|
Hadits 83
"Sebaik-baik pengingat (untuk berzikir)
adalah tasbih."
Hadits ini maudhu'.
Telah diriwayatkan oleh ad-Dailami dalam kitabnya Musnad
al-Firdaus. Menurut saya, sanad hadits tersebut dari
awal hingga akhir semuanya gelap, sebagian majhul dan
sebagiannya lagi tercela. Kemudian Ummu al-Hasan binti
Ja'far tidak ada biografinya, sedangkan Abdu Samad bin Musa
telah disebutkan oleh adz-Dzahabi dalam kitab
al-Mizan seraya mengutip pernyataan al-Khatib yang
berkata bahwa para ulama telah menyatakannya sebagai perawi
yang lemah. Kemudian lebih jauh adz-Dzahabi berkata, "Abdus
Samad juga terbukti telah meriwayatkan hadits-hadits munkar
dari kakeknya, Muhammad bin Ibrahim."
Menurut saya, barangkali itulah kelemahan hadits ini dari
segi sanadnya. Adapun maknanya adalah batil. Alasannya
sebagai berikut:
- Tasbih (rosario: alat yang digunakan untuk bertasbih,
tahmid, atau takbir; penj.) itu tidak dikenal di zaman
Rasulullah saw. Jadi, merupakan sesuatu yang baru dan hal
yang sangat mustahil jika Rasulullah memerintahkan
(menganjurkan) sesuatu pekerjaan dengan menggunakan alat
yang beliau dan para sahabatnya tidak mengetahuinya. Lagi
pula kata itu asing dalam bahasa Arab.
- Riwayat tersebut sangat bertentangan dengan hadits
sahih yang mengisahkan bahwa Rasulullah bertasbih dengan
tangan kanannya, dan dalam riwayat lain disebutkan dengan
menggunakan jari-jemarinya.
Ada sebuah polemik tentang penggunaan tasbih ini.
Dikemukakan oleh asy-Syaukani bahwa terbukti ada hadits yang
menerangkan bahwa penggunaan batu kecil untuk menghitung
dalam bertasbih telah diriwayatkan oleh para sahabat dan
dibenarkan oleh Rasulullah saw. Jadi, berarti tidak ada
perbedaan bertasbih dengan menggunakan tasbih, bebatuan
(batu kecil), tangan atau jari-jemari.
Menurut saya, kita akan segera membenarkannya dengan
menerima pernyataan itu, bila terbukti hadits-hadits yang
dijadikan landasan itu sahih.
Singkatnya, kedua hadits yang dijadikan landasan oleh
asy-Syaukani itu diriwayatkan oleh as-Suyuthi dalam
risalahnya.
- Dikisahkan dari Saad bin Abi Waqash bahwa suatu
ketika ia bersama Rasulullah saw. menjumpai seorang
wanita tengah menghitung-hitung batu-batu kecil di
tangannya, kemudian Rasulullah saw. bertanya, "Maukah aku
tunjukkan yang lebih mudah bagimu dari ini atau yang
lebih afdal?" Lalu beliau bersabda, "Ucapkanlah
Subhanallah sebanyak mungkin ... dan seterusnya." (HR Abu
Daud, Tirmidzi, al-Hakim, dari sanad Umar bin Harits dari
Said bin Hilal dari Huzaimah). Tirmidzi berkata, "Hadits
hasan." Sedang al-Hakim berkata, "Hadits ini sahih
sanadnya." Mulanya adz-Dzahabi menyepakati pernyataan
kedua rawi, namun ternyata salah. Sebab dalam kitab
al-Mizan, adz-Dzahabi menyatakan bahwa Khuzaimah
itu majhul. Kami tidak mengetahui tepatnya sebab ia
meriwayatkan secara tunggal dari Said bin Hilal.
Pernyataan demikian juga diutarakan Ibnu Hajar dalam
kitabnya at-Taqrib. Bahkan oleh Imam Ahmad telah
dinyatakan (bahwa Khuzaimah) sebagai tukang campur aduk
riwayat. Kalau begitu, mana kesahihan ataupun kehasanan
hadits tersebut?
- Hadits yang diriwayatkan dari Shafiyah. Dikisahkan
bahwa suatu ketika Rasulullah saw. masuk ke rumah
menjumpai Shafiyah, istrinya yang di tangannya ada empat
ribu batu kecil. Kemudian beliau bertanya, "Apa gerangan
yang ada di tanganmu wahai kekasihku?" Aku (Shafiyah)
menjawab, "Aku gunakan untuk bertasbih." Beliau bersabda,
"Sungguh aku bertasbih lebih dari jumlah yang ada padamu
itu." Aku katakan pada beliau, "Kalau begitu, ajarilah
aku wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Ucapkanlah
Subhanallah sebanyak makhluk yang telah diciptakan Allah
(maksudnya sebanyak mungkin; penj.)" (HR Tirmidzi,
al-Hakim, dan lain-lain). Kemudian Tirmidzi berkata,
"Hadits ini gharib (asing). Kami tidak mengetahuinya
kecuali hanya satu sanad."
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib
berkata, "Hadits ini dha'if, dan Kunanah (seorang sanadnya)
majhul (tidak dikenal) serta tidak ada yang menguatkannya
kecuali Ibnu Hibban (yang dikenal di kalangan pakar hadits
sebagai orang yang ringan dalam menguatkan hadits.
penj.)"
Selanjutnya, sebagai bukti akan kelemahan kedua hadits
tadi adalah karena ia bertentangan dengan hadits sahih yang
warid dalam sahih Muslim, 83-84, Tirmidzi IV/274, dengan
mensahihkannya, dan Ibnu Majah 1/23, serta musnad Imam
Ahmad, 6, 325, 429. Di samping itu, terbukti kesahihan
hadits yang ada dalam kitab Ash-Shihah bahwa sahibul
kisah adalah Juwairiyah, bukannya Shafiyah. Kedua, sebutan
batu-batu kecil tidak ada, alias munkar.
Khulashah polemik ini ialah bahwa unsur bid'ah ingin
dikuatkan dan lebih ditonjolkan kemoderanannya, dengan
maksud meninggalkan sunnah. Pada prinsipnya, satu alasan
saja untuk menyanggah mereka telah lebih dari cukup, yakni,
bukankah apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw. jauh lebih
afdhal ketimbang ajaran buatan manusia biasa, siapa pun
orangnya? Subhaanallaah.
|