Berburu Osama bin Laden lagi
Samiullah
Koreshi
Mengungkapkan pendapat mayoritas yang bisu akan sangat
bermanfaat kendati tidak terlalu berkesan. Mungkin hanya
elemen massa yang berpikiran religius saja yang akan
mengagitasi persoalan ini lebih jauh. Para intelektual
beranggapan bahwa peragaan otot negara adidaya tidak lebih
dari upaya mempertontonkan ketidak adilan sebuah kekuasaan
secara vulgar dengan pelanggaran norma-norma perundangan
internasional.
Rumor mengatakan bahwa sekarang ini agen-agen AS
berkeliaran bebas di Pakistan dan Afghanistan guna menangkap
dan menjerat Osama bin Laden. Setahun yang lalu, rudal-rudal
AS telah menghujani Khost dan menghancurkan tiga markas yang
dituduh sebagai tempat persembunyian Osama. Dia dituduh
menjadi otak peledakan bom di dua kedutaan AS di Kenya dan
Nairobi. AS juga telah menghancurkan pabrik di Sudan dengan
dasar "informasi" bahwa di sana diproduksi senjata-senjata
kimia. AS dengan bulat mengatakan bahwa Osama terlibat di
dalam peristiwa-peristiwa kriminal brutal itu.
Namun, dalam proses penghujanan Afghanistan dengan
rudal-rudal, AS juga melanggar wilayah udara Pakistan.
Beberapa dan rudal yang ditembakkan jatuh di wilayah
Baluchistan. Diyakini bahwa AS bermaksud menghantam
fasilitas uji coba nuklir Pakistan di Pegunungan Chaghi,
namun meleset.
Amerika terlalu berlebihan mempertontonkan aktivitasnya
karena mereka yakin bahwa mereka tak terjamah hukum, yakni
hukum internasional. Mereka dapat melanggar wilayah udara
negara Pakistan dan Afghanistan yang berdaulat, dan mereka
dapat menghakimi siapa yang teroris dan apa itu terorisme
serta berhak menangkap siapa saja yang dianggap dan dan
negara mana pun mereka. Mereka satu-satunya pemilik
keputusan dan fakta. Kelihatannya AS mengaku kebal dan
kesalahan. Mereka menganggap bahwa ada kebenaran tertinggi
untuk membuat pernyataan dogmatik. Semua keistimewaan ini
mereka rasakan karena mereka satu-satunya adidaya dunia.
Pada 1988, wilayah udara Pakistan dilanggar tanpa
diketahui Pakistan. Sementara itu, Badan Sentral Komando
Amerika sedang berada di Rawalpindi (dekat Islamabad) dan
tetap di sana hingga operasi penghujanan Khost selesai.
Pada tahun itu pula, tuduhan Amerika atas Sudan ternyata
keliru. Sudan yang malang berteriak bahwa tidak ada pabrik
kimia di sana. Setelah itu, terbukti bahwa tempat yang
dihujani bom memang tidak menyimpan atau memproduksi kimia,
dan Amerika ternyata secara brutal melakukan kesalahan
fatal. Namun, tidak ada satu pihak pun, baik dan organisasi
negara-negara Islam maupun PBB yang menuntut AS untuk minta
maaf atau memberikan kompensasi. Kesalahan ini dibungkus
sedemikian rupa untuk menyelamatkan reputasi polisi dunia
karena bagi mereka meminta maaf kepada Sudan adalah hal yang
memalukan.
Sekarang surat kabar Washington Post mengangkat
tuduhan kepada Osama yang terlibat di dalam peledakan
kedutaan dan mengatakan bahwa tuduhan itu semata hanya
berdasarkan bukti tidak langsung atau gosip. Sebagaimana
diketahui oleh insan hukum bahwa bukti tidak langsung tidak
dapat diterima di hadapan semua peradilan hukum. Itu hanya
desas-desus alias rumor bahkan lebih kecil daripada gosip
skandal first ladies dan first gentlemen di
dunia Barat.
Saya heran kalau ada manusia normal dapat menerima
tuduhan AS bahwa Osama terlibat di dalam hampir semua
tindakan kriminal, dari Chechnya, Sudan, Kenya, Yaman,
Saudi, sampai Filipina, dan hanya Allah yang tahu di mana
lagi AS mencap Bin Laden hampir di mana-mana dengan kekayaan
yang dia miliki, serta mendanai semua aktivitas di mana pun
adanya. Bukankah tuduhan ini terlalu kasar untuk ditelan
secara mentah-mentah. Seseorang akan tergoda untuk
melontarkan idiom Amerika "Go and tell it to the
marines." Itu omong kosong.
Bin Laden merupakan nama yang terpandang dengan
proyek-proyek miliaran dolar untuk perluasan dan keindahan
Al-Haramain Al-Syarifain. Sebagaimana dia juga adalah
seorang filantropis kenamaan.
Menjadi seorang Muslim yang sejati bukanlah tindakan
kriminal dan berupaya mensejajarkan Islam dengan terorisme
bukan saja tidak fair; melainkan benar-benar prasangka.
Orang yang memiliki pemahaman seperti itu tidak akan dapat
mengerti arus dan gelombang kebangkitan Islam dewasa ini.
Pendekatan seperti itu harus dihindari. Afghanistan adalah
negara Islam yang mengikuti tipe sistem yang mengaplikasi
ajaran Islam dan Bin Laden merasa lebih nyaman untuk tinggal
di sana.
Istilah baru Amerika "pluralisme" --yang ingin memberikan
lahan bagi semua ajaran-- hanya diterapkan untuk kepentingan
mereka dan mereka mengadopsi metode yang ambivalen saat
berhubungan dengan Islam, khususnya Taliban. Mereka boleh
bebas mengkritik, menyanggah, ataupun mengecam Taliban dan
corak keislamannya, tetapi mereka juga harus belajar
toleransi kepada orang, kultur, dan sistem yang lain. Mereka
tidak berhak memaksakan sesuatu kepada orang lain. ini
merupakan sikap yang dapat memukul keyakinan agama
Evangelisme walaupun itu dikemas serapi mungkin, namun tetap
salah kaprah dan salah alamat di dalam meletakkan
terminologi. Beberapa waktu yang lalu, harian Daily
(Karachi) yang bertendensi Barat, menerbitkan sebuah
surat Syaikh Omar yang disusupkan dari penjara dan
menceritakan perlakuan tidak senonoh yang diterimanya selama
ini . Perlakuan para penjaga penjara ini sangat menghina
kehormatannya dengan menggeledah sekujur tubuh Syaikh Omar
setiap kali selesai dikunjungi seseorang, bahkan bagian
tubuhnya yang sangat pribadi pun tidak luput dari sentuhan
dengan dalih penggeledahan barang-barang berbahaya. Lebih
dari itu, syaikh yang harus mematuhi hukum, pemerintah pun
harus demikian. Dan, berstatus adidaya tidak berarti bisa
bebas dan semua peraturan.
Paling tidak, AS harus lebih toleran kepada Osama bin
Laden yang keislamannya masih di dalam lingkaran aktivitas
normal yang punya legitimasi. Apalagi AS belum dapat
mengemukakan bukti-bukti keterlibatan Osama sebagai teroris
atau sebagai otak aktivitas terorisme. Perlu dipertegas
bahwa AS tidak di atas hukum internasional. Siapa saja yang
diburu oleh suatu negara, persoalannya masih tetap
kontroversial. Seseorang harus membuat daftar orang-orang
yang diburu untuk diserahkan, seperti Salman Rushdie atau
Komando Perang Teluk yang telah memorak porandakan rumah
sakit dan fasilitas sipil lainnya yang jelas melanggar
Konvensi Jenewa. Lebih jauh lagi, arogansi kekuasaan AS pada
masa sekarang ini telah menciptakan kesan di negara-negara
kecil bahwa Barat telah memprovokasi sebuah perang
peradaban.
Kalau AS tidak mengindahkan hal ini, bisa jadi AS akan
menuai permusuhan dan pemburuan orang-orang Islam. AS harus
menjaga citranya di Dunia Islam yang lebih bersifat mencela
dan dia harus berpikir memperbaiki citranya.
Bagaimanapun, Pakistan tidak mesti bekerja sama dengan AS
dalam upaya penangkapan atau penculikan Osama, atau
mengizinkan fasilitas agen AS untuk beroperasi di tanah
Pakistan dalam penjeratan Osama, sebagaimana dalam kasus
Ramzi Yousef dan Aimal Kanzi yang mendapat pengadilan tidak
fair di negara benteng kebebasan terbesar itu.
|