Osama bin Laden
Melawan Amerika

Editor: Ahmad Dhumyathi Bashori, M.A.


Appendiks

 

Osama yang Dibenci dan Dipuji

"Osama, para pengikut, dan simpatisan globalnya tengah berada pada fase terakhir dalam rencana menyerang kita," ungkap George Tenet, Direktur CIA, dengan yakin di hadapan Komite Senat pada Januari awal 1999, "Kita telah menyerang markasnya, sekarang dia akan balik memukul kita," Ucap salah seorang pegawai Deplu AS menambahkan.

Terang saja ini membuat seluruh perangkat jerat musuh Amerika nomor wahid ini disiagakan. Madeleine Albright membatalkan rencana kunjungannya ke Albania karena konon menteri luar negeri Paman Sam juga tercantum dalam urutan teratas target simpatisan Osama. William Cohen pun tidak ketinggalan untuk melakukan hal serupa: membatalkan perjalanannya. Kendati demikian, sampai sekarang belum ada penyerangan terhadap pembesar AS yang dalam istilah Osama adalah aliansi Salibis-Yahudi.

Memang, semua ini adalah tindakan preventif yang sangat ekstra hati-hati dan hasil pemantauan jaringan CIA dan FBI seantero dunia. Mereka tidak mau kecolongan untuk kesekian kalinya setelah sebelumnya mereka kebobolan. Mulai pemboman WTC di New York, penembakan agen CIA di depan markas mereka di Langley, pemboman di Dhahran, Arab Saudi, dan yang terakhir pemboman dua kedutaan besar Amerika di Kenya dan Tanzania dengan korban 224 meninggal dan ribuan luka, 7 Agustus 1998. Ini semua bukan tanpa alasan. Dr. Ayman Al-Zawahiri, tangan kanan Osama sekaligus pimpinan Al-Jihad Al-Islami Mesir, lang-sung bereaksi sehari setelah pengiriman rudal ini . Dia yang fasih berbahasa Inggris inenelepon Rahimullah Yusufzai, wartawan harian The News (Pakistan), Time, dan ABC seraya berkata, "Katakan kepada mereka bahwa perang baru saja dimulai; orang Amerika sekarang harus menunggu balasan kami," tegasnya menggertak. Ungkapan dengan nada kesatria ini, spontan keluar setelah mereka selamat dari serangan paling dahsyat dalam sejarah perang Penguasa dunia melawan individu AS vs Osama bin Laden, saat itu 50 rudal dimuntahkan dari 7 kapal perang di Samudra Hndia yang menghancurkan enam gedung Harkat-Al-Anshar yang dituduh sebagai tempat persembunyian Osama. Peristiwa itu menelan korban 13 meninggal dan dna lusinan luka-luka. "Serangan ini tidak akan menggoyahkan jihad dan sikap kami terhadap aliansi Salibis-Yahudi," tandas Dr. Al-Zawahiri.

Upaya Penjaringan Osama

Berbagai cara dan strategi dipergunakan untuk menyeret Osama ke meja hijau baik di Amerika, Arab Saudi maupun di Mesir. Dalam hal ini, Amerika mempergunakan tiga cara sekaligus: via tekanan diplomatik, jalur intelijen, dan sarana politis dan yudisial. "Kami tidak pernah akan membiarkan mereka sampai keadilan ditegakkan," ucap Bill Clinton pada acara memperingati peristiwa pemboman di Nairobi dan Daressalam yang membunnh 224 orang dan 12 di antaranya warga Amerika.

Penyerangan terhadap berbagai kepentingan AS benar-benar membuat penguasa negeri adidaya ini kebakaran jenggot. Betapa tidak, Uni Soviet saja dengan arsenal hulu ledak nuklir berjumlah ribuan bisa bertekuk lutut. Sekarang, justru ada individu yang berani mengusik kenyamanan sang polisi dunia dan merongrongnya. Berbagai keputusan demi keputusan diambil. Dan pengesahan perintah paling rahasia oleh Bill Clinton terhadap CIA di depan Komite Kongres untuk menjebol jaringan Osama pada 1995, 200 orang agen membentuk pasukan khusns untuk membekuk Bin Laden hingga kampanye di BBC seluruh dunia.

Namun, Clinton belum juga mampu menjerat Osama, kendati sudah 80 orang lebih Muslim ditangkap dengan tuduhan mempnnyai hubungan dengan Osama. Negara adidaya ini memang serius dan bersumpah untuk membabat habis jaringan 'Al-Qaeda" sampai ke akar-akarnya yang dituduh milik Osama.

Pada ulang tahun penyerangan tempat Osama di Khost, Amerika berkampanye di televisi BBC dengan menayangkan lintasan pelbagai tragedi di belahan bumi lebih kurang 30 detik yang bertujuan memperlihatkan komitmennya untuk tidak membiarkan Osama bebas hidup. Kepala Osama dihargai 5 juta dolar, sebuah harga kepala paling mahal di akhir abad ke-20.

Bahkan, Amerika membujuk negara-negara lain untuk mau menayangkan kampanyenya. Sejak 1996, Amerika sudah memantau semua jaringan kerja Al-Qaeda, status operasional harian, taktik, daftar target potensial, mendeteksi kode nama-nama samaran pengikutnya, dan relasi mereka dengan warga Amerika. Tidak hanya itu, Pasukan Pentagon's Delta Force dan M16 yang sudah terlatih khusus diterjunkan untuk menyeret Osama dari Afghanistan. Namun, upaya ini gagal karena tempat persembnnyian Osama terlalu sulit dijangkau, ditambah lagi medan yang tak mudah ditembus sehingga tidak memungkinkan penyediaan infrastrnktnr di lapangan guna kesuksesan operasi. Di samping itu, ada kekhawatiran banyaknya korban dari pihak Amerika, mengingat para tukang pukul Osama yang tangkas dan ahli dengan medan dan alam Afghanistan, plus dukungan pemerintah Taliban yang setia melindungi Osama selama 24 jam.

Namun, Amerika tidak kehabisan akal. Dalam berbagai forum dan kesempatan, Osama pasti menjadi agenda penting. Dalam konferensi damai Afghanistan, 6 plus 2 di kota Tashkent akhir bulan Juli 1999, Osama menjadi isu panas yang justru membuat konferensi tidak bisa menemukan titik temu. Pada Jumat, 12 Maret 1999, AS berhasil mengajak Rusia untuk bersama menekan Taliban dan Pakistan, yang dituduh punya pengaruh kuat terhadap pemerintahan Taliban. Tentu saja dengan tujuan memaksa Osama keluar dari persembunyiannya dan membawanya ke pengadilan di Amerika.

Kebijakan ini diambil setelah asisten menteri luar negeri urusan Asia Selatan, Karl Inderfurth berhasil mencapai kesepakatan dengan wakil Menlu Rusia, Grigory Karasin di Moskow.

Dalam pernyataan bersama ini, Inderfurth menandaskan bahwa "AS dan Rusia akan terus merasa prihatin atas konfrontasi militer yang berkepanjangan di Afghanistan yang akan terus melahirkan ancaman serius dan berkelanjutan terhadap keamanan dan perdamaian regional dan internasional." Maka, delegasi mengimbau Afghanistan untuk pertama, komit dengan dialog damai. Kedua, menghargai hak asasi manusia. Ketiga, mengusir semua teroris dan bumi Afghanistan. Terakhir, secara khusus Taliban harus mau mengusir Osama bin Laden dan semua jaringannya serta membawa mereka ke meja hijau.

Mereka juga dituntut untuk mengakhiri pembudidayaan tanaman untuk bahan heroin dan mencegah penyelundupannya. Imbauan yang represif ini ditawarkan AS dengan imbalan bahwa AS akan bersedia bekerja sama dengan komunitas internasional untuk mengupayakan perdamaian di Afghanistan. Ini bagian dan realisasi upaya tekanan diplomatik AS.

Osama yang kehilangan kewarganegaraan Saudi-nya pada tahun 1994, selaln saja menjadi beban bagi tuan rnmah karena komitmen AS untuk memburunya di mana pun dia berada. Sudan yang tidak kuat menanggung tekanan AS dan Saudi, akhirnya menganjurkan Osama untuk keluar dan negeri yang terkena embargo PBB dan AS ini .

Kedatangan Osama untuk kedna kalinya ke Afghanistan pada Mei 1996 bukan untuk berjihad melawan tentara Beruang Merah, namun melawan aliansi Salibis-Yahudi. "Setiap orang Amerika adalah musuh bagi kami," tegas Osama kepada stasiun televisi Qatar, Al-Jazeerah, 11 Juni 1999 lalu.

Beban Taliban

Kedatangan Osama semakin memperberat beban Taliban dan membuatnya berada dalam posisi yang sangat dilematis. Bagi Taliban, Osama adalah tamu terhormat yang telah bertahun-tahun bahu-membahu dengan bangsa Afghanistan berjihad mengusir tentara Merah. Pada sisi yang lain, Taliban memerlukan legitimasi dunia internasional sebagai penguasa resmi karena sampai saat ini baru Pakistan, Arab Saudi, dan Emirat Arab yang telah niengakui pemerintahannya.

Berbagai sanksi dijatuhkan oleh AS atas Taliban. Dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi mendesak Taliban untuk tidak memberikan "istana" kepada teroris internasional. Dan, bahkan pada tanggal 6 Juli 1999, AS telah menjatuhkan sanksi ekonomi atas Taliban. Sampai di mana efektivitas sanksi belum diketahui secara pasti. Namun, Taliban juga menganjurkan kepada rakyat untuk tidak membeli barang apa saja yang berbau Amerika.

Kalau dianggap bahwa Afghanistan dirugikan dengan tekanan ekonomi ini, toh rakyatnya sudah terbiasa dengan hidup pas-pasan. Yang jelas, Taliban terus melakukan tindakan ekspansif dan ofensif besar-besaran terhadap kekuatan Aliansi Utara yang dikomandoi Ahmad Syah Masood.

Pada dasarnya, AS dan Taliban memang tidak bisa bertemu karena persepsi teroris menurut AS sangat bertolak belakang dengan persepsi Taliban.

Osama Diisukan Minggat

Bagi Taliban, Osama adalah pahlawan. Karenanya Taliban meminta bukti nyata AS, jika benar dia teroris. Satu permintaan yang sampai saat ini belum juga dipenuhi AS. Bagi Taliban, dalam pernyataan hari Selasa, 9 Februari 1999, "Osama bebas meninggalkan Afghanistan, tetapi dia tidak akan pernah diusir." Jubir Taliban, Abdul Mutmaen, mengatakan kepada kantor berita di Islamabad bahwa "Osama bin Laden dapat meninggalkan Afghanistan kalau memang mau dan kami tidak berkeberatan sama sekali. Tetapi Taliban sekali lagi tidak akan memaksa dia keluar."

Pada 13 Maret 1999, beban yang dirasakan oleh Taliban mengusik Osama untuk meninggalkan persembunyiannya. Dan, menurut pengakuan Taliban, "Kami tidak tahu-menahu ke mana Osama pergi bersama sepuluh orang agen yang ditugaskan sebagai pelindung sekaligus mata-mata," tegas Wakil Ahmad Muttawakil, jubir pimpinan tertinggi Taliban, Mulla Muhammad Omar. Menurut analis, Osama hanya berpindah lebih kurang 50 mil ke tempat yang relatif aman di wilayah Islam, Dar. Tempat ini kelihatannya cocok bagi Osama untuk bernostalgia mengenang hari-hari menjelang keruntuhan Soviet. Persembunyian yang baru ini penuh dengan gua-gua dan barak-barak bebatuan yang dulu dipakai Mujahidin melawan pasukan Soviet. Wilayah diapit oleh Pegunungan Syaikh Hazrat, tempat yang dilindungi oleh ranjau-ranjau darat yang hanya bisa dilewati dengan jalan setapak.

Selain informasi itu, ada rumor bahwa kemungkinan Osama hengkang ke Irak, karena Irak menawari Osama suaka politik. Menurut info ini Osama telah melintasi Torghundi, perbatasan Pakistan-Iran di Provinsi Herat, baru kemudian ke Irak.

Menurut para analis, adalah upaya Taliban untuk mendapatkan dukungan dan pengakuan internasional karena saat itu Taliban sudah mengnasai 90% wilayah Afghanistan. Tetapi ada versi lain berbau menggelitik di harian Al-Quds Al-Arabia yang berbasis di London bahwa Osama pergi karena dia merasa terhina oleh Mulla Muhammad Omar yang membiarkannya kedinginan di markas lebih kurang 2 jam saat hari raya Idul Fitri. Sumber lebih jauh menandaskan bahwa, "Seorang Arab sejati tidak akan mentoleransi penghinaan atau pelecehan dan siapa pun. Lebih baik mati daripada hidup terhina. Mungkin itu yang menjadi sebab utama Osama meninggalkan Afghanistan," ujar Abdul Bani Atwan, editor harian ini .

Bagaimanapun alasan Taliban, yang jelas menurut AS, Osama masih berada di Afghanistan. Ada alasan mendasar bahwa "ini yang menjadi masalah ... Barat tidak mempercayai kami dan kami tidak mempercayai Barat," jelas Haji Fazle Mohammad, jubir Kemlu Taliban.

Ketidaktahuan Taliban dianggap sebagai upaya dan taktik mereka untuk menghindari Osama, sang tertuduh. Bagaimanapun alasannya, Amerika tetap mencari dan memonitor jaringan Al-Qaeda 24 jam sehari. Kelihatannya proses operasi penjaringan Osama sudah sampai ke titik fase final. Indikasi itu terlihat dan konsultasi pejabat tinggi AS dengan Kepala Menteri Provinsi Punjab, Shahbaz Sharif sehubungan dengan kemungkinan peluncuran serangan baru ke persembunyian Osama.

Dalam hal ini, AS meminta Pakistan untuk bekerja sama, sebagaimana dapat dibaca dan pertemuan antara Bill Clinton dan Nawaz Sharif di Washington pada 4 Juli 1999 guna menyelesaikan ketegangan antara Pakistan dan India di Kargil, dan Osama menjadi bagian dan agenda Clinton. Menurut Masood Haider, karena Pakistan dapat berperan banyak dalam hal ini, terutama bila teritorinya harus dipergunakan dalam penyerangan susulan terhadap Osama.

Rumor Pendaratan Komando AS

Rumor penyerangan menyebar di Pakistan dan bahkan pesawat tempur AS telah mendarat di Islamabad, dan mesti membawa misi menyerang Afghanistan, ungkap perwakilan Taliban di Abu Dhabi. Menurut kantor berita Reuters, stasiun televisi Qatar, Al-Jazeerah, memberitakan pendaratan dua pesawat tempur AS hari Ahad di pangkalau udara Pakistan dengan lusinan tentara komando yang disiagakan untuk menyerang basis Osama bin Laden.

Dan, menurut versi harian The Nation, pada Jumat 23 Juli 1999, Radio Teheran memonitor kontingen pasukan komando khusus AS mendarat di lapangan udara Peshawar pada malam Rabu guna menjaring Osama. Konon, setelah bertemu dengan pemerintah setempat, mereka meninggalkan Peshawar dengan pesawat khusus menuju kota Dera Ismael Khan, lalu mendarat di wilayah selatan Waziristan yang berbatasan dengan bagian timur Afghanistan. Setelah dikonfirmasi, ternyata tak satu pihak pun yang menjustifikasi pendaratan pasukan komando AS ini, baik Deplu AS maupun petinggi militer Pakistan. "Sepanjang yang saya ketahui, itu tidak ada," tegas pejabat senior Deplu AS. Dan, ketika wartawan The News mengkonfirmasi rumor ini ke jubir militer Pakistan, dia mengatakan "Tidak ada pesawat AS mendarat hari di pangkalau udara militer Chaldala."

Kalau serangan susulan memang akan terjadi, toh Taliban dan rakyat Afghanistan sudah siap untuk itu, sebagaimana diungkap oleh Wakil Ahmed Muttawakil, jubir Mulla Muhammad Omar dengan nada bangga bercampur pesimistis, "Serangan AS bukan hal yang aneh ... itu semua memang sudah nasib kami harus diserang oleh setiap orang."

Selain ada kekhawatiran pada sebagian rakyat Afghanistan, mayoritas dan mereka merasa bangga karena Osama telah mengangkat semangat juang bangsa ini. Sejarah telah membuktikan semangat patriotisme mereka yang berhasil merobohkan benteng dan mitos keperkasaan negara adidaya. Dan, sekarang, ancaman AS untuk menyerang negeri ini mereka sambut dengan sukacita selayaknya seorang tamu agung. "Dulu Soviet kami kalahkan dan sekarang giliran AS merasakannya," ujar pembesar Taliban.

Namun, ketika dikonfirmasi kepada Pangab AS, Jenderal Henry IA. Shelton, dia mengatakan, "Kami akan jaring dia dengan segala cara yang tepat," tandasnya. Dan tampak dari penangkapan Shadiq Ahmad yang mengaku sebagai suruhan Pangeran Salman bin Abdel Aziz, saudara Raja Fahd yang mengepalai dinas intelijen Arab Saudi, dengan iming-iming kewarganegaraan plus satu juta real.

Dalam hal ini, kelihatannya Saudi banyak sekali berperan karena Osama, milioner dengan aset sekitar 300 sampai 500 juta dolar, dituduh memprovokasi rakyat untuk menggulingkan singgasana kerajaan Bani Saud di jazirah Arab. Termasuk pembujukan Salman bin Abdul Aziz kepada Mulla Muhammad Omar yang konon menyetujui permintaan Saudi agar Osama diekstradisi ke Saudi. Namun, kesepakatan gagal total setelah penghujanan Khost dengan 80 rudal oleh Amerika.

Bagaimanapun, ini disangkal oleh Mulla Omar. Bukan hanya itu, pada Kamis 8 Agustus 1999, dia juga menyangkal tuduhan AS bahwa Osama punya tempat pelatihan terorisme di sana dan sekali lagi tidak akan menyerahkan Osama ke aliansi Salibis-Yahudi dan para anteknya. "Bin Laden tidak punya tempat pelatihan militer di bumi Afghanistan," ujar Muttawakil, jubir senior Taliban. Dia berkali-kali menyatakan bahwa semua aktivitas Osama distop karena semakin kuatnya tekanan Amerika dan kemungkinan serangan mereka. Memang, jasa dan budi baik Osama tidak disia-siakan atau dikhianati oleh Taliban. Osama telah mengorbankan jiwa raga dan hartanya berjihad di front terdepan mengusir tentara merah Soviet. Menurut tuduhan para oposisi, ekspansi Taliban terakhir ke daerah Lembah Pansher, markas Syah Masood, juga diperkuat oleh brigade 055 pasukan Osama dengan kekuatan lebih kurang 500 pasukan tangkas dan pemberani.

Simpati Pembesar Agama Bermunculan

Rumor serangan atas Osama yang santer di hampir seluruh penjurn dunia, sampai detik ini belum kunjung dilakukan AS. Prediksi bahwa serangan akan dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 1999 terbukti tidak terjadi. mungkin ini menurut para agen CIA dan FBI belum saatnya dan kurang tepat. Dan, ini beralasan. Di tengah rumor yang terjadi, berbagai kalaugan agamawan garis keras terus menggalang massa untuk merapikan barisan, menentang, dan menghadang kemungkinan serangan. Pimpinan Jamiat-e-Ulema Islam (JUI) Maulana Fazlur Rahman pada Sabtu, 7 Agustus 1999, menyeru kepada segenap rakyat Pakistan untuk membunuh siapa saja orang Amerika yang ada di tanah Pakistan dan agen spionasenya di kawasan Tribal, kalau memang Pakistan dimanfaatkan untuk menyerang Osama dan Taliban. Maulana Fazlur Rahman minta kepada AS untuk menghentikan rencana penyerangan kalau tidak mau melihat rakyatnya bersimbah darah.

Belum lagi pimpinan Jamaat-ul-Islami (JI Sami) Maulana Ajmal Qadri pada Senin 9 Agustus 1999 berkata, "Kalau AS benar menyerang Afghanistan dengan alasan Osama bin Laden, maka secara praktis anggota partainya akan bereaksi dan membalas serangan itu di Washington dalam tempo delapan jam saja." Dan, bukan hanya gertak sambal karena memang JI Sami punya anggota terlatih secara militer lebih kurang tiga ratus ribuan orang. Maulana Fazlur Rahman dan Ajmal Qadri tidak hanya kampanye di satu tempat. Di Islamabad pada tanggal 13 Agustus 1999, Maulana Fazlur Rahman berkampanye dengan motto "Down with America", mengancam pemerintah Nawaz Sharif bila bekerja sama dalam penyerangan.

Maulana Fazlur Rahman tampak mati-matian berupaya menghentikan rencana serangan ini karena dia turut membidani kelahiran jabang bayi Taliban dan memeliharanya hingga menjadi besar. Ancaman Maulana-maulana ini membuat AS mundur sekian langkah, dan berupaya membujuk mereka menarik kembali seruannya. Para diplomat AS di Pakistan spontan kehilangan nyali dan berupaya meredakan keadaan. Namun, Maulana Fazal tetap tidak menoleransi serangan apa pun dan bersumpah tidak akan menyisakan satu warga Amerika pun di wilayah ini .

Terang saja AS protes berat atas ucapan Maulana ini yang dilayangkan saat pertemuan antar pejabat kedutaan AS Islamabad dengan Maulana. Maulana meminta, kalau memang AS tidak akan menyerang Osama dan Taliban, pemerintah AS memberi jaminan kepada Taliban. "Kalau Amerika minta solusi politis, kami siap. Kalau meminta penyelesaian diplomatik, kami sepakat dengan Anda. Tetapi kalau Amerika ingin penyelesaian dengan darah, jawaban kami tentu juga dengan darah," tegas Manlana Fazal menggertak. "Saya sampaikan kepada diplomat AS, kalau Amerika tidak membiarkan kami hidup aman, bagaimana mungkin mereka mengharapkan kedamaian hidup di sini," pesan Maulana mengancam.

Ancaman ini cukup efektif untuk membungkam serangan AS dan membuat Amerika harus mencari solusi terbaik, kalau tidak mau kerugian lebih besar jatuh di pihaknya. Wajar saja Kepala Jaksa Agung AS, Janet Reno, mengingatkan Madeleine AIbright untuk tidak mudah menyerang Afghanistan tanpa bukti kuat karena akan menjadi bumerang. Belum lagi pernyataan Menteri Dalam Negeri Saudi, Pangeran Nayef yang cukup memukul AS, bahwa kerajaan Saudi membebaskan Osama (41 tahun), yang konon masih aktif menunggang kuda, dan semua tuduhan keterlibatan aktivitas terorisme.

Amerika terlihat kewalahan, berbagai cara diupayakan termasuk pembekuan semua aset Osama. Tetapi karena hampir semuanya dalam bentuk joint venture dengan perusahaan Eropa dan Afrika yang tidak mempergunakan dolar, sulit bagi kementerian kenangan AS untuk melacaknya.

Namun, AS memiliki beberapa alternatif lain untuk menangkap Osama. Di antaranya dengan mempersenjatai Taliban moderat dengan tujuan menumbangkan Mulla Muhammad Omar, sebagaimana disarankan oleh Yayasan Afghanistan yang berbasis di Washington.

Jalan Pintas

Peristiwa pemboman rumah kediaman Mulla Omar, Selasa malam 24 Agustus 1999 di kota Kandahar yang menewaskan 10 orang (6 tentara Taliban dan 4 pejalan kaki) serta 60 yang terluka, merupakan upaya menggeser Mulla Omar secara paksa. Ini beralasan karena Mulla Omar menjalin hubungan yang erat dengan Osama sehingga mustahil baginya untuk mengusir atau mengekstradisinya. Meskipun Taliban tidak secara terang-terangan menuding AS berada di belakang pemboman ini, narasi bait-bait pemburuan Osama baru-baru ini menyebabkan AS-lah yang tertuduh. Mulla Omar tetap mengklaim bahwa ini adalah upaya konspirasi mnsuh-musuh Islam.

Sanksi Dewan Keamanan PBB

Konsistensi Mulla Omar untuk tetap melindungi Osama membuat Amerika kewalahan. Kalau saja Mulla mau bekerja sama, kasus Osama sudah dapat diselesaikan dengan tidak menjatuhkan banyak korban di pihak Amerika. Dan, ini yang paling efektif untuk mencegah amukan massa simpatisan Osama yang malah akan menjadi kontra-produktif

Yang paling anyar adalah resolusi Dewan Keamanan PBB (DK-PBB) pada hari Jumat 15 Oktober untuk menjatuhkan sanksi pelarangan terbang maskapai Ariana Airlines milik Afghanistan ke semua negara anggota PBB, ditambah lagi dengan pembekuan seluruh asetnya, meskipun tetap diizinkan penerbangannya untuk keperluan bantuan kemanusiaan dan ibadah haji. Sanksi ini akan diberlakukan jika Taliban tidak mau berkompromi menyerahkan atau mengusir Osama sampai tanggal 14 November. Menurut koordinator bantuan kemanusiaan PBB, Erick de Mul, kepada BBC, keputusan ini sangat tidak rasional dan perlu dipertanyakan motif politis di balik resolusi tersebut karena akan semakin memperparah keadaan rakyat yang sudah sekian dekade dilanda perang dan kesengsaraan.

Namun, PBB sudah mantap dengan resolnsinya. Di tengah ancaman sanksi DK-PBB, Kepala Badan Anti-Terorisme di Deplu AS, Michael Shan, menyatakan bahwa dia dan pejabat AS lainnya sudah siap bernegosiasi dengan Taliban dalam isu Osama. Di dalam statemennya di siaran Radio Suara Amerika dia menyatakan, "Kami menginginkan dia datang ke AS dan diadili dengan tuduhan keterlibatan terorisme bersama para koleganya. Kalau memang ini tidak mungkin, masih ada alternatif penyelesaian dan dia dapat diekstradisi ke negara lain. Kami menghendaki dia dimejahijaukan dengan berbagai tuduhan, khususnya pemboman kedutaan besar AS di Afrika Timur," tegasnya. Kemungkinan negosiasi dan kompromi Taliban ini juga ditegaskan oleh Menpenbud Amir Klian Muttaqi, sekarang di Departemen Urusan Administrasi, bahwa "Untuk solusi kasus Osama, Emirat Islam Afghanistan siap untuk berdialog dengan AS," tegasnya pada 23 Oktober 1999.

Pelbagai tekanan terhadap Taliban akan semakin mengucilkan pemerintahan yang sudah 95% menguasai wilayah Afghanistan ini. Isolasi dan derita rakyat tak berdosa yang akan terus meningkat mungkin menjadi motivasi Osama untuk melayangkan surat pribadi kepada Mulla Muhammad Omar pada Jumat, 28 Oktober 1999, di samping kemungkinan kompromi Taliban dalam pengekstradisian Bin Laden. Osama menyatakan tawarannya tentang kemungkinan untuk meninggalkan negara yang dituduh sebagai "Universitas Teroris" ini dan meminta Taliban untuk mencarikan persembunyian baru serta merahasiakannya. Tampaknya, Bin Laden mengkhawatirkan kesetiaan Taliban.

Namun, hal ini dapat diredam setelah Mulla mempertanyakan apakah Osama sudah mantap untuk meninggalkan negara ini atau hanya karena khawatir akan kesetiaan Taliban. Sebagaimana dinngkapkan oleh Kepala Deppen Taliban, Mulla Abdul Hye Mutmain, Mulla Omar di dalam suratnya meminta Bin Laden untuk tenang dan meyakinkannya bahwa Taliban tidak akan mengusir atau menyerahkan dia kepada negara lain. Mulla Omar juga menambahkan bahwa "kalau memang Osama sudah mantap untuk pergi, Taliban akan mengulurkan bantuan. Adapun untuk mencarikan negara yang dapat melindungi Osama, itu bukan tanggungjawab dan tugas Taliban," tandas Mulla.

Mulla berupaya meyakinkan rakyatnya di tengah tuduhan yang tertuju kepadanya karena melindungi satu orang rakyat harus menderita. Menurut Mulla Omar, ini bagian dan konsekuensi seorang Muslim yang ingin benar-benar menerapkan ajaran Islam. Seorang Muslim harus melindungi saudara Muslim lainnya yang dalam keadaan bahaya dan meminta perlindungan. Bagi Taliban, tidak ada satu pun kekuatan dunia ini yang dapat menekan bangsa lain. "Kalau ada orang yang memaksakan kehendaknya kepada rakyat Afghanistan, sejarah tanah ini menjadi saksi bahwa rakyat Afghanistan tidak pernah berkompromi dalam hal-hal prinsip dan tradisi," tegas Mulla Amir Khan yang baru diangkat di Departemen Urusan Administrasi.

Konsistensi Osama

Konsistensi permusuhan Osama dengan aliansi Salibis-Yahudi dan komitmen Amerika untuk membekuknya dengan segala cara telah melahirkan simpati luar biasa dan berbagai penjuru Dunia Islam.

Di Pakistan, terutama di Peshawar, provinsi yang berbatasan dengan Afghanistan, ratusan lembar poster Osama laris terjual per harinya dan dengan seketika dia menjadi idola sekaligus pahlawan. Maulana Fazal terus saja maraton berkampanye "Death with America" di berbagai tempat termasuk di wilayah legal senjata api.

Manuver Fazal ini benar-benar mengkhawatirkan pemerintahan Nawaz. Akhirnya dia dilarang masuk ke wilayah kabilah di provinsi perbatasan yang berbatasan dengan Afghanistan. Karena menolak, pada Jumat 3 September 1999, dia ditangkap dan dikenai tahanan rumah di Chasma. Maulana ini dibebaskan setelah pemerintah diultimatum oleh anggota partai untuk membebaskannya dalam 24 jam. Kalau tidak, akan ada protes di setiap provinsi. Tentu saja pemerintah tidak mau mengambil risiko yang lebih berat sehingga terpaksa membebaskannya pada Ahad, 5 September 1999.

Betapa menakjubkan kepribadian Osama sehingga banyak yang menaruh simpati dan mendukung. "Dia menjadi pemimpin karismatik seperti Ayatnllah Ruhollah Khomeini," ucap Kenneth Katzman, analis masalah Timur Tengah dan ahli terorisme di Congressional Research Service.

Osama bukanlah seperti Ramzi Yousef, yang dituduh otak pemboman WTC New York atau Amil Kanzi, tertuduh penembak dua agen CIA di Langley, yang keduanya tertangkap di Pakistan. "Dan ini yang paling mengkhawatirkan saya, Osama merupakan satu-satunya Muslim saat ini yang memangku persepsi yang maksimal: Pan-Islamis dan pandangan solid, tidak ada kompromi dengan Israel, tidak ada kompromi dengan AS, dan tidak ada kompromi dengan Mesir," ungkap Kenneth memuji dengan penuh kekhawatiran.

Kalau memang Osama dapat ditangkap oleh AS, dia telah menjadi icon resistensi Muslim terhadap arogansi aliansi Salibis-Yahudi. Osama seperti legenda dan mitos. Dia menjelma sebagai seorang ideolog yang berani, yang dipuji dan dibenci.

Pemburuan yang Tidak Menyelesaikan Masalah

Pada bulan April 1991, Bin Laden hengkang dari Saudi dan setahun kemudian (1992) dia berada di Khartoum sebagai protes terhadap AS yang pernah menjadi mentornya saat jihad mengusir Soviet. Melalui koneksi Bin Laden dan institusi yang ada di London, dia terus menuntut untuk melakukan perubahan radikal di Arab Saudi. Sebagai balasannya, pada tahun 1994 Kerajaan Saudi mencabut kewarganegaraannya.

Pada 1996, dengan bantuan AS, Saudi berhasil menekan Sudan untuk mengusir Bin Laden dan akhirnya dia kembali ke Afghanistan. Sampai saat itu, Osama belum secara terbuka menantang AS, kecuali setelah pendeklarasian Jihad pada 23 Agustus 1996. Osama mengajak seluruh kaum Muslim untuk membunuh orang Amerika yang menjajah tanah Arab Saudi dan berfatwa:

"Tembok-tembok penindasan dan kehinaan, tidak dapat dihancurkan kecuali dengan hujanan peluru," tegas Osama dengan tegar.

Dan, pada Februari 1998, Osama lebih jauh lagi mengajak seluruh kaum Muslim untuk menyerang apa saja kepentingan Amerika di seluruh dunia. Osama memprakarsai pembentukan Front Jihad Islam Internasional (International Islamic Front for Jihad) melawan aliansi Salibis-Yahudi. Seruan ini yang dituduhkan AS sebagai pemicu peledakan dua kedutaan besar Amerika di Kenya dan Tanzania, 7 Agustus 1998.

Madeleine Albright, Menlu AS, langsung mengumumkan Osama sebagai tertuduh utama di belakang peledakan di Nairobi yang menelan korban 224 meninggal dan peledakan di kota Daressalam dengan 11 meninggal dan 70 luka.

Pada 2 Juni 1999, Mary Jo White, jaksa AS wilayah bagian selatan New York dan Lewis Schiliro, pejabat asisten direktur FBI New York, sepakat mengajukan tuduhan tambahan kepada semua terdakwa walaupun belum mencantumkan tanggal persidangan kasus ini.

Yang jelas, dua orang langsung dituding. Dr. Ayman Al-Zawahiri, kaki tangan Osama, dan Khaled Al-Fawwaz. Tuduhan ini mendakwa Dr. Zawahiri sebagai pemimpin organisasi jihad di Mesir yang bekerja sama dengan "Al-Qaeda" pimpinan Osama bin Laden untuk memburu orang Amerika. Sementara Fawwaz didakwa berkonspirasi untuk membnnuh warga Amerika di luar AS. Dan, pada 4 Agustus 1999, lembaran fakta dibeberkan dengan mendakwa 16 orang termasuk Osama. Mereka itu adalah:

  1. Osama Bin Laden.
  2. Muhammad Atef
  3. Dr. Ayman Al-Zawahiri.
  4. Khaled Al-Fawwaz. Wadih el-Hage.
  5. Mohammed Sadeek Odeh.
  6. Mohammed Rashed Daoud Al-Owhali.
  7. Mamdouh Mahmud Salim.
  8. Mustafa Mohammed Fadhil.
  9. Kahlfan Khamis Mohammed.
  10. Ahmed Khalfan Hailani.
  11. Fahid Mohammed Aly Salam.
  12. SyaiTh Ahmed Salim Swedan.
  13. Ali Mohammed.
  14. Adel Mohammed Abdul Almagid Bary.
  15. Ibrahim Hussein Abdelhadi Eidarons.

Lima dan tersangka di atas sudah mendekam di tahanan AS; satu di Inggris. El-Hage dan Ali Mohammed tertangkap di AS. Odeh dan Al-Owhali tertangkap di Kenya dan dibawa ke AS. Tertuduh kelima, Salim, tertangkap di Jerman bulan September 1999 dan akan diekstradisi ke AS bulan Desember 1999. Khalid Al-Fawwaz ditangkap di Inggris dan akan diekstradisi ke AS. Sementara sepulnh lainnya masih buronan termasuk Osama bin Laden. Sejak Juni 1999, Osama menjadi orang pertama dalam urutan yang dicari oleh FBI dengan 5 juta dolar imbalan untuk informasi penangkapan.

Terlepas dan semua yang dituduhkan, masih ada orang yang berani mempertanyakan validitas tuduhan itu. Artikel di The New York Times, "Kasus AS Melawan Bin Laden dalam Pemboman Hanya Berdasarkan Ide" dengan tegas menyatakan invaliditasnya. Artikel mempertanyakan sejauh mana legalitas tuduhan itu. Hal serupa juga diangkat oleh Washington Post bahwa tuduhan terhadap Osama hanyalah berdasarkan gosip atau bukti tidak langsung.

Bagi Samiullah Koreshi (Pakistan Observer, 9 Agustus 1999), akal sehat dan indra yang normal akan sulit menerima semua tuduhan keterlibatan Osama dalam setiap aksi dan Chechnya, Sudan, Kenya, Yaman, sampai Filipina. Dan, ini, menurut Tim Weiner di The New York, merupakan salah satu masalah besar dan paling kompleks dalam sejarah investigasi kriminal internasional Amerika.

Bagi pejabat Amerika, penangkapan Osama bisa menambah komplikasi permasalahan. Mereka berkeyakinan bahwa bukti pertama yang dipergunakan dalam mahkamah nanti akan sulit melacak keterlibatan dia dalam peristiwa pemboman. Menurut catatan, tidak ada satu pun informan yang terlibat dalam kasus ini tahu persis keterlibatan Osama.

Jadi, sampai saat ini, para hakim penuntut kelihatannya hanya menggiring Osama dengan implikasi "fatwa dan ide." Menurut mereka, fatwa yang didengungkan dan Afghanistan ini telah memancing kekerasan dan aksi terorisme di belahan dunia lain. "Tugas saya hanya menyeru dan, dengan rahmat Allah, kami berhasil. Beberapa orang menanggapi seruan itu," respons Osama dengan santai kepada majalah Time, 1/11/1999.

Mungkin karena kompleksitas investigasi kasus Bin Laden ini yang membuat Amerika kewalahan. Hingga saat ini Amerika belum kunjung bersedia menyerahkan bukti-bukti keterlibatan Osama dalam berbagai aksi terorisme internasional. Kalau memang AS punya bukti, lantas kenapa tidak diserahkan ke Taliban? Alasannya, karena menghindari interpretasi pengakuan terhadap Taliban dan untuk menjaga kerahasiaan sumber informasi. Namun, secara faktual, menurut Dr. Ijaz Hussain, kepala departemen HI Quaid Azam Universitas Islamabad, alasan itu hanya dibuat-buat untuk lari dari kenyataan apologis atas aksi militer AS yang memang ilegal dan tidak bisa dibenarkan sama sekali.

Sebenarnya, kalau mau fair, AS dapat menerima tawaran pengadilan Osama secara Islam oleh Taliban. Tawaran ini ditolak AS dengan aasan tidak sekular dan bertentangan dengan nilai-nilai Amerika. Namun, bukankah prinsip umum hukum internasional menyatakan bahwa kriminal yang dicari dapat diekstradisi atau diadili oleh negara yang melindunginya?

Selama Taliban bersedia mengadili Osama di Afghanistan, hendaknya AS dapat mengulurkan bantuan dan bukti-bukti. Persidangan akan dilakukan secara terbuka dan diliput secara internasional.

Kalau memang Taliban tidak bersedia dengan persyaratan ini, maka AS akan punya alasan untuk menekan dan bahkan memberi pelajaran kepada Taliban. Menurut Dr. Ijaz, mengutuk sistem pengadilan dengan ini dan itu, sementara tidak pernah melakukan pengadilan secara fair dan transparan terhadap "ekstremis" Islam, tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan hukum internasional, namun juga berbau imperialisme budaya.

Kalau memang AS tetap bersikeras untuk mengejar Osama dengan cara militer dan sukses membunuh atau menculiknya, belum akan menyelesaikan masalah dasar terorisme. Dan, bahkan, menurut Dr. Ijaz, merupakan proses penyemaian permusuhan yang lebih "semarak" dan pemuda Islam internasional. "Kalau memang kami belum mampu membalas Amerika semasa hidup kami, biarkan Osama-Osama muda yang memberi pelajaran," ujar Abdel Aziz, 43 tahun, simpatisan asal Pakistan yang menamai bayi laki-lakinya, Osama.

Osama bin Laden Mujahid atau Teroris?

Menurut majalah News Week vol. 133, Osama adalah orang Muslim yang taat, kaya, berbakat, karismatis, dan cakap. Osama sama sekali tidak mempunyai kesan angker dan arogan, tetapi sebaliknya, sopan dan lembut. Namun, mengapa dalam potret Amerika Osama adalah teroris kelas kakap yang paling berbahaya?

Menurut Osama dalam wawancara dengan The National, 5 Januari 1999, seluruh Dunia Islam sedang dieksploitasi aliansi Salibis-Yahudi. Lihat Pakistan, dia di bawah tekanan kuat mereka secara ekonomis dan politis. Afghanistan, Iran, Irak, Suriah, Palestina, Lebanon, Sudan, Somalia, Libia, Mesir, dan negara-negara Teluk termasuk Saudi, semuanya di bawah tekanan konspiratif aliansi ini. Dan, status quo seperti ini akan terus dipertahankan, agar Islam tetap tersubordinasi, ini hanya perpanjangan perang salib.

Dalam wawancara dengan harian Palestina bulan November 1996, Osama benar-benar mengeluhkan perlakuan kerajaan Saudi terhadap intelektual Muslim: "Memecat mereka dari pos-pos di berbagai universitas dan masjid di kerajaan ini, bahkan melarang peredaran kaset-kaset mereka, melarang ceramah-ceramah mereka yang hanya memberi nasihat mana yang baik dan mana yang buruk." Ini yang membuat Osama benar-benar membenci apa saja yang berbau Amerika karena mereka telah berhasil membentengi dan mendikte kerajaan Saudi dengan tujuan eksploitasi harta negara dan mempertahankan eksistensi 500 ribu tentara AS di Jazirah Arab ini.

Bagi Osama, AS datang bukan untuk mempromosikan demokrasi di dunia Arab dan mendukung perlawanan bangsa Palestina menentang pendudukan Israel, bahkan sebaliknya berkonspirasi menggerogoti oposisi terhadap penguasa Arab dan melindungi Israel.

Dari persepsi ini, Osama akhirnya mendeklarasikan jihad menentang aliansi dan konspirasi Salibis-Yahudi. Prioritasnya adalah membebaskan Al-Haramain dan Al-Quds. Kalau memang aliansi tidak mau keluar secara sukarela dari tanah Arab, "Amerika akan meninggalkan Timur Tengah apabila semua tentara dan rakyatnya dikirim pulang dalam peti mati. Begitulah keadaannya saat Anda akan hengkang," ucap Osama menggertak dalam wawancara ABC "Nightline."

Komitmen dan konsistensi oposisinya yang menjadi pelatuk simpati dan berbagai belahan bumi Islam. Sebagaimana diakui oleh pejabat senior Amerika yang memantau aktivitas Osama baik di Afghanistan, Sudan, maupun di mana saja, "Dia mendapat dukungan kuat di kalangan rakyat biasa di Dunia Islam hanya dengan argumen politik sentralnya: tentara Amerika harus keluar dari Arab Saudi." Dan, esensi seruannya yang berkali-kali diucapkan dalam setiap wawancara.

Menurut Osama, agenda besar konspirasi adalah memecah-belah umat Islam dan ini yang harus kami lawan. "Jihad adalah bagian dari agama Islam. PLO melepas senjata dan mendapat kekuasaan Palestina. Namun, apa yang telah Yahudi berikan? Sampai sekarang Israel tidak pernah memberikan 1% pun dari hak-hak Palestina," ujar Osama dalam wawancara denganYusufzai, di majalah Time.

Menurut Osama, sangat keliru menuduh dia terlibat dalam pelbagai aktivitas terorisme. "Tuduhan Amerika itu tidak benar, kecuali kalau memang mereka kaitkan peristiwa itu dengan seruan saya. ini jelas dan saya akui itu. Saya termasuk salah seorang yang menandatangani fatwa dan mengajak mengobarkan jihad," tegasnya membela.

Osama bereaksi dalam upaya membebaskan diri dan Dunia Islam dari hanya yang diyakininya sebagai konspirasi besar Salibis-Yahudi, lain tidak.

Dan, kalau memang keyakinannya sebagai seorang Muslim untuk membela diri dan menerapkan ajaran Islam dianggap sebagai sebuah tindakan kriminal, maka Osama menyatakan, "Kalau memang mengobarkan jihad melawan Yahudi dan Amerika untuk membebaskan Al-Aqsa dan Ka'bah dianggap sebuah tindakan kriminal, biarkan sejarah menjadi saksi bahwa saya adalah kriminal."

 

OSAMA BIN LADEN MELAWAN AMERIKA
Editor: Ahmad Dhumyathi Bashori MA.
Penerbit: Penerbit Mizan, Jln. Yodkali No. 16, Bandung 40124
Cetakan 1, Rajab 1421 /Oktober 2000
Telp.(022) 700931 Fax.(022) 707038

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.