'THE JESUS SEMINAR' | |
|
KONTROVERSI SEPUTAR 'THE JESUS SEMINAR' Kaum Kristen percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, dilahirkan dari Perawan Maria dan suaminya yang tukang kayu, Yosef. Dengan penyalibannya, ia menebus atau menyelamatkan umat manusia. Dengan kebangkitannya kembali, ia menjanjikan kehidupan kekal. Tetapi sekelompok ahli teologi dan sejarawan di Amerika Utara mempertanyakan tentang Yesus -- serta keakuratan Perjanjian Baru. Sekitar 50 sarjana membentuk apa yang dinamakan "Jesus Seminar". Mereka menyatakan tengah menggali kembali pemahaman-pemahaman baru tentang kehidupan Kristus -- terlepas dari apa yang mereka namakan "dogma dan mitos gereja selama berabad-abad." Mereka mengatakan, pendekatan mereka adalah dengan menganalisis teks-teks Alkitab -- dengan menggunakan pengetahuan mutakhir tentang budaya, sejarah, politik, dan bahasa di Palestina kuno. Dalam proses itu, mereka mengecilkan hakikat keilahian Yesus -- dan menonjolkan sisi manusiawinya. Marcus Borg adalah seorang Profesor Agama dan Budaya di Oregon State University di Corvallis, yang berpendidikan Oxford. Bagi banyak kaum Kristen arus-pokok di Amerika Utara, suatu cara lama dalam memahami Yesus telah tidak mempan lagi bagi mereka -- yakni cara pandang yang eksklusif: Kristianitas adalah satu-satunya jalan keselamatan, yang menekankan kelahiran dari perawan, dan (Yesus) mati untuk dosa-dosa kita. Dalam zaman yang secara religius bersifat pluralistik, cara pandang lama itu tidak lagi memikat. Banyak di antara orang-orang ini tetap menjadi anggota gereja, tetapi dengan setengah hati -- (mereka bilang kepada saya), "Saya selalu harus mengatupkan jari-jariku bila mendengar, 'Yesus dilahirkan oleh seorang perawan...' atau 'Yesus naik dengan tubuhnya ke surga.' " Professor Borg berkata, 'Jesus Seminar' menekankan pelajaran --tetapi bukan bahasa harfiah-- dari kitab-kitab Injil Perjanjian Baru. Demikianlah, maka kelahiran dari perawan tidak dianut secara harfiah --melainkan sebagai kisah yang harus ditafsirkan. Banyak anggota Seminar berkata, bahwa budaya-budaya sering menggunakan kembang-kembang bahasa --seperti "dilahirkan dari antara para dewa"-- untuk menjelaskan sifat-sifat istimewa dari tokoh-tokoh historis. Mereka juga mengatakan, bahwa cara bercerita di zaman kuno tidak selalu berpegang ketat kepada fakta -- yang menurut mereka adalah bagian penting dari model saintifik pada masa kini. Demikianlah, Injil Lukas menceritakan kisah Maria, Ibu Yesus yang tengah mengandungnya, mengunjungi saudara sepupunya yang juga tengah mengandung, Elizabeth, beserta suaminya Zechariah. Seorang malaikat menyatakan kepada Zechariah, bahwa sekalipun usia mereka sudah tua, Tuhan mengarunia dia dan istrinya dengan seorang anak. Bayi itu ternyata menjadi tokoh kunci lain dari Perjanjian Baru, Yohanes Pembaptis. Ray Hoover adalah seorang pendeta yang ditahbiskan dalam Gereja United Church of Christ -- ia juga Profesor Literatur Alkitab dan Agama di Whitman College di Walla-Walla, Washington. Menurut dia: Dalam cerita Lukas, seorang perempuan tua dan mandul, Elizabeth, dan seorang gadis muda dan tak berpengalaman, Maria, mendapati kehidupan masing-masing dirahmati dengan makna istimewa dalam mengandung seorang bayi. Ini tidak boleh dilupakan, sebagai suatu kehidupan penting yang muncul di antara orang kebanyakan. Lukas berkata, bahwa hidup dapat dirahmati bahkan dalam keadaan yang paling sederhana. Kuasa untuk mengubah sejarah dapat muncul dari kalangan orang biasa, bukan hanya dari kalangan tinggi dan berkuasa. Kita biasanya mengharapkan kreativitas muncul di kalangan anak muda. Lukas menyatakan bahwa rahmat dapat muncul dalam kehidupan kita pada usia kapan saja. Sesuatu yang baru dapat mengubah makna hidup kita dalam usia menengah atau usia tua kita. Pendekatan yang dilakukan oleh para sarjana 'Jesus Seminar' terhadap Yesus dipersoalkan oleh para sarjana Alkitab ortodoks. Mereka berkata: "Kelompok ini (Jesus Seminar) merupakan sekelompok sarjana Alkitab yang memilih-diri-sendiri (self-selected) dan mempunyai tujuan khusus untuk membuktikan-salah Yesus yang diajarkan di Sekolah-Sekolah Minggu." Ben Witherington adalah seorang Profesor Tafsir Perjanjian Baru di Asbury Theological Seminary di Lexington, Kentucky. Dia bilang: "Bila saya pergi ke Eropa atau Jerman, kebanyakan sarjana di sana berkata bahwa ini hanya bisa terjadi di Amerika. [Jesus Seminar] tidak mewakili para sarjana mainstream. Kelebihan 'Jesus Seminar' adalah mencari publisitas dengan membuat pernyataan-pernyataan radikal. Ini contoh bagus dari politik. Mereka sangat lihay memanipulasi media." Para pengritik berkata, bahwa metode yang digunakan oleh 'Jesus Seminar' cacad. Misalnya, para sarjana 'Jesus Seminar' berkata, bahwa mereka menggunakan banyak sumber untuk menetapkan keakuratan historis dari teks-teks Alkitab. Tetapi para pengritiknya berkata, bahwa 'Jesus Seminar' menolak tulisan-tulisan yang tidak sesuai dengan pandangan mereka sendiri. Misalnya, Ben Witherington berkata, Injil Matius dan Lukas dari Perjanjian Baru menyebutkan tentang kelahiran dari perawan -- yang seharusnya cukup untuk meyakinkan peserta Seminar tentang keakuratan historis. Tetapi para anggota Seminar berkata, jika peristiwa yang menakjubkan itu benar, Injil-Injil yang lain pun tentu akan menyebutkannya. Para sarjana yang lebih konservatif mengeluh bahwa Seminar menolak mempertimbangkan fenomena supernatural -- baik itu malaikat, mukjizat, atau Yesus sebagai penjelmaan Tuhan: "Para sarjana ortodoks, ketika mempelajari teks-teks Alkitab, tidak berangkat dari anggapan bahwa mukjizat adalah mustahil dan kita harus memperlakukannya sebagai mitos atau legenda. Seorang sejarawan yang terbuka terhadap hal-hal supernatural akan menunda penilaian dan meneliti bukti-bukti individual kasus demi kasus." Para pengritik juga mengecam cara Seminar bergantung pada apa yang mereka anggap sebagai dokumen yang meragukan --misalnya apa yang disebut "Injil Gnostik" dari Thomas. Injil itu menekankan ucapan-ucapan Yesus -- yang menggambarkannya sebagai orang arif, tetapi bukan Putra Allah. Para pengritik juga menolak sikap Seminar yang mempertanyakan keotentikan ucapan-ucapan Yesus. Para anggota Seminar berkata, bahwa tradisi lisan tidak selalu akurat, dan bahwa generasi-generasi Kristen yang belakangan mungkin sekali menerapkan kepercayaan mereka sendiri kepada Yesus. Tradisi Yesus diwariskan oleh orang-orang Yahudi awal, yang tahu bagaimana meneruskan tradisi dengan sangat hati-hati dan jujur. Tidak realistik untuk menganggap bahwa orang Yahudi abad pertama, yang sangat menjunjung tinggi tradisi suci, tidak memperlakukan tradisi itu dengan jujur dan dilandasi doa. Sikap mempertanyakan tradisi oleh Seminar itu juga menimbulkan masalah-masalah teologis: Pertanyaan yang harus diajukan kepada Seminar adalah: jika apa yang mereka katakan benar -- mengapa ada Kristianitas itu sendiri? Mengapa Yesus tidak tenggelam di dalam keranjang sampah sejarah? Masalahnya bagi orang awam adalah: jika 'Jesus Seminar' benar, mengapa kita harus peduli dengan tokoh Yesus itu sendiri? Para anggota 'Jesus Seminar' berkata, tugas pokok mereka adalah menggali bukti-bukti yang akurat secara historis dan saintifik; masalah teologis harus digarap belakangan. Mereka menyadari bahwa temuan-temuan mereka dapat menantang pandangan-pandangan dan asumsi-asumsi tradisional dari Kristianitas. Tetapi mereka berkata, itu sendiri bukanlah hal yang buruk -- mereka malah berpendapat bahwa karya mereka akan memperkuatnya.*** 20-Dec-96 ------- Date: Sat, 05 Jun 1999 12:30:59 +0700 From: Hudoyo Hupudio <hudoyo@cbn.net.id> To: <milis-spiritual@egroups.com> |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |