Pria Yang Sangat dibenci
Amerika
Prof. Khalid
Mahmud
Mengapa Osama kembali menjadi berita utama di berbagai
media setelah lama tidak diperbincangkan? Persembunyiannya
tidak diketahui, bahkan mungkin juga oleh FBI.
Dia sudah lama tidak muncul dan persembunyiannya atau
memberi pernyataan publik yang punya konsekuensi politis.
Dan sampai saat ini belum ada indikasi kuat yang mengatakan
bahwa pengikutnya dalam keadaan siap siaga untuk melancarkan
serangan baru. Bahkan orang yang masuk dalam target buruan
AS ini semakin diblokir hampir di semua lini. Amerika senang
untuk membenci dia, tapi dia tidak terlalu menghiraukan apa
yang sedang direncanakan AS.
Six-Plus-Two di kota Tashkent diadakan, di antara
persoalan-persoalan yang tercantum dalam kesepakatan dengan
Taliban adalah keberadaan Osama di Afghanistan. Amerika
sudah bertekad bulat menemukan dia hidup atau mati, dan
masih ada kesempatan untuk melayangkan pesan ke Kabul.
Akan tetapi, Taliban adalah "makhluk" lain yang tidak
terbiasa berkomunikasi dengan riak gelombang yang sama.
Tidaklah aneh ketika konferensi itu gagal, kepala delegasi
negosiasi Taliban mengatakan, "Terlalu aneh untuk mewujudkan
perdamaian di Afghanistan jika harus ada Amerika."
Desas-desus pendaratan pasukan komando AS di Pakistan
santer terdengar, dengan rencana penyerangan masuk ke
Afghanistan. Beberapa harian dalam bahasa Urdu mengatakan
bahwa komando AS telah siap untuk dilepas dengan misi ini.
Terlepas dan apakah isu ini berdasar atau tidak, yang jelas
pemerintah Pakistan sudah terjebak dalam sikap yang salah.
Menteri Dalam Negeri, Chaudhry Shujaat Hussain seharusnya
mengeluarkan pernyataan bahwa Pakistan tidak akan
memperkenankan teritorialnya dipergunakan untuk operasi apa
pun terhadap Osama bin Laden.
Pada Agustus 1998, AS menembakkan rudal-rudal yang
menghancurkan tempat berlatih dekat Durand Line, menewaskan
26 orang Akan tetapi, tembakan rudal-rudal pembalasan AS
luput dari sasaran utama. Osama sedang tidak berada di
tempat yang dituduh sebagai tempat markas operasional. Di
antara mereka yang terbunuh adalah warga Pakistan, yang
secara sukarela telah pergi untuk jihad.
Jelaslah bahwa target serangan AS adalah tempat berlatih
mujahidin Kashmir. Kesalahan mengidentiflkasi sasaran tembak
mengakibatkan AS harus mengakui kompleksitas operasi
penjaringan Osama. Kelompok militan Islam terus menyuarakan
rencana pembalasan atas serangan dan agresi membabi buta
ini. Sentimen anti-AS kian meningkat di kalaugan rakyat
Muslim. Di tengah pernyataan pemerintah yang mengatakan
tidak mengetahui rencana serangan AS tersebut, banyak timbul
kecurigaan di kalaugan rakyat akan "sandiwara"
Islamabad.
Untuk memperlihatkan kecurigaan mereka atas sandiwara
pemerintah Islamabad, rakyat bahkan tidak percaya kalau
rudal-rudal tersebut benar-benar ditembakkan dari Samudra
Hindia. Beberapa kritikan ditujukan kepada Islamabad tentang
penerapan standar ganda, menuduh Islamabad mencoba "berlari
dengan kelinci dan berburn dengan anjing buru."
Kecurigaan ini bukan tanpa alasan. Hal ini diperkuat
dengan kesepakatan Washington berkenaan dengan proyek
perencanaan AS yang mengancam wilayah ini. Sikap pro-India
AS dalam dispensasi regional bukan tanpa alasan dan banyak
orang yang menentang, "Mengapa mereka terlalu meributkan 600
militan Kashmir yang menduduki dataran tiuggi Kargil?"
Selama ini pertikaian di Cans Kontrol di Kashmir tidak
begitu meresahkan Amerika. Banyak orang Pakistan yang enggan
membeli "kengerian konfrontasi nuklir" sebagai niat untuk
menarik simpati AS di Kargil. Menurut pengkritik, ini
merupakan upaya membuka peluang menemukan legitimasi status
quo di Kashmir sebagai sebuah penyelesaian akhir.
Kampanye India yang sudah lama berlangsung terhadap
"terorisme perbatasan" di Kashmir dapat mencuri hati Amerika
walaupun dulu Amerika sempat lama "menjalin cinta" dengan
kelompok fundamentalis Islam yang berujung dengan peperangan
militan di Afghanistan. Sejak berakhirnya kekuasaan Merah di
Kabul, terlalu banyak "air" mengalir dari sungai di sana
yang akhirnya menjadi bumerang, dan Amerika tidak perlu lagi
mensponsori jihad untuk mengalahkan musuhnya.
Kini mujahidin menjadi kata tabu dan "setan" baru bagi
Washington yang tidak perlu dikampanyekan untuk menarik
simpati dunia, tidak terkecuali mujahidin di Kashmir.
Amerika berinisiatif untuk "menjinakkan setan ini sebelum
mekar menjadi bunga" yang ternyata cepat tumbuh menjadi
sumber ancaman baru, bagi hal yang mereka sebut ke jalan
hidup yang beradab (civilized way of life). Memang
Amerika belum secara terang-terangan mendeklarasikan perang
terbuka dengan mujahidin di Kashmir, walau sudah ada satu
kelompok --Harkat-ul-Ansar-- yang dinyatakan sebagai
kelompok teroris. Namun, ada indikasi yang menunjukkan bahwa
Amerika melihat kemungkinan bahaya yang timbul dan
"internasionalisasi" perjuangan rakyat Kashmir.
Taliban belum mendapat dosis pukulan yang lebih
menyakitkan, khususnya dalam kasus Osama. Di antara alasan
yang dapat diberikan adalah bahwa AS tidak terlalu
bersikeras menetralisasi rezim di Kabul yang diasumsi cocok
untuk mengimbangi pengaruh Iran. Reportase sekitar tawaran
negosiasi Taliban kepada AS dalam ekstradisi Osama merupakan
suatu langkah mengejutkan. Namun tawaran ini menurut AS,
jauh dari harapan karena persetujuan Osama harus menjadi
prasyarat dalam negosiasi.
Dan semua pertimbangan, Taliban agak kecewa dengan sikap
pemerintah Islamabad. Pemimpin tertinggi Taliban, Mulla
Muhammad Omar, menyampaikan kekecewaannya melalui Maulana
Fazlur Rahman (pimpinan jamaat Ulama Islam) tentang terhadap
Kuwait pada 1990, merupakan provokasi bagi kekuatan agama.
Laporan yang ditulis seorang mahasiswa Saudi di Harvard ke
Deplu AS pada akhir 1998, mengatakan bahwa pemboman itu
terjadi, pertama di Riyadh dan kedua di Dhahran, bukan
berasal dan unsur luar. Akan tetapi, itu berasal dan mitra
strategis AS, yaitu "sekte Wahabi arus-utama".
Ada sedikit hal yang menarik, kini Osama bin Laden muncul
menjadi seorang pahlawan sejati di Dunia Islam, terlebih
lagi bagi rakyat Pakistan. Menurut reportase di News
Week, rakyat benar-benar kagum dengan keberaniannya
menentang AS. "Masyarakat di Dunia Islam sudah begitu muak
dengan arogansi AS," tulis harian berbahasa Prancis, Le
Monde, pada September 1998. "Semua kekuatan Pentagon
mungkin dapat dikerahkan untuk menaklukkan terorisme, tetapi
itu tidak akan pernah dapat efektif membabat habis sampai ke
akarnya selama keresahan dan kebencian Dunia Islam masih
tumbuh dan ini yang terus memompa resistensi yang
persisten," seperti dikutip seorang penulis editorial
Mesir.
Seseorang tidak harus menjadi seorang Muslim yang fanatik
untuk mempertanyakan peranan yang dikembangkan AS dewasa
ini. Bahkan mereka yang tidak mendapatkan alasan apa pun
untuk bergabung dengan jihad yang dikumandangkan Osama,
tidak ingin dituding sebagai antek penguasa yang turut
mengekalkan orde dunia yang tidak adil, hanya karena
mendukung kebijakan AS. Le Monde mengatakan bahwa AS
telah menjebak dirinya di dalam "perang peradaban", dan
mendorong upaya-upaya untuk memperluas "perpecahan antara
Dunia Islam dan Barat".
Setengah bulan yang lalu, ABC News melaporkan bahwa Osama
berada pada tahap akhir rencana serangan barunya atas AS.
FBI tidak memberi konfirmasi tentang kebenaran isu itu,
namun segala persiapan dan pengamanan instalasi AS
diperketat dan disiapsiagakan, baik di Afrika maupun di
Timur Tengah. Sebelumnya, dua pejabat tinggi AS, Madeleine
Albright dan kemudian William Cohen, masing-masing
membatalkan kunjungan resminya ke Albania. Para pengamat
menilai bahwa alarm sudah dipersiapkan untuk mengantisipasi
kemungkinan serangan Osama. Dan ini mungkin akan menjadi
justifikasi bagi mereka untuk mengulangi serangan ke
Afghanistan.
AS yang kecanduan kekuasaan tidak memandang aksentuasi
"konflik peradaban" sebagai kekeliruan. kalau memang benar
mereka terus mengumbar kampanye vendetta, mungkin AS
akan kehilangan kolega di Dunia Islam. Ironisnya, dilaporkan
bahwa Mulla Omar mengatakan kepada Pangeran Saudi dalam
kunjungannya ke Afghanistan, 'Allah telah menganugerahkan
segala sesuatu dalam jumlah yang tidak terhitung, mengapa
Anda mesti mengemis kepada AS?'
|