Osama bin Laden
Melawan Amerika

Editor: Ahmad Dhumyathi Bashori, M.A.

MEMBURU OSAMA BIN LADEN

Douglas Waller dan Peter Hawthorne

Pada 14 Oktober 1998, Jaksa Umum Janet Reno mengajak 200 polisi dan wilayah metropolitan Washington untuk datang ke markas FBI dalam rencana melakukan pelatihan penanggulangan kemungkinan serangan teroris di ibu kota negara. Pelatihan ini diberi sandi "Reaksi Kolektif". Empat skenario yang direncanakan pada pagi hari Rabu itu: serangan bom-mobil, serangan senjata kimia di tengah pertandingan sepak bola di Redskins Washington, pemasangan bahan peledak di gedung federal, dan upaya pembunuhan Menteri Luar Negeri Madeleine Albright. Latihan perang ini --yang bertujuan untuk membantu semua agen agar bekerja sama-- malah menimbulkan percekcokan dan saling tuding antar mereka.

Menurut pejabat negara, dapat dipahami kalau memang Reno meninggalkan tempat pelatihan gabungan tadi dalam keadaan resah dan tidak tenang. "Reaksi Kolektif" tidak menghasilkan apa-apa kecuali yang terjadi di lapangan. Di saat para polisi melakukan pelatihan gabungan --tanpa mengetahui siapa sebenarnya yang akan melancarkan serangan mematikan ini-- yang ada di benak Reno dan para pejabat administrasi Clinton hanya ada satu nama: Osama bin Laden. Markas besarnya di Afghanistan telah diluluh­lantakkan dengan serangan rudal dua bulan yang lalu (20 Agustus 1998). Jaringannya mungkin akan segera datang ke sini. Para sumber intelijen mengatakan kepada majalah Time bahwa mereka punya bukti kuat tentang kemungkinan rencana serangan Bin Laden yang paling berani --mungkin sekarang. Washington atau juga New York yang akan menjadi sasaran dalam pembalasan eye­for-an-eye. "Kami telah meratakan markas mereka, sekarang mereka akan pukul kami," ucap pembantu Departemen Luar Negeri.

Ide dan ilham pelatihan gabungan ini merupakan bagian dan yang pernah diucapkan oleh Albright sebagai "peperangan masa depan" (the war of the future) --pertempuran yang para prajurit musuhnya adalah teroris yang sukar diantisipasi dan dilacak. Mereka ini yang sedang dicari oleh agen-agen intelijen. Dalam hal ini, musuh adalah seorang yang berumur 41 tahun dengan rekening bank sekitar 100-300 juta dolar Amerika, dengan jaringan global dan kebencian yang sangat kepada Amerika serta keinginan untuk mengusir kekuatan ini dan ibu pertiwinya, Arab Saudi. Bagian dan perang berdarah ini terjadi pada 7 Agustus 1998, ketika agen-agen Bin Laden dituduh meledakkan dua kedutaan besar Amerika di Kenya dan Tanzania, yang menewaskan sekitar 224 orang, 12 di antaranya warga negara AS.

Dua serangan tersebut merupakan serangan teror yang paling dahsyat bagi Amerika yang terjadi di luar negeri sejak serangan bom atas barak marinir di Beirut tahun 1983. Kendati Washington sudah melancarkan serangan balasan hanya dalam tempo 13 hari dengan serangan rudal atas basis Osama di Afghanistan --pejabat AS masih menyembunyikan luka-luka dendam. Serangan Osama di Afrika Timur terjadi saat AS sudah melakukan kampanye rahasia selama empat tahun untuk mengontrol dan menghabisi aktivitasnya --peperangan model ini cukup melelahkan AS yang terkadang menang dan terkadang kalah. Agen-agen AS sudah melacak, menangkap dan menginterogasi jaringan teror Bin Laden di berbagai negara. Sekarang ada dua penyelidikan pemerintah --yaitu inspektor umum CIA dan Badan Penyidik Akuntabilitas Deplu AS-- untuk mencari jawaban pertanyaan yang tidak mudah dijawab: mungkinkah serangan di Afrika Timur dapat dihindari?

Jaringan untuk meringkus Osama mulai agak serius kira­kira dua tahun setelah peledakan WTC tahun 1993 terjadi --yang menewaskan 6 orang dan melukai lebih dan seribu orang. Pada malam bulan Februari 1995, sebuah helikopter berlalu lalang di atas Sungai Hudson ke kantor FBI di City Federal Plaza, New York. Di dalamnya, Ramzi Yousef (otak peledakan WTC yang baru tertangkap di Pakistan) duduk di samping kepala biro Lewis Schiliro dengan mata tertutup. Selama perjalanan menyeberangi Samudra Atlantik menuju AS, dengan nada bangga Ramzi mengatakan bahwa rencana dia sebenamya adalah menanam perangkat berhulu ledak yang besar di gedung kembar "110-story" yang mungkin akan menelan korban 250.000 orang baik di dalam maupun di luar gedung. Operasi ini gagal karena tidak dapat membeli dinamit yang cukup dan akhirnya memutuskan untuk meledakkan yang kecil saja.

Ketika helikopter mendekati WTC, anggota agen melepas penutup mata Ramzi. "Lihat!" ucap seseorang menunjuk ke arah gedung yang diledakkan Ramzi. "Gedung ini masih berdiri," sambungnya. Ramzi hanya berkedip dengan penuh harapan, "Di masa yang akan datang ... kalau saya punya uang lebih akan saya robohkan," komentarnya. Mendengar kata-kata ini, Schiliro, penanggung jawab investigasi FBI atas pemboman di Afrika, merasa dingin di sekujur tubuhnya. Para koleganya telah menemukan bukti bahwa teroris sekarang telah mendapatkan suntikan dana cash untuk mewujudkan ancaman dan gertakan kepada Amerika. Kelihatannya Ramzi punya seorang dermawan, milyuner asal Saudi bernama Osama bin Laden, orang yang di tahun 1980-an telah berhasil menyalurkan pejuang gerilya untuk memerangi Soviet di Afghanistan. Orang ini juga telah meninggalkan negeri kelahirannya setelah dituduh memprovokasi gelombang oposisi fundamentalis untuk merongrong keluarga kerajaan.

Sampai di sini, FBI dan CIA menganggap Bin Laden sebagai "Gucci Terorist" dengan kantong tebal dan mulut besar. Pada mulanya, para pengikut Bin Laden terdiri dan veteran perang Afghanistan yang dapat dikatakan tidak terkoordinasi secara rapi di bawah payung yang disebut Al-Qaeda. Tapi Bin Laden terus mengembangkan organisasinya menjadi sebuah liga yang bergerak di berbagai negara. Akhirnya, pendukung dan simpatisan Al-Qaeda ini dituduh bertanggungjawab atas penyerangan terhadap pasukan AS di Somalia, Yaman, dan Arab Saudi. Tidak hanya itu, mereka juga tertuduh merencanakan penculikan personal militer AS di negara-negara Teluk, serta tuduhan kemungkinan memiliki rudal Stinger buatan AS warisan jihad Afghan. Selanjutnya, pejabat intelijen menyingkap bahwa sejak tahun 1993, Bin Laden sudah berburu senjata nuklir. Pasar pertama yang dibidik Osama adalah senjata berhulu ledak nuklir di pasaran gelap Rusia. Namun, rencana itu dibatalkan karena tidak ditemukannya pasar tersebut. Sebagai alternauf, para agen Bin Laden berkeliaran di berbagai negara pecahan Soviet untuk menemukan uranium yang sudah diperkaya dan komponen persenjataan yang dapat dirakit.

Untungnya, "Penanggungjawab pengadaan senjata ini bukan seorang ahli fisika sehingga dapat dikelabui penjual dengan mudah," ucap pejabat Departemen Energi. Uranium yang ditawarkan ternyata berubah menjadi bahan bakar reaktor yang bermutu rendah yang tidak dipakai untuk persenjataan. Ada lagi yang ingin menjual kepada mereka sampah radioaktif yang dianggap sebagai "red mercury", yang diperkirakan sebagai bom Rusia yang mematikan. Akan tetapi, menurut CIA, ini tidak pernah ada di dalam arsenal Rusia. Osama yang frustrasi, akhirnya beralih ke persenjataan kimia yang relatif lebih mudah diproduksi.

Walaupun intelijen AS belum berhasil membidik persembunyian pabriknya, mereka tetap mencurigai Sudan. Di sini Bin Laden sempat tinggal selama lima tahun sebelum hengkang ke Afghanistan pada 1996. Dengan bantuan para pejabat Sudan, Bin Laden berhasil menguji coba senjata urat saraf yang dapat dipasang di bom atau dengan tembakan artileri.

Pada akhir tahun 1995, Presiden Bill Clinton telah menanda­tangani perintah top-secret, yang disahkan oleh Komite Intelijen Kongres. Perintah ini telah menugaskan CIA untuk memulai suatu operasi penghancuran jaringan terorisme Bin Laden. Pusat agen kontra-terorisme --berkantor di ruangan kecil tanpa jendela dengan 200 pegawai di markas besar CIA Langley, Va.-- telah membentuk pasukan khusus untuk membekuk Osama bin Laden. Para analis bertugas membaca setiap media dan kata yang ditulis atau dibaca orang Saudi. Perangkat komputer yang canggih dan lengkap dengan sistem dan program "jaringan analisis" sangat sibuk mencetak semua diagram jaringan kerja Osama. Di sini semua data ribuan pejuang Muslim dengan tingkatan-tingkatan aliansi yang berbeda dan hampir lusinan negara diidentifikasi. Pada awal 1996, sumber intelijen mengatakan kepada majalah Time bahwa CIA juga sudah memulai perencanaan "membekuk" Osama dari negara asing dan memboyongnya ke AS untuk disidang. Akan tetapi, Bin Laden selalu dapat menghindar dari negara-negara tersebut saat AS sudah siap untuk menangkap --termasuk Qatar dan Kuwait.

Karena kompleksnya upaya penjaringan Osama, CIA meluncurkan berbagai program rahasia untuk menjebol jaringannya. Dengan menggunakan informan plus komputer anti­terorisme sentral yang dapat melacak semua paspor dunia, CIA dapat mengetahui semua jaringan Osama di seluruh dunia. Kalau sudah ketahuan, dengan mudah Amerika dapat mencantumkan jaringan ini kepada staf keamanan lokal untuk menangkap atau mendeportasi dan mengizinkan agen untuk melacak semua materi yang tertinggal di tempat tinggalnya. Dalam banyak kasus, CIA tidak tahu persis "apa yang dikerjakan oleh tiap-tiap orang," ujar pejabat intelijen, "hanya dengan mengetahui bahwa dia bekerja sama dengan organisasi teror, kami akan bereskan dia."

Satu operasi akan membongkar jaringan yang lebih luas. Sebagai contoh, seorang analis CIA menyelidiki satu berkas dengan coretan tidak dipahami yang ditemukan di dalam satu operasi penggerebekan, dan ternyata itu merupakan nomor telepon Osama di negara lain. Selanjutnya nomor ini akan menjadi target berikutnya dan akan membongkar bukti-bukti lain.

CIA juga punya "operasi penjaringan" serupa yang sedang dilakukan di Kenya satu tahun sebelum pemboman. Tempat agen yang berada di Nairobi merupakan pusat yang paling sibuk di Afrika, bertanggung jawab untuk mengawasi semua negara yang hancur karena perang, seperti Somalia, Sudan, Rwanda, dan Republik Demokratik Kongo. Di Kenya, CIA dan pejabat keamanan kedutaan yakin bahwa ancaman kepada Amerika merupakan tindakan kriminal biasa. Akan tetapi, risiko teror terselubung tidak sampai mencuat ke permukaan. Nairobi merupakan tempat transit agen-agen intelijen Iran dan Sudan. Di sini, sepanjang pantai bagian Samudra Hindia terdapat banyak veteran perang Afghanistan yang direkrut oleh Bin Laden sebagai agennya.

Pada bulan Agustus 1997, CIA telah berhasil melacak jaringan Osama di kota Nairobi. Para agen meyakini bahwa jaringan ini dikomandoi oleh Wadih el-Hage, seorang Lebanon yang berkewarganegaraan Amerika dan menurut dokumen peradilan dia pernah menjadi sekretaris pribadi Osama. Washington sudah mengirim permohonan rahasia kepada pemerintah Kenya di Nairobi untuk menangkap Wadih el-Hage. Dalam beberapa minggu, polisi Kenya yang terkadang ditemani agen FBI mulai mendatangi kediaman el-Hage di Nairobi, menggeledah kamar­kamarnya dan merampas disket-disket komputer serta mengancamnya bahwa dia akan dihadapkan ke mahkamah kalau masih tetap berada di Kenya.

Penggerebekan tidak pernah menemukan daftar anggota jaringan secara jelas, tetapi setiap operasi dapat melacak beberapa anggota yang terlibat. Ada ketikan terbentang di layar monitor komputer el-Hage: "laporan keamanan" yang ditujukan kepada pembantu senior Osama dengan keluhan bahwa "jaringan dalam keadaan 100% bahaya" karena permusuhan agen-agen intelijen. Agen FBI meyakini bahwa yang membuat laporan adalah Abdullah Mohammed Fazul, orang yang dudentifikasi CIA sebagai kolega jauh el-Hage. Dia yang kemudian hari didakwa sebagai otak perencana pemboman kedutaan setahun kemudian. El-Hage akhirnya hijrah dengan keluarganya ke Texas, di sana dia hidup sebagai tukang ban hingga penangkapannya di musim gugur dengan tuduhan konspirasi pemboman di Afrika.

Pada saat yang sama, stasiun CIA mencium adanya indikasi bahaya setelah seseorang berjalan masuk ke dalam kedutaan di Nairobi pada September 1997. Orang yang tidak dikenal ini melaporkan perihal delapan orang Arab yang bekerja di LSM Islam lokal yang punya hubungan dengan kelompok Osama. Setelah dikonfirmasi, ternyata hubungan yang ada tidak secara langsung, maka pemerintah Kenya mengantisipasi dengan mendeportasi mereka ke negara mereka masing-masing, sedangkan pejabat CIA langsung menggeledah serta menyelidiki semua dokumen yang mereka tinggalkan.

Sekarang pejabat Deplu mempertanyakan, apakah CIA tidak melacak atau mengabaikan kemungkinan penyerangan di dokumen tersebut. Pejabat intelijen bersikeras mengatakan bahwa bukti-bukti itu tidak memberikan indikasi adanya kemungkinan pemboman. Yang jelas bagi mereka bahwa Osama punya jaringan di kota Nairobi dan CIA sudah melaporkan hal itu kepada kedutaan saat itu. Akan tetapi, agen tidak mengetahui apa rencana dan inisiatif yang harus dilakukan. Memang Bin Laden sudah membuat ancaman-ancaman secara publik kepada Amerika, tetapi CIA memperkirakan itu tidak akan terjadi di Afrika Timur karena pangkalau militer AS yang sangat dibenci tidak berada di sana, tetapi di negara-negara Teluk.

Dua bulan kemudian, November 1997, seorang informan lain datang ke kedutaan di Nairobi. Dia adalah Mustafa Mahmoud Said Ahmed, asli Mesir. Dia mengingatkan adanya rencana teroris untuk membom kedutaan dengan bom mobil dan mengungkapkan rencana serangan tersebut secara mendetail --persis seperti yang benar-benar terjadi sembilan bulan kemudian. (Dia kemudian ditangkap di Daressalam dengan tuduhan pemboman kedutaan AS di Tanzania.)

Dalam beberapa hari pejabat CIA terus menginterogasi Ahmed, tetapi akhirnya disimpulkan bahwa dia hanya membuat­buat. Kalau memang dia seorang informan yang dipercaya, agen tidak jarang langsung melakukan penyelidikan dan pelacakan, serta menugaskan tim samaran. Tim ini yang akan bersiaga penuh di kedutaan, dengan diperlengkapi perangkat pengindra malam dan petang hingga fajar serta mengintai dan jendela setiap gerak-gerik teroris yang mendekat gedung. Tidak ada tim samaran yang dikerahkan di Nairobi. Sebaliknya, stasiun keamanan di Kenya hanya mengirimkan laporan peringatan lain. Ahmed kemungkinan hanya mengarang-ngarang cerita, tetapi bisa jadi dia memang bercerita hal sebenarnya atau dia hanya mendekati kedutaan untuk mengecek sistem keamanan yang ada.

Itu reportase pejabat keamanan kedutaan yang sungguh tidak masuk akal. Peringatan sudah mengungkapkan segala sesuatu yang akan terjadi, tetapi tidak berbuat apa-apa. Walaupun demikian, keamanan tetap diberlakukan secara ekstra ketat di depan dan belakang gedung. Para pejabat keamanan yang terancam meyakinkan Dubes Prudence Bushnell untuk melayangkan surat kepada Albright mengingatkan bahwa kedutaan sangat terancam dengan bom mobil. Sayanguya, Nairobi belum termasuk dalam daftar negara yang menjadi prioritas dengan pertimbangan keamanan yang diperketat.

Setelah sembilan bulan kemudian, Afrika Timur lepas dari layar radar intelijen. Tidak ada lagi reportase ancaman teror yang dilayangkan CIA kepada kedutaan di Nairobi. Dalam keadaan seperti ini, mungkin saja ada indikasi bahwa sesuatu mungkin akan terjadi dengan mulus. Jaringan teror bergerak dengan tenang sebelum mereka benar-benar menyerang. Dalam perkiraan CIA, mereka sudah berhasil menggagalkan jaringan Osama. Akan tetapi, saat masa tenang, "tim-B masuk," ucap pejabat intelijen AS. Mohammed Rashed Daoud Al-Owhali dan Mohammed Sadeek Odeh, yang mendapat latihan perangkat ledak di markas Osama, akhirnya bergabung dengan Fazul di Nairobi untuk mengoordinasi serangan.

Pada musim semi 1998, satu tim minor dan CIA-FBI yang diparkir di perbatasan Pakistan dan Afghanistan yang disebut dengan "zero line" mengoleksi dokumentasi intelijen atas diri Bin Laden. Sementara di Langley, CIA dan pejabat pasukan operasi khusus merancang rencana kontingensi untuk menerjunkan pasukan komando dalam berburu Osama di daratan Afghanistan. Namun Direktur CIA, George Tenet, menolak rencana ini karena khawatir akan terlalu banyak menelan korban pihak AS. Pada bulan Juni, agen kelihatannya berhasil. Dengan bekerja sama dengan kepolisian Albani, pejabat CIA dapat menangkap empat orang Osama yang berafiliasi dengan kelompok Al-Jihad Al-Islami Mesir, yang berencana membom kedutaan besar AS di Tirana.

Pada tanggal 7 Agustus 1998, matahari pagi belum sempat terbit ketika Langley digetarkan oleh ledakan bom dahsyat di Afrika Timur. Hanya dalam hitungan jam, pejabat CIA bidang kontraterorisme mulai sibuk memenuhi "fusion center", ruangan kecil yang dipenuhi perangkat komputer untuk memonitor krisis teror di luar negeri dengan layar lebar yang menampilkan foto­foto satelit. Bakaran cerutu yang dibuang Tenet ke atas karpet saat meluapkan kegembiraannya setelah tertangkapnya Mir Amal Kasi (orang yang tertuduh membunuh dua pekerja agen ini di luar Langley) oleh pejabat CIA di Pakistan masih membekas. Korban yang jatuh di Afrika terlalu tinggi sehingga harus benar­benar menegangkan para pejabat CIA ini . Hampir dapat dipastikan langsung setelah itu bahwa pejabat CIA mengetahui siapa yang berada di belakang pemboman di Nairobi dan Daressalam. Tuduhan sudah tentu ke jaringan Osama bin Laden. Setelah peristiwa tragis ini, terbukti bahwa operasi pembersihan jaringan ini yang telah berjalan tahun lalu ternyata gagal menghancurkan sarang teroris.

Kesimpulan CIA semakin kuat setelah beberapa hari. FBI menangkap Odeh dan Al-Owhali dan menahan mereka di Nairobi. Di sini mereka mulai membongkar banyak rahasia. Operasi penjaringan Osama dan simpatisannya ternyata keropos, dan informan lainnya mulai membongkar bahwa Bin Laden ternyata punya rencana besar, menyerang kedntaan-kedutaan besar AS di Afrika, Asia, dan Timur Tengah.

Walaupun AS segera memperlihatkan ototnya dengan memuntahkan 80 rudal di atas markas Bin Laden yang ternyata berhasil membungkam jaringannya selama empat bulan, Washington tetap menganggap bahwa Bin Laden merupakan ancaman terbesar. Gedung Putih telah memerintahkan dilakukannya berbagai upaya untuk melumpuhkan semua jaringan teror Osama, tetapi sampai sekarang operasi-operasi tersebut belum berhasil secara memuaskan. Pejabat Departemen Keuangan belum berhasil melakukan terobosan untuk menutup keran finansial imperium Osama karena temyata kebanyakan investasi Bin Laden ditanam di berbagai perusahaan Eropa atau Afrika yang tidak dapat dijangkan oleh sanksi-sanksi ekonomi serta bukan dalam bentuk dolar AS (yang tidak memungkinkan Depkeu AS untuk melacaknya). Begitu juga dengan Deplu, belum juga berhasil meyakinkan penguasa Afghanistan, Taliban, untuk menangkap Bin Laden atau mendeportasinya sehingga FBI dapat mengajukannya ke pengadilan.

Pentagon juga masih berupaya keras untuk melancarkan serangan, dan CIA terus melanjutkan operasinya dalam penangkapan orang-orang Bin Laden. Baru-baru ini, kolega-koleganya telah berhasil diringkus di Inggris dan Jerman. Tiga bulan yang lalu, sumber intelijen mengungkapkan kepada Time bahwa CIA juga telah berhasil meringkus lingkaran Bin Laden yang telah merencanakan peledakan kedutaan AS di Baku, Azerbaijan. Setelah diidentifikasi, teroris Mesir ini berhasil dideportasi ke Kairo.

Washington tetap yakin bahwa Bin Laden akan melancarkan serangan balik. Dan kalau memang ternyata dia berhasil menumpahkan darah lagi, berarti semua operasi penangkapan dia selama ini benar-benar gagal mencegah serangan terbaru. Karena di dalam kalkulus terorisme, yang berhasil memukul terakhir adalah pemenang sementara. "Permainan masih dimenangkan Osama sampai dia benar-benar pergi," ucap pembantu Gedung Putih mengakui. "Itulah persoalan yang kami hadapi." Kalau memang demikian, ini adalah peperangan --untuk sekarang ini-- yang tak berakhir.


OSAMA BIN LADEN MELAWAN AMERIKA
Editor: Ahmad Dhumyathi Bashori MA.
Penerbit: Penerbit Mizan, Jln. Yodkali No. 16, Bandung 40124
Cetakan 1, Rajab 1421 /Oktober 2000
Telp.(022) 700931 Fax.(022) 707038

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.