abd al-Masih ibn Ishaq al Kindi adalah seorang Kristen mazhab Nestorian yang memberi jawaban lebih lengkap, memakan waktu kira-kira enam-tujuh volume. Geog Graf dan lain-lain dari kalangan para ilmuwan Eropa yang belakangan berfikir bahwa pertukaran surat-surat dan nama-nama para penulis fiktif dan karya yang telah ditulis seabad lamanya atau lebih setelah hari dan tanggal penerbitan yang sesungguhnya. Surat orang muslim hanya menjelaskan secara ringkas kritik Al-Qur'an terhadap ajaran Trinitas dan inkarnasi, sebagaimana kritik orang muslim terhadap penyucian dan penyembahan terhadap kayu salib; dan akhirnya berisikan daftar buku-buku Bibel yang komplit. Karena rupanya daftar buku ini tidak memuat orang muslim awal abad ke sembilan padahal seharusnya ada di dalam daftar tadi. Barangkali ada baiknya dikatakan bahwa surat ini juga ditulis oleh penulis Kristen. Banyak karya polemik yang anti Kristen yang telah dilakukan oleh orang-orang muslim dan di sini hal itu bukan merupakan upaya yang tidak berarti mengikuti survey mereka semua. [6] Kiranya pantas dikatakan oleh satu atau dua penulis. Di antara contoh-contoh polemik anti Kristen dari abad ke sembilan adalah "sanggahan umat Kristen" (Radd al-Nashara) oleh seorang penulis kenamaan, al-Jahiz (meninggal 868 Masehi). [7] Kemungkinan sebagian kecil karya terdahulu adalah "Undang-undang Agama dan Kenegaraan" (Kitab al-Din wa al-Dawlah) yang ditulis oleh Ali ibn Rabban al-Thabari, seorang Kristen yang kemudian masuk Islam, dan yang mempunyai daftar ramalan-ramalan tentang Muhammad yang diduga dari kitab suci Bibel yang akan segera dijelaskan di sini. Dia juga mendaftarkan sejumlah buku-buku teologi dari mazhab Kalam Al-Asy'ariyah, Al-Baqilani (meninggal 1013 Masehi) [9] dan Al-Juwaini (meninggal 1085 Masehi) [10], memasukkan argumen-argumen tajam menentang umat Kristen dan umat non-muslim lainnya. Pada abad ke sebelas, di Spanyol Islam hadir sebuah buku paling penting bagi pemahaman polemik Islam anti-Kristen. Buku ini adalah Kitab al-Fishal buah pena Ibn Hazm (meninggal 1064 Masehi), yang berisi sanggahan terhadap pandangan para filsuf non-muslim dan mazhab-mazhab bid'ah muslim, sebagaimana mazhab-mazhab bid'ah Kristen dan Yahudi. [11] Pada bagian pertama berkenaan dengan Kristen (i, 48-65). Dijelaskan oleh Ibn Hazm bahwa orang Kristen menanggapi kritik-kritik orang Islam, umpamanya argumen bahwa karena Tuhan itu Hidup dan Mengetahui, maka Tuhan itu mempunyai kehidupan dan pengetahuan. Kehidupan Tuhan itu adalah Ruh dan ilmu Tuhan adalah Anak. Menjawab argumen ini maka orang Kristen menyatakan bahwa banyak atribut lain yang dapat dikembalikan kepada Tuhan, misalnya kekuasaan, kemurahan hati, berbicara dan bijaksana. Di satu ayat, Paul mengatakan bahwa Yesus sebagai kekuasaan Tuhan dan ilmuNya. [12] Ibn Hazm mengetahui hal yang berbeda antara mazhab Melchite (ortodoks), mazhab Jacobit, dan mazhab Nestorian. Perbedaan pandangan ini meliputi perbedaan antara satu hakekat Kristologi pada mazhab Yacobit dan dua hakekat Kristologi mazhab-mazhab yang lain. Menolak mazhab-mazhab yang berpegang teguh kepada dua hakekat dalam Kristus, yakni: hakekat kemanusiaan dan hakekat ketuhanan, dan bahwa hanya hakekat kemanusiaan yang disalib dan mati. Dia perdebatkan bahwa argumen itu semata-mata mengikuti pernyataan bahwa hanya separuh pribadi Kristus yang mati (62). Apa yang sesungguhnya menjadi kritik segar Kristen adalah terjadinya praktek distinktif, misalnya taat setia pada Hari Minggu (menggantikan hari Sabbath bagi Yahudi), puasanya, perayaannya, penghilangan hukum sunnat dan membolehkannya makan daging babi, padahal tidak dijelaskan pada kitab Injil manapun juga. Diketahui bahwa Yesus berfirman: "Aku datang bukan untuk merubah hukum-hukum Taurat," suatu perubahan yang bebas dari Matius 5: 17. Yang dikatakan di atas jauh lebih jelas bahwa Ibn Hazm banyak lebih banyak mengetahui masalah-masalah Kristen ketimbang para pendahulunya. Dari bagian bukunya (ii, 2-75) menyatakan bahwa dia telah memegang sendiri sebuah tiruan Perjanjian Baru yang mungkin menjadi salah satu dari semua kitab Bibel. Dia sebutkan tentang ramalan orangg-orang Yahudi yang mempunyai ramalan dari Musa, Jeshua, Samuel, David, dan Salomon (dua yang terakhir diduga diturunkan kitab Mazmur dan surat Amsal Sulaiman), namun mengingkari kitab-kitab kenabian berikutnya. Hal ini terjadi mungkin karena tidak sesuai dengan konsepsi kenabian di dalam Al-Qur'an (ii, 4) . Walaupun demikian, dia memberi daftar buku-buku yang komplit tentang Perjanjian Baru, bersamaan dengan jumlah halaman-halaman yang ada di dalam kitab Perjanjian Baru ini. Dia juga mengetahui sesuatu hal tentang sejarah empat kitab suci yang diduga dipercayai sesungguhnya oleh umat Kristen pada zamannya. Walaupun demikian, Ibn Hazm menggunakan semua pengetahuannya untuk menghasilkan apa yang dianggapnya sebagai argumen-argumen yang amat efektif untuk menentang umat Kristen. Dia mulai dari asumsi atau kedudukan bahwa Yesus telah menerima kitab suci seperti Al-Qur'an dari Allah, kemudian terus membuktikan bahwa hanya sedikit sekali yang dapat memelihara kitab-kitab suci tersebut secara aktual. Itulah karya-karya sejarah yang disusun oleh para penulis masing-masing, yang memiliki sumber-sumber, seperti Peter. Dia mencoba mengidentifikasi sesuai dengan penemuan yang dapat mereka pertahankan terhadap keaslian dan kemurnian kitab suci yang diturunkan kepada Yesus itu. Dengan cara demikian, dia mencoba memperlihatkan bahwa kitab-kitab gospel tidak mempunyai mata rantai runtutan pemancar yang dapat diperbandingkan dengan mata rantai sanad hadits dalam Islam. Berdasarkan surat-surat Pauline yang dicatat Paul pada masa sementara dalam kontaknya dengan rasul Peter, menyatakan bahwa hanya sedikit pengetahuannya dari apa yang Peter saksikan sendiri. Dia juga mencatat bahwa selama tiga ratus tahun sampai konversi umat Kristen Constantine disiksa dan tidak ada tempat aman bagi dokumen-dokumen sejarah mereka. Lebih lanjut dia terus menyatakan kontradiksi-kontradiksi yang terdapat di antara empat kitab gospel. Dia juga membantah kalau hal ini membuktikan bahwa kitab-kitab gospel itu benar-benar seluruhnya tidak dapat dipercaya. Maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sementara umat Islam perlu menghormati wahyu yang diterima oleh Yesus, mereka tidak dapat memastikan bahwa beberapa bagian kitab gospel itu adalah catatan atau salinan wahyu yang sebenarnya. Dengan kata lain, kitab-kitab suci Kristen secara paripurna benar-benar telah dirubah dari aslinya, sehingga tidak murni lagi. Dalam semua yang terjadi itu, ilmuwan modern tidak dapat memberi penjelasan selain catatan yang mengatakan bahwa Ibn Hazm di samping mengetahui sebagian besar pengetahuan tentang Kristen yang lebih banyak. Karenanya, ia tidak tertarik lagi untuk lebih mendalami agama Kristen, kecuali hanya berkepentingan untuk mempertahankan iman Islamnya dan persepsi Kristen yang berasal dari Al-Qur'an dan elaborasi-elaborasi yang berikutnya. Walaupun sikap ini bisa jadi benar menurut karakteristik-karakteristik personal Ibn Hazm, kemungkinan juga mengalami masa-masa sulit di masa hidupnya. Ilmuwan ini lahir pada 994 Masehi dan di awal kehidupannya beserta ayahnya mempunyai kedudukan yang baik pada administrasi pemerintahan para penguasa Bani Umayah di Spanyol Islam. Meskipun demikian, peristiwa yang dilalui ini merupakan periode yang tidak pasti sebab setelah dua abad berlangsungnya pemerintahan, Bani Umayah mengalami masa disintegrasi. Akhirnya, Bani Umayah jatuh pada tahun 1031 Masehi dan digantikan oleh sejumlah kelompok-kelompok politik yang lebih kecil yang dikenal dengan reyes de taifes atau "Penguasa dari kelompok-kelompok" (muluk al-thawaif). Ibn Hazm sendiri lebih dari sekali dijebloskan masuk ke penjara. Pada tulisan-tulisannya tentang agama-agama dan mazhab-mazhab keagamaan yang menurutnya mungkin akan lebih membahayakan stabilitas Islam ketimbang kesadaran untuk mengembangkan permusuhannya kepada umat Kristen di utara, namun secara pasti tulisannya itu amat banyak bersifat defensif. Hasil semua kajian dan tulisannya itu bukan merupakan pemahaman lebih baik tentang Kristen, melainkan merupakan penguatan persepsi Kristen yang amat tidak memadai. Karya yang agak berbeda dapat dilihat secara ringkas. Karya ini merupakan sanggahan terhadap sifat ketuhanan Yesus yang dikenal berasal dari Al-Ghazali. [13] Walaupun karya ini diakui sebagai karya seorang ahli Ilmu Kalam yang sejati, namun selanjutnya dipastikan oleh Louis Massignon bahwa ternyata karya itu bukan dibuat oleh Al-Ghazali. [14] Ada landasan kuat untuk berfikir bahwa penulis tersebut adalah seorang golongan Koptik Kristen yang masuk agama Islam. Alasan yang dikembangkan menurut Louis Massignon, karena didapati sebuah poin yang dikutipnya dari kalimat Koptik "dan Firman itu telah menjadi daging sejak awal kitab gospel yang keempat." Buku ini juga berbeda dengan kebanyakan tulisan-tulisan polemik muslim yang tidak menjelaskan adanya perubahan dalam kitab-kitab suci Kristen dan diacukan untuk menerima kalimat "anak Tuhan" sebagai pernyataan yang bersifat metaforis. Tujuan utama argumen metaforis ini adalah untuk menunjukkan bahwa berbagai frase dalam kitab suci Injil yang menurut umat Kristen menyiratkan adanya sifat ketuhanan Yesus, apabila benar benar ditafsiri tidak akan mempunyai implikasi lahiriah seperti itu. Ada pula kritik terhadap penjelasan-penjelasan Kristen tentang Trinitas, dan bersatunya sifat ketuhanan dan sifat kemanusiaan pada diri Yesus. Al-Ghazali sendiri dalam karya-karyanya yang asli, amat sedikit tertarik kepada agama Yahudi dan Kristen. Hal ini tidak mengherankan, karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Baghdad atau di Iran timur, sehingga tidak banyak kesempatan untuk mengadakan kontak dengan Kristen atau Yahudi kecuali hanya sedikit sekali. Pada salah satu karya kecilnya, Al-Ghazali membayangkan betapa susahnya orang muslim bila dituntut untuk mengulangi kembali perbuatan keimanan Islam untuk menggantikan nama Yesus dengan Muhammad -- tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah, Isa adalah Rasulullah -- dan kemudian Al-Ghazali mengatakan bahwa pernyataan ini dapat diterima secara menyeluruh. Orang-orang Kristen melakukan kesalahan dua hal, yakni: bersiteguh dengan pandangan bahwa "Tuhan itu adalah tiga dari yang satu" dan mengingkari kenabian Muhammad. [15] Dalam karyanya yang besar, Ihya al-Ulum al-Din, Al-Ghazali mengutip sejumlah pernyataan Yesus yang relevan dengan kehidupan seorang Sufi. Kemudian bukunya tentang nama-nama Allah yang didiskusikan secara simpatik tentang konsep inkarnasi (hulul) dalam hubungannya dengan ide sufi yang dicirikan dengan sifat-sifat akhlak kepada Allah (al-takhalluq bi-akhlaq Allah). [16] Sikap Al-Ghazali agaknya sedemikian kontrasnya dengan sikap Ibn Hazm dalam karya aslinya. Sikap yang obyekif ilmiah terhadap Kristen ditunjukkan oleh Al-Shahrastani (meninggal 1153 Masehi). Al-Shahrastani adalah seorang ulama Ilmu Kalam bermazhab Ash'ariah dan benar-benar mengetahui filsafat sebagaimana Al-Ghazali. Teks Summa teologisnya dengan terjemah ringkas dalam bahasa Inggris terbit pada tahun 1934. [17] Walaupun demikian, ulama ini terkenal karena buah penanya tentang mazhab-mazhab, Kitab al-Milal wa al-Nihal, yang terbit di London tahun 1842 dan diterjemahkan secara ringkas ke dalam bahasa Jerman. [18] Bukan saja mazhab-mazhab dalam Islam, bahkan tentang sekte-sekte agama-agama lain selain Islam, dan tentang aliran-aliran filsafat Yunani maupun Islam. Ada pertimbangan jauh terhadap filsafat Ibn Sina. Sikap khas umum orang Kristen menurut Shahrastani akan sangat bagus diapresiasikan dengan beberapa kutipan di bawah ini.
Pernyataan di atas mengikuti Al-Qur'an yang lebih dari tradisi Kristen. Namun pernyataannya ini tidak menjelaskan burung-burung dari tanah liat, mungkin karena Al-Shahrastani mengetahui bahwa hal itu tidak ada pada kitab Injil. Kemudian Al-Shahrastani menjelaskan perbedaan yang terjadi antara orang-orang Kristen tentang wujud dan cara inkarnasi (tajassud), lalu meneruskan penjelasannya:
Lebih lanjut dia mengkritik Paul:
Lalu dia memberi nama empat penyebar warta dan mengutip akhir ajaran Mathius dan memulai dengan ayat John (Yahya). Dari sini Paul menghilangkan tiga mazhab utama Kristen; mazhab Melchite (ortodoks), mazhab Nestorian dan mazhab Yakobit, serta mempunyai pernyataan-pernyataan singkat tentang mazhab-mazhab kecil yang lain. Dalam uraiannya tentang mazhab Melchite, dia masukkan terjemahan kredo Nicene yang kurang atau lebih benar. Saya tidak dapat mengatakan lebih baik kecuali mengulang kembali beberapa komentar saya di sini yang saya buat di akhir terjemahan saya tentang keseluruhan pertimbangan ajaran Kristen:
Walaupun kita tidak dapat berbicara apa-apa kecuali memuji obyekifitas al-Shahrastani, kita juga mengakui bahwa tidak ada bukti yang dibawanya itu berkenaan dengan perubahan persepsi Islam tradisional tentang Kristen. |
|
|
|
| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Tentang Pengarang | | ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota | |