Appendiks
Pemburuan yang Tidak
Menyelesaikan Masalah
Pada
bulan April 1991, Bin Laden hengkang dari Saudi dan setahun
kemudian (1992) dia berada di Khartoum sebagai protes
terhadap AS yang pernah menjadi mentornya saat jihad
mengusir Soviet. Melalui koneksi Bin Laden dan institusi
yang ada di London, dia terus menuntut untuk melakukan
perubahan radikal di Arab Saudi. Sebagai balasannya, pada
tahun 1994 Kerajaan Saudi mencabut kewarganegaraannya.
Pada 1996, dengan bantuan AS, Saudi berhasil menekan
Sudan untuk mengusir Bin Laden dan akhirnya dia kembali ke
Afghanistan. Sampai saat itu, Osama belum secara terbuka
menantang AS, kecuali setelah pendeklarasian Jihad pada 23
Agustus 1996. Osama mengajak seluruh kaum Muslim untuk
membunuh orang Amerika yang menjajah tanah Arab Saudi dan
berfatwa:
"Tembok-tembok penindasan dan kehinaan, tidak dapat
dihancurkan kecuali dengan hujanan peluru," tegas Osama
dengan tegar.
Dan,
pada Februari 1998, Osama lebih jauh lagi mengajak seluruh
kaum Muslim untuk menyerang apa saja kepentingan Amerika di
seluruh dunia. Osama memprakarsai pembentukan Front Jihad
Islam Internasional (International Islamic Front for Jihad)
melawan aliansi Salibis-Yahudi. Seruan ini yang dituduhkan
AS sebagai pemicu peledakan dua kedutaan besar Amerika di
Kenya dan Tanzania, 7 Agustus 1998.
Madeleine Albright, Menlu AS, langsung mengumumkan Osama
sebagai tertuduh utama di belakang peledakan di Nairobi yang
menelan korban 224 meninggal dan peledakan di kota
Daressalam dengan 11 meninggal dan 70 luka.
Pada 2 Juni 1999, Mary Jo White, jaksa AS wilayah bagian
selatan New York dan Lewis Schiliro, pejabat asisten
direktur FBI New York, sepakat mengajukan tuduhan tambahan
kepada semua terdakwa walaupun belum mencantumkan tanggal
persidangan kasus ini.
Yang jelas, dua orang langsung dituding. Dr. Ayman
Al-Zawahiri, kaki tangan Osama, dan Khaled Al-Fawwaz.
Tuduhan ini mendakwa Dr. Zawahiri sebagai pemimpin
organisasi jihad di Mesir yang bekerja sama dengan
"Al-Qaeda" pimpinan Osama bin Laden untuk memburu orang
Amerika. Sementara Fawwaz didakwa berkonspirasi untuk
membnnuh warga Amerika di luar AS. Dan, pada 4 Agustus 1999,
lembaran fakta dibeberkan dengan mendakwa 16 orang termasuk
Osama. Mereka itu adalah:
- Osama Bin Laden.
- Muhammad Atef
- Dr. Ayman Al-Zawahiri.
- Khaled Al-Fawwaz. Wadih el-Hage.
- Mohammed Sadeek Odeh.
- Mohammed Rashed Daoud Al-Owhali.
- Mamdouh Mahmud Salim.
- Mustafa Mohammed Fadhil.
- Kahlfan Khamis Mohammed.
- Ahmed Khalfan Hailani.
- Fahid Mohammed Aly Salam.
- SyaiTh Ahmed Salim Swedan.
- Ali Mohammed.
- Adel Mohammed Abdul Almagid Bary.
- Ibrahim Hussein Abdelhadi Eidarons.
Lima dan tersangka di atas sudah mendekam di tahanan AS;
satu di Inggris. El-Hage dan Ali Mohammed tertangkap di AS.
Odeh dan Al-Owhali tertangkap di Kenya dan dibawa ke AS.
Tertuduh kelima, Salim, tertangkap di Jerman bulan September
1999 dan akan diekstradisi ke AS bulan Desember 1999. Khalid
Al-Fawwaz ditangkap di Inggris dan akan diekstradisi ke AS.
Sementara sepulnh lainnya masih buronan termasuk Osama bin
Laden. Sejak Juni 1999, Osama menjadi orang pertama dalam
urutan yang dicari oleh FBI dengan 5 juta dolar imbalan
untuk informasi penangkapan.
Terlepas dan semua yang dituduhkan, masih ada orang yang
berani mempertanyakan validitas tuduhan itu. Artikel di
The New York Times, "Kasus AS Melawan Bin Laden dalam
Pemboman Hanya Berdasarkan Ide" dengan tegas menyatakan
invaliditasnya. Artikel mempertanyakan sejauh mana legalitas
tuduhan itu. Hal serupa juga diangkat oleh Washington
Post bahwa tuduhan terhadap Osama hanyalah berdasarkan
gosip atau bukti tidak langsung.
Bagi Samiullah Koreshi
(Pakistan Observer, 9 Agustus 1999), akal sehat dan
indra yang normal akan sulit menerima semua tuduhan
keterlibatan Osama dalam setiap aksi dan Chechnya, Sudan,
Kenya, Yaman, sampai Filipina. Dan, ini, menurut Tim Weiner
di The New York, merupakan salah satu masalah besar
dan paling kompleks dalam sejarah investigasi kriminal
internasional Amerika.
Bagi pejabat Amerika, penangkapan Osama bisa menambah
komplikasi permasalahan. Mereka berkeyakinan bahwa bukti
pertama yang dipergunakan dalam mahkamah nanti akan sulit
melacak keterlibatan dia dalam peristiwa pemboman. Menurut
catatan, tidak ada satu pun informan yang terlibat dalam
kasus ini tahu persis keterlibatan Osama.
Jadi, sampai saat ini, para hakim penuntut kelihatannya
hanya menggiring Osama dengan implikasi "fatwa dan ide."
Menurut mereka, fatwa yang didengungkan dan Afghanistan ini
telah memancing kekerasan dan aksi terorisme di belahan
dunia lain. "Tugas saya hanya menyeru dan, dengan rahmat
Allah, kami berhasil. Beberapa orang menanggapi seruan itu,"
respons Osama dengan santai kepada majalah Time,
1/11/1999.
Mungkin karena kompleksitas investigasi kasus Bin Laden
ini yang membuat Amerika kewalahan. Hingga saat ini Amerika
belum kunjung bersedia menyerahkan bukti-bukti keterlibatan
Osama dalam berbagai aksi terorisme internasional. Kalau
memang AS punya bukti, lantas kenapa tidak diserahkan ke
Taliban? Alasannya, karena menghindari interpretasi
pengakuan terhadap Taliban dan untuk menjaga kerahasiaan
sumber informasi. Namun, secara faktual, menurut Dr.
Ijaz Hussain, kepala departemen HI Quaid Azam
Universitas Islamabad, alasan itu hanya dibuat-buat untuk
lari dari kenyataan apologis atas aksi militer AS yang
memang ilegal dan tidak bisa dibenarkan sama sekali.
Sebenarnya, kalau mau fair, AS dapat menerima tawaran
pengadilan Osama secara Islam oleh Taliban. Tawaran ini
ditolak AS dengan aasan tidak sekular dan bertentangan
dengan nilai-nilai Amerika. Namun, bukankah prinsip umum
hukum internasional menyatakan bahwa kriminal yang dicari
dapat diekstradisi atau diadili oleh negara yang
melindunginya?
Selama Taliban bersedia mengadili Osama di Afghanistan,
hendaknya AS dapat mengulurkan bantuan dan bukti-bukti.
Persidangan akan dilakukan secara terbuka dan diliput secara
internasional.
Kalau memang Taliban tidak bersedia dengan persyaratan
ini, maka AS akan punya alasan untuk menekan dan bahkan
memberi pelajaran kepada Taliban. Menurut Dr. Ijaz, mengutuk
sistem pengadilan dengan ini dan itu, sementara tidak pernah
melakukan pengadilan secara fair dan transparan terhadap
"ekstremis" Islam, tidak hanya bertentangan dengan
prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan hukum internasional,
namun juga berbau imperialisme budaya.
Kalau memang AS tetap bersikeras untuk mengejar Osama
dengan cara militer dan sukses membunuh atau menculiknya,
belum akan menyelesaikan masalah dasar terorisme. Dan,
bahkan, menurut Dr. Ijaz, merupakan proses penyemaian
permusuhan yang lebih "semarak" dan pemuda Islam
internasional. "Kalau memang kami belum mampu membalas
Amerika semasa hidup kami, biarkan Osama-Osama muda yang
memberi pelajaran," ujar Abdel Aziz, 43 tahun, simpatisan
asal Pakistan yang menamai bayi laki-lakinya, Osama.
|