|
Hadits 57
"Perselisihan di antara umatku adalah
rahmat."
Hadits ini tidak ada sumbernya. Para pakar hadits
telah berusaha mendapatkan sumbernya dengan meneliti dan
menelusuri sanadnya, namun tidak menemukannya. As-Subuki
mengatakan, "Hadits tersebut tidak dikenal di kalangan para
pakar hadits dan saya pun tidak menjumpai sanadnya yang
sahih, dha'if ataupun maudhu'. Pernyataan itu ditegaskan dan
disepakati Syeikh Zakaria al-Anshari dalam mengomentari
tafsir al-Baidhawi II/92. Di situi a mengatakan,
"Dari segi maknanya terasa sangat aneh dan menyalahi apa
yang diketahui para ulama peneliti." Ibnu Hazem dalam
al-Ahkam fi Ushulil-Ahkam, V/64 menyatakan, "Ini
bukan hadits." Barangkali ini termasuk sederetan ucapan yang
paling merusak dan membawa bencana. Bila perselisihan dan
pertentangan merupakan rahmat, pastilah kesepakatan dan
kerukunan itu merupakan kutukan. Ini tidak mungkin diucapkan
apalagi diyakini oleh kaum muslimin yang berpikir tenang dan
teliti. Masalahnya, hanya dua alternatif yakni bersepakat
atau berselisih,yang berarti pula rahmat atau kutukan
(kemurkaan). Menurut saya, kata-kata ini akan berdampak
negatif bagi umat Islam dari masa ke masa. Perselisihan yang
disebabkan perbedaan antar mazhab benar-benar telah mencapai
klimaksnya, bahkan para pengikut mazhabyang fanatik tidak
segan-segannya mengafirkan pengikut mazhab lain.Anehnya,
jangankan para pengikut mazhab, para pemimpin atau para
ulamanyapun yang mengetahui syariat dan ajaran Islam tak
seorang pun yang berusaha kembali kepada Al-Qur'an dan
As-Sunnah Nabawiyah yang sahih padahal,itulah yang
diperintahkan oleh para imam mazhab yang mereka ikuti.
Imam-imam yang menjadi panutan mereka itu telah dengan tegas
berpegang hanya pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, ijma,dan
qiyas. Karena itulah para imam dengan tegas pula menyatakan
secara bersama, "Bila hadits itu shahih, maka itulah
mazhabku. Dan bila ijtihad atau pendapatku betentangan
dengan al-Qur'an dan Sunnah yang shahih, ikutilah Qur'an dan
Sunnah serta campakanlah ijtihad dan pendapatku." Itulah
mereka.
Ulama kita dewasa ini kendatipun mengetahui dengan pasti
bahwa perselisihan dan perbedaan tidak mungkin dapat
disatukan kecuali dengan mengembalikan kepadasumber
dalilnya, menolak yang menyalahi dalil dan menerima yang
sesuai dengannya, namun tak mereka lakukan. Dengan demikian,
mereka telah menyandarkan perselisihan dan pertentangan ada
dalam syariat.Barangkali ini saja sudah cukup menjadi bukti
bahwa itu bukan datang dari Allah, kalau saja mereka itu mau
benar-benar mengkaji dan mempelajari Al-Qur'an serta
mencamkan firman Allah dalam suratan-Nisa' ayat 82, yang
artinya:
"... Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya." (anNisa': 82)
Ayat tersebut menerangkan dengan tegas bahwa perselisihan
dan perbedaan bukanlah dari Allah. Kalau demikian,bagaimana
mungkin perselisihan itu merupakan ajaran atau syariat yang
wajib diikuti apalagi merupakan suatu rahmat yang diturunkan
Allah? La haula wala quwwata illa billah!
Karena adanya ucapan itulah, banyak umat Islam setelah
masa para imam --khususnya dewasa ini -- terus berselisih
dan berbeda pendapat dalam banyak hal yang menyangkut segi
akidah dan amaliah. Kalau saja mereka mau mengenali dan
mencari tahu bahwa perselisihan itu buruk dan dikecam
Al-Qur'an dan Sunnah, pastilah mereka akan segera kembali ke
persatuan dan kesatuan.
Ringkasnya, perselisihan dan pertentangan itu dikecam
oleh syariat dan yang wajib adalah berusaha semaksimal
mungkin untuk meniadakan dan menjauhkannya dari umat Islam
sebab hal itu menjadi penyebab utama melemahnya umat Islam
seperti yang difirmankan Allah:
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu..." (al-Anfal:
46)
Adapun merasa rela terhadap perselisihan dan menamakannya
sebagai rahmat jelas sekali menyalahi ayat Qur'an dan
hadits-hadits sahih. Dan nyatanya ia tidak mempunyai dasar
kecuali ucapan di atas yang tidak bersumber dari
Rasulullah.
Barangkali muncul pertanyaan: para sahabat Rasulullah
telah berselisih pendapat, padahal mereka adalah
seutama-utamanya manusia. Lalu apakah rnereka juga termasuk
yang dikecam Al-Qur'an dan Sunnah? Pertanyaan semacam itu
dijawab oleh Ibnu Hazem: Tidak! Sama sekali, tidak! Mereka
tidak termasuk yang dikecam Al-Qur'an dan Sunnah, sebab
mereka masing-masing benar-benar mencari mardhatillah dan
demi untuk-Nya semata. Di antara mereka ada yang mendapat
satu pahala karena niat yang baik dan kehendak demi
kebaikan. Sungguh telah ditiadakan dosa atas mereka karena
kesalahan yang telah mereka lakukan. Mengapa? Karena mereka
tidak sengaja dan tidak bermaksud (berselisih) dan tidak
pula meremehkan dalam mencari (kebenaran). Bagi mereka yang
mendapat kebenaran baginya dua pahala. Begitulah umat Islam
hingga hari kiamat nanti.
Adapun kecaman dan ancaman yang ada dalam Al-Qur'an dan
Sunnah ditujukan bagi mereka yang dengan sengaja
meninggalkan Qur'an dan sunnah setelah keduanya sampai di
telinga mereka dan adanya dalil-dalil yang nyata di hadapan
mereka serta kepada mereka yang menyandarkan pada si Fulan
dan si Fulan, bertaklid dengan sengaja demi satu ikhtilaf,
mengajak pada fanatisme sempit ala jahiliah demi menyuburkan
firqah. Mereka sengaja menolak Al-Qur'an dan Sunnah
Nabawiyah. Kecaman dan ancaman tadi khusus untuk mereka yang
bila isi Qur'an dan Sunnah sesuai dengan hawa nafsu dan
keinginannya lalu mereka ikuti; tetapi bila tidak sesuai,
mereka kembali pada ashabiyah jahiliahnya.
Karena itu, berhati-hati dan waspadalah terhadap semua
itu bila Anda mengharap keselamatan dan kesuksesan pada hari
yang tiada guna harta dan keturunan kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Lihat al-Ihkam
fi Ushulil-Ahkam, V/67-68).
|