Memahami Penetapan Ramadhan 1419 H di
Indonesia
Dr. Moedji Raharto1
Penanggalan Islam merupakan sistem penanggalan qamariah
(bulan). Pergantian bulan Islam ditandai dengan visibilitas
hilal, bulan sabit yang pertama kali bisa diamati oleh mata
bugil manusia segera setelah ijtimak atau konjungsi.
Fenomena ijtimak terjadi bila bulan dan matahari mempunyai
bujur ekliptika yang sama. Bila posisi bulan saat matahari
terbenam memenuhi ukuran kriteria visibilitas hilal,
diharapkan hilal akan nampak oleh mata bugil manusia pada
sore itu. Bagi pemburu hilal akan melakukan pengamatan hilal
pada suatu sore setelah ijtimak berlangsung sebagai suatu
sarat kelahiran hilal. Pada tahun 1419 H almanak ormas Islam
di Indonesia menunjuk tanggal 1 Ramadhan 1419 H bertepatan
dengan tanggal 20 Desember 1998. Sidang Isbat Badan Hisab
dan Rukyat Departemen Agama RI tanggal 18 Desember 1998,
sehari sebelum ijtimak akhir Sya?ban 1419 H berlangsung
memutuskan hal yang sama.
Analisis visibilitas hilal penentu awal Ramadhan 1419
H
Posisi bulan pada saat matahari terbenam dapat diketahui
melalui perhitungan oleh karena itu perhitungan tersebut
dapat dipergunakan untuk mengantisipasi visibilitas hilal
awal Ramadhan maupun awal Syawal atau awal bulan Islam
lainnya. Menurut perhitungan astronomi kedudukan bulan dan
matahari penentu awal bulan Ramadhan 1419 H di wilayah
Indonesia adalah sebagai berikut: Ijtimak atau konjungsi
akhir Sya?ban 1419 H bertepatan dengan hari Sabtu, 19
Desember 1998 pada jam 05:44 wib. Ijtimak berlangsung
sebelum matahari dan bulan terbenam pada tanggal 19 Desember
1998. Oleh karena itu pengamatan hilal (rukyatul hilal) yang
paling dini di Indonesia seharusnya dilakukan pada saat
matahari terbenam pada tanggal 19 Desember 1998. Bila bulan
Sya?ban 1419 H sudah memasuki hari ke 30 hari pada tanggal
19 Desember 1998 maka hasil pengamatan hilal 19 Desember
1998 bukan sesuatu yang mendebarkan untuk keperluan
penetapan awal bulan Ramadhan 1419 H. Karena berhasil atau
tidak berhasil tanggal 1 Ramadhan 1419 H akan dimulai Sabtu,
19 Desember 1998 setelah maghrib. Walaupun pergantian awal
bulan penanggalan Islam ditetapkan berdasar visibilitas
hilal, namun merukyat hilal untuk keperluan penetapan awal
bulan Islam secara prosedur adalah pengamatan hilal pada
hari ke 29 bulan Islam seperti tanggal 29 Sya?ban 1419 H
yang bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1998, tidak
selalu menunggu setelah ijtimak. Pengamatan hilal pada
tanggal 18 Desember 1998 lebih bersifat konfirmasi tidak
adanya hilal karena ijtimak belum berlangsung. Jadi mustahil
bila ada yang menyaksikan adanya hilal pada tanggal 18
Desember 1998. Apabila tanggal 29 Sya?ban belum terjadi
konjungsi memang bisa dipastikan awal bulan Ramadhan akan
berlangsung dua hari kemudian. Pada kasus ini penetapan awal
Sya?ban menjadi penting untuk menetapkan awal Ramadhan.
Penetapan dua macam kriteria visibilitas hilal untuk
kalendar Islam di Indonesia bisa menyebabkan akhir Sya?ban
lebih cepat sehari dibanding apabila awal Sya?ban ditetapkan
dengan menggunakan kriteria visibilitas hilal untuk
penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Kriteria visibilitas hilal yang pertama (untuk bulan Islam
selain Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah) lebih dekat dengan
kriteria wujudul hilal dan yang lainnya adalah kriteria
visibilitas hilal berdasar kesepakatan.
Secara hisab (perhitungan) prediksi yang dapat dilakukan
adalah perhitungan yang akurat posisi bulan dan matahari.
Persaratan bahwa seseorang dapat melihat hilal pada suatu
langit yang cerah adalah pertama setelah ijtimak dan kedua
pada saat matahari terbenam di suatu tempat pengamatan,
bulan masih berada di atas ufuq barat. Ketinggian bulan
sedemikian rupa hingga sebelum bulan terbenam, senja sudah
cukup redup sehingga memungkinkan hilal bisa berhasil
dikenali oleh mata bugil. Ketinggian bulan saat matahari
terbenam bergantung pada umur bulan, selang waktu antara
waktu terbenam matahari dengan waktu ijtimak. Makin tua umur
hilal makin tinggi kedudukan bulan di atas kaki horizon
barat pada saat matahari terbenam.
Posisi bulan dan matahari pada hari Sabtu tanggal 19
Desember 1998 di Meurauke (140°.45 bujur timur dan
-8°.5 lintang selatan) matahari terbenam pada jam 15:54
wib dan bulan terbenam 14 menit kemudian yaitu pada jam
16:08 wib. Tinggi bulan pada saat matahari terbenam +3°
20' (3 derajat 20 menit busur di atas horizon). Azimut bulan
pada saat matahari terbenam adalah 250° 49' dan azimut
matahari saat terbenam adalah 246° 10'. Jadi lokasi
bulan saat matahari terbenam adalah 4° 39' sebelah
UTARA lokasi matahari terbenam (arah utara arah kanan lokasi
matahari terbenam, bila pengamat menghadap ke arah matahari
terbenam).
Pada tanggal 19 Desember 1998 di Sabang (95°.35
bujur timur dan +5°.9 lintang utara) matahari terbenam
pada jam 18:29 wib dan bulan terbenam 24 menit kemudian
yaitu pada jam 18:53 wib. Tinggi bulan pada saat matahari
terbenam +5° 38' (5 derajat 38 menit busur di atas
horizon). Azimut bulan pada saat matahari terbenam adalah
249° 41' dan azimut matahari saat terbenam adalah
246° 33'. Jadi lokasi bulan saat matahari terbenam
adalah 3° 08' sebelah UTARA lokasi matahari
terbenam.
Pada tanggal 18 Desember 1998 di Mekah bulan akan
terbenam 12 menit lebih dulu dari saat matahari terbenam
yaitu pada jam 21:30 wib atau jam 17:30 waktu Mekah.
Sedangkan pada tanggal 19 Desember 1998 di Mekah
(39°.83 bujur timur dan +21°.42 lintang utara)
matahari terbenam pada jam 21:42 wib dan bulan terbenam 37
menit kemudian yaitu pada jam 22:19 wib. Tinggi bulan pada
saat matahari terbenam +7° 44' (7 derajat 44 menit
busur di atas horizon). Lokasi bulan pada saat matahari
terbenam berazimut 245° 26' dan pada saat matahari
terbenam ber azimut 245°05'. Jadi lokasi bulan saat
matahari terbenam berada pada 0° 15' sebelah SELATAN
(hampir sama dengan) lokasi matahari terbenam.
Berdasar hasil perhitungan astronomi tentang kedudukan
bulan dan matahari pada tanggal 19 Desember 1998 seperti
yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa di
wilayah Indonesia tinggi bulan saat matahari terbenam
berkisar antara +3° 20' (3 derajat 20 menit busur di
atas horizon) dan +5° 38' (5 derajat 38 menit busur di
atas horizon). Berdasar kriteria visibilitas hilal yang
disepakati sementara bahwa ketinggian bulan lebih besar
+2° saat matahari terbenam dapat dipergunakan untuk
menetapkan pergantian awal bulan maka 1 Ramadhan 1419 H di
Indonesia bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 19 Desember
1998 setelah maghrib, shalat tarawih dimulai tanggal 19
Desember 1998 dan shaum Ramadhan 1419 H dimulai pada hari
Ahad, 20 Desember 1998. Berdasar data posisi bulan dan
matahari di Mekah seperti yang diperlihatkan di atas
diharapkan jadual awal Ramadhan 1419 H di Mekah akan
bersamaan dengan di Indonesia.
Berbeda dengan fase bulan purnama, hilal merupakan obyek
yang lemah dan tidak mudah dikenali oleh mata bugil manusia.
Lokasi penampakan hilal di dekat horizon barat setelah
maghrib dan untuk bisa berhasil melihatnya memerlukan
konsentrasi dan waktu yang tepat. Walaupun siklus itu
berulang secara rata-rata setiap 29.5 hari (bisa merentang
dari 29.2 sampai 29.8 hari) namun kesempatan melihat hilal
dapat dikatakan langka. Kelangkaan itu disebabkan cuaca
berawan, oleh karena itu tidak banyak manusia yang
mengenalnya atau berpengalaman melihatnya. Sebenarnya bentuk
tanduk hilal tidak selalu membentuk setengah lingkaran.
Bagian luar dari tanduk itu sedemikian tipis hingga oleh
turbulensi dan pergerakan angkasa bumi, tanduk luar cahaya
yang tipis itu membaur terlihat hilang, terkesan hilal
nampak lebih pendek kurang dari setengah lingkaran. Makin
muda hilal makin besar pengurangan tanduk itu sehingga pada
suatu batas tertentu manusia tidak sanggup lagi untuk
mengenalinya. Disaat mata manusia tidak bisa mengenali maka
dikatakan hilal tidak tampak oleh mata bugil manusia.
Pengalaman pengamat hilal secara astronomi pada saat
matahari terbenam hari Sabtu tanggal 19 Desember 1998 di
wilayah Indonesia Timur dan Tengah masih mustahil untuk bisa
menyaksikan hilal, sedang di wilayah Indonesia Barat, di
ujung barat Indonesia seperti di Sabang atau Medan merupakan
daerah batas ambang hilal bisa nampak atau tidak nampak.
Variasi selang waktu dua ijtimak berturutan tergantung
pada kedudukan bumi saat ijtimak berlangsung. Apabila
ijtimak terjadi saat bumi berada di dekat perihelion maka
dapat dikatakan siklus sinodisnya lebih panjang dibanding
dengan bila ijtimak terjadi saat bumi di dekat aphelion.
Bumi berada di perihelion pada bulan Januari sedang di
aphelion pada bulan Juli. Perbedaan selang waktu ijtimak di
kedua posisi bumi ini bisa sekitar 13 jam. Oleh karena itu
bulan Islam yang berada di sekitar bulan Januari besar
kemungkinannya berjumlah 30 hari, sebaliknya bulan Islam
yang berada di sekitar bulan Juli besar kemungkinannya
berjumlah 29 hari.
Analisis visibilitas hilal penentu awal Syawal 1419
H
Menurut perhitungan astronomi kedudukan bulan dan
matahari penentu awal bulan Syawal 1419 H di wilayah
Indonesia adalah sebagai berikut: Ijtimak akhir Ramadhan
1419 H bertepatan dengan hari Ahad, 17 Januari 1999 pada jam
22:48 wib. Di Indonesia ijtimak itu berlangsung setelah
matahari dan bulan terbenam pada tanggal 17 Januari 1999.
Bila ada pengamatan hilal tanggal 17 Januari 1999 maka
pengamatan itu hanya bersifat mengkonfirmasi bahwa hilal
tidak ada. Pengamatan hilal baru bisa dilakukan pada hari
Senin 18 Januari 1999. Karena Ramadhan tidak bisa melebih 30
hari dan awal Ramadhan adalah tanggal 20 Desember 1998, maka
pengamatan hilal 18 Januari 1999 tidak lagi menjadi sesuatu
yang mendebarkan. Kondisi ukuran hilal pada saat matahari
terbenam pada tanggal 18 Januari 1999 memungkinkan bisa
dilihat atau diamati dengan mata bugil, sebaiknya juga
diamati untuk tambahan pengalaman.
Posisi bulan dan matahari pada tanggal 18 Januari 1999 di
Meurauke (140°.45 bujur timur dan -8°.5 lintang
selatan) matahari terbenam pada jam 16:05 wib dan bulan
terbenam 29 menit lebih dahulu yaitu pada jam 16:34 wib.
Tinggi bulan pada saat matahari terbenam +6° 48' (6
derajat 48 menit busur di atas horizon). Lokasi bulan saat
matahari terbenam berazimut 253° 28' dan matahari
terbenam berazimut 249° 01'. Jadi lokasi bulan saat
matahari terbenam adalah 4° 27' sebelah UTARA lokasi
matahari terbenam dengan ketinggian +6° 48' dari kaki
langit.
Di Sabang (95°.35 bujur timur dan +5°.9 lintang
utara) pada tanggal 18 Januari 1999 matahari terbenam pada
jam 18:43 wib dan bulan terbenam 39 menit kemudian yaitu
pada jam 19:22 wib. Tinggi bulan pada saat matahari terbenam
tanggal 18 Januari 1999 adalah +9° 05' (9 derajat 5
menit busur di atas horizon). Lokasi bulan saat matahari
terbenam berazimut 252° 54' dan matahari terbenam pada
azimut 249° 24'. Jadi lokasi bulan 3° 30' sebelah
UTARA lokasi matahari terbenam dengan ketinggian +9°
05' dari kaki langit.
Pada tanggal 17 Januari 1999 di Mekah (39°.83 bujur
timur dan +21°.42 lintang utara) matahari terbenam pada
jam 22:00 wib (18:00 waktu Mekah) dan bulan terbenam 4 menit
lebih dulu yaitu pada jam 21:56 wib (17:56 waktu Mekah).
Sedangkan pada tanggal 18 Januari 1998 di Mekah matahari
terbenam pada jam 22:01 wib (18:01 waktu Mekah) dan bulan
terbenam 51 menit kemudian yaitu pada jam 22:52 wib. Tinggi
bulan pada saat matahari terbenam +10° 48' (10 derajat
48 menit busur di atas horizon). Lokasi bulan pada saat
matahari terbenam berazimut 247° 04' dan matahari
terbenam pada azimut 248° 12'. Jadi lokasi bulan saat
matahari terbenam 1° 08' sebelah SELATAN (hampir sama
dengan) lokasi matahari terbenam dan mempunyai ketinggian
10° 48' dari kaki langit.
Pada saat matahari terbenam hari Senin tanggal 18 Januari
1999 kedudukan bulan di wilayah Indonesia berada di atas
ufuq dengan ketinggian lebih dari 5 derajat. Menurut
pengalaman empiris pengamatan hilal dengan ketinggian 5
derajat pada saat matahari terbenam hari Senin tanggal 18
Januari 1999 bisa disaksikan relatif lebih mudah melalui
matabugil. Pada tanggal 18 Januari 1999 tersebut pengamat
hilal memerlukan waktu kondisi senja astronomi meredup (10 -
15 menit setelah maghrib) sehingga memungkinkan bisa melihat
hilal dengan mata telanjang sebelum bulan terbenam.
Seperti pada penentuan awal Ramadhan 1419 H pemburu hilal
dapat memanfaatkannya untuk mengenal sosok hilal penentu
awal bulan. Ijtimak akhir Ramadhan 1419 H akan berlangsung
pada tanggal 17 Januari 1999 setelah matahari dan bulan
terbenam. Pada tanggal 17 Januari 1999 bulan terbenam
mendahului matahari. Secara prosedur merukyat hilal penentu
awal bulan Syawal 1419 H akan dilakukan pada tanggal 17
Januari 1999 dan dapat dipandang sebagai konfirmasi tidak
adanya hilal, karena belum ijtimak. Pengamatan hilal tanggal
17 Januari 1999 atau pada hari ke 29 dalam bulan Ramadhan
1419 H untuk menentukan apakah Ramadhan 1419 H terdiri 29
hari atau 30 hari. Sedang pada hari Senin tanggal 18 Januari
1999 hilal (yang berketinggian antara +6° 48' dan
+9° 05' pada saat matahari terbenam) berkemungkinan
untuk bisa diamati dari seluruh wilayah Indonesia walaupun
hasil pengamatan hilal tidak lagi menentukan keputusan awal
Syawal 1419 H namun dapat dipergunakan sebagai latihan
mengenal hilal.
Berdasar hasil perhitungan astronomi tentang kedudukan
bulan dan matahari pada tanggal 18 Januari 1998 seperti yang
diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa di wilayah
Indonesia tinggi bulan saat matahari terbenam berkisar
antara +6° 48' (6 derajat 48 menit busur di atas
horizon) dan +9° 05' (9 derajat 5 menit busur di atas
horizon). Berdasar kriteria visibilitas hilal yang
disepakati sementara bahwa ketinggian bulan lebih besar
+2° saat matahari terbenam dapat dipergunakan untuk
menetapkan pergantian awal bulan maka 1 Syawal 1419 H di
Indonesia bertepatan dengan hari Senin tanggal 18 Januari
1999 setelah maghrib, shalat tarawih berakhir tanggal18
Januari 1999 dan shalat Idul Fitri 1419 H Selasa tanggal 19
Januari 1999. Jadual Idul Fitri 1419 H di Mekah diharapkan
juga akan berlangsung bersamaan dengan Indonesia seperti
halnya harapan jadual awal Ramadhan 1419 H. Berdasarkan
analisis astronomi tersebut shaum Ramadhan 1419 H akan
berlangsung 30 hari. Selamat menunaikan ibadah shaum
Ramadhan 1419 H, semoga ibadah shaum Ramadhan yang berada
dalam masa sulit bangsa Indonesia dan melewati pergantian
tahun 1998 bermakna yang lebih besar bagi kemanusiaan,
peningkatan ketaqwaan dan diterima Allah swt.
Bandung, 18 Desember 1998
1Penulis adalah Staf
Akademik Jurusan Astronomi FMIPA & UPT Observatorium
Bosscha ITB
Tlp. 022 - 2509170, 2511576, 2786001
|