|
Hadits 85
"Ada tiga orang yang akan dibunuh dalam
kejayaan kalian, dan semuanya anak khalifah, tetapi tidak
seorang pun yang terkena. Kemudian muncullah
bendera-bendera hitam dari arah timur membunuh kalian
dengan pembunuhan yang belum pernah dilakukan oleh suatu
kaum. Kemudian mereka menyebutkan sesuatu yang aku tidak
menghafalnya. Kemudian beliau bersabda, 'Bila kalian
melihatnya, baiatlah ia sekalipun kalian harus merangkak
di atas salju karena sesungguhnya ia itu khalifah Tuhan,
al-Mahdi.' Kemudian dalam riwayat lain, 'Bila kalian
melihat bendera-bendera hitam dari arah Khurasan,
datangilah biarpun dengan merangkak,' ... dan
seterusnya."
Hadits ini munkar.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah 518, dan al-Hakim
IV/463-464 dari sanad Khalid al-Hidza dari Abi Qalabah.
Adapun Ahmad dan al-Hakim telah mengeluarkannya dengan
sanad dari Ali bin Zaid. Kemudian Imam Ahmad menyatakan
lemahnya hadits tersebut. Juga Ibnul Jauzi menempatkannya
dalam deretan hadits-hadits maudhu'. Adz-Dzahabi berkata,
"Aku lihat hadits ini adalah munkar."
Sebenarnya hadits tersebut benar maknanya, namun yang
benar adalah tanpa tambahan kalimat "karena ia merupakan
khalifah Tuhan" . Tambahan inilah yang dimaksud oleh
adz-Dzahabi sebagai munkar, karena dalam syariat memang
tidak dibenarkan berkata manusia sebagai khalifah Tuhan.
Karena itu, Ibnu Taimiyah telah menjelaskan panjang lebar
dalam kitabnya al-Fatawa al-Qubra II/ 416, dengan
berkata, "Sungguh banyak orang yang menyangka secara salah
seperti Ibnul Arabi bahwa yang dimaksud dengan khalifah
adalah khalifah Tuhan, yakni sebagai wakil Tuhan. Allah
tidaklah mempunyai wakil. Karena itu, Abu Bakar dengan tegas
membantah ketika ditanya dengan kalimat, 'Wahai
Khalifatullah'. Dengan segera ia menjawab, 'Aku bukanlah
khalifah Tuhan, akan tetapi khalifah Rasulullah saw.
Cukuplah itu."
Kemudian, justru sebaliknyalah, bahwa Tuhan itu adalah
sebagai khalifah bagi selain-Nya. Rasul bersabda (berupa doa
bepergian), "Allaahumma anta as-shahibu fis-safari
wal-khalitfatu fil-ahli. Allaahumma ashibnaa flu safarinaa
wakhlifnaa flu ahlinaa".
Akhirnya, Ibnu Taymiyah mengakhiri fatwanya itu dengan
berkata, "Barangsiapa yang menjadikan-Nya mempunyai
khalifah, orang itu berarti telah menyekutukan-Nya, yakni
musyrik."
|