Seruan dari Gedung Putih

Robert Dickson Crane

Bukankah Allah adalah Hakim yang seadil-adilnya? (QS 95:8)


Crane adalah lulusan Harvard Law School. Dia pernah menjabat sebagai penasihat politik Luar negeri untuk Presiden Richard Nixon dari 1963 sampai 1968, dan untuk waktu yang sangat singkat menjabat wakil direktur Dewan Keamanan Nasional pada masa pemerintahan Nixon, serta menjadi duta besar Presiden Reagan untuk United Arab Emirates (UAE).

Sekarang, Crane memimpin Bagian Hukum di Dewan Muslim Amerika. Organisasi yang berpusat di Washington, D.C. ini mengkoordinnsi akfivitas yang tersebar di seluruh dunia untuk menentang dengan tegas diskriminasi terhadap kaum Muslimin, menimbulkan kesadaran politik orang-orang Muslim, dan membentuk konsensus tentang pokok persoalan yang ada dalam masyarakat Muslim. Dia mengembangkan suatu strategi baru untuk "menanamkan pemikiran Islami dalam bentuk yang sistematis dan profesional ke dalam bentuk kebijaksanaan masa kini" di Washington.

Dasar pemikirannya bersifat teologis: Islam tidak memisahkan hal-hal yang sakral dan religius dari hal-hal yang sekular. Dia dan para tradisionalis Islam lain berargumen bahwa orang Kristen menganggap penciptaan atau dunia sebagai "perbuatan dosa" dan "kejahatan" dan menggambarkan iman sebagai satu-satunya penyelamat; dan demikian pula ajaran Buddha menganggap penciptaan atau dunia itu "jahat" dan penyelamatan hanya datang melalui penolakan hawa nafsu. Dalam Islam, sebaliknya, penciptaan atau dunia dianggap sesuatu yang baik merupakan bukti kekuasaan dan kebesaran Allah, dan peran manusia adalah mengelola ciptaan tersebut dengan cara yang etis agar dapat melayani kebutuhan manusia.

Selama berjam-jam Crane berbicara tentang pohon silsilah keluarga Cherookeenya, akarnya berawal dari Inggris abad tujuh belas, juga tentang diplomasi "strategi kejiwaan", koridor kekuasaan, dan sebuah perjamuan makan di Bahrain yang mengubah pemikirannya tentang Islam.

Keluarga Crane datang ke New Haven, Connecticut, pada 1636. Beberapa di antara mereka menetap di Elizabethtown (sekarang Elizabeth), New Jersey.

Di pihak ibu saya, mengalir darah bangsa Eropa yang datang ke Amerika pada 1608 menumpang kapal kedua yang pergi ke Jamestown. Kapal itu penuh dengan tahanan. Keluarga ibu saya merupakan para pengutang yang dibebaskan dari penjara dengan syarat mereka harus bekerja selama tujuh tahun di negara jajahan. Ini hampir seperti sebuah hukuman mati.

Saya dilahirkan di Cambridge, Massachusetts. Ayah saya mengajar ekonomi di Harvard selama sepuluh tahun. Ayah dari ayah saya sendiri tidak berhasil lulus dari tingkat enam. Sebenarnya, dia adalah seorang gelandangan di tahun '80-an dan '90-an pada abad yang lalu. Dia meninggalkan rumah setelah tingkat enam dan mengembara selama dua belas tahun. Dia menikahi nenek saya yang berasal dari suku Indian. Nenek memutuskan bahwa anak-anak mereka harus mendapatkan pendidikan yang baik. Kedua anak lelakinya meraih gelar doktor, dan kedua putrinya meraih gelar sarjana. Mereka merupakan generasi pertama yang keluar dari pengembaraan dan tanah pertanian yang kotor di Indiana selatan-tengah.

Keluarga ibu saya sangat kaya. Ayah nenek saya adalah salah satu penyokong financial Universitas Northwestern. Ibu saya menyebut ayah seorang barbar. Mereka tidak dapat hidup bersama: dua orang yang mempunyai pandangan hidup yang sama sekali berbeda. Bagi yang seorang, satu-satunya yang menjadi masalah adalah uang; dan bagi yang lain, satu-satunya yang penting adalah menjalani hidup yang baik dan merasa puas dengan nasib.

Saya kuliah di Harvard, kemudian drop-out dan melanjutkan tingkat sarjana muda di Northwestern. Keluarga saya ingin saya menjadi presiden perusahaan perangkat keras keluarga. Saya bekerja di sana dua puluh jam seminggu. Saya mempelajari segala sesuatunya dari bawah. Kemudian keluarga meminta agar saya melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Harvard. Mereka memperhitungkan bahwa itu lebih baik daripada mendapatkan gelar sarjana muda. Lalu saya kuliah di jurusan Hukum Harvard. Tetapi saya berubah pikiran. Mereka menginginkan saya kuliah di sana agar mendapatkan latar belakang pendidikan yang memampukan saya mengendalikan perusahaan tersebut. Tetapi saya ke sana untuk mempelajari masalah keadilan.

Ketika masih di Cambridge saya menulis tentang strategi ruang angkasa Soviet. Ketika pecah Krisis Misil Kuba, saya menulis sebuah artikel panjang tentang strategi perang psikis. Saya sudah menduga bahwa Soviet akan memenangkan krisis misil itu. Setiap orang berpikir bahwa Amerika Serikat akan menundukkan mereka, tetapi bagi saya jelas bahwa tujuan Krushchev bukanlah mengintimidasi atau menggunakan misilnya untuk melawan Amerika Serikat. Tujuannya adalah mengkonsolidasi kekuatan Komunis di Kuba. Caranya adalah dengan memasang misil-misil tersebut, kemudian menariknya kembali dengan jaminan komitmen Amerika agar tidak mencampuri urusan Fidel Castro, itulah yang sebenarnya terjadi.

Yang harus diyakini Krushchev adalah bahwa Kennedy tidak akan meletakkan jarinya di tombol itu, dan itu tidak akan lepas dari pengamatannya. Krushchev benar-benar salah perhitungan, sebab Kennedy mengidap penyakit takut pada perang nuklir. Dia memperhitungkan bahwa jika dia tidak segera memindahkan misil-misil itu dari sana, situasinya akan semakin memanas dan mungkin akan terjadi perang nuklir. Apabila Anda sangat takut pada perang nuklir, Anda harus mengambil langkah yang tegas. Jadi dia bersedia menanggung risiko untuk menghindari konfrontasi selanjutnya. Jika mereka dapat meyakinkan orang-orang Amerika bahwa ada bahaya yang sebenarnya, maka mereka dapat memanipulasi kita. Dan kita tidak bisa membayangkan skenario pasca-perang nuklir. [Sedang] mereka bisa.

Saya mempelajari orkestrasi pemikiran Amerika oleh Soviet, dan Richard Nixon membacanya di atas pesawat dari California ke New York. Dia memanggil saya segera setelah mendarat, pada Januari 1963, dan bertanya apakah saya bersedia menjadi penasihatnya untuk politik luar negeri.

Kami membagi dunia menjadi beberapa area dan pokok persoalan, lalu saya akan mempelajari majalah profesional untuk mendapatkan artikel-artikel terbaik pada setiap pokok persoalan. Kemudian saya secara teratur menggabungkan semua artikel itu menjadi buku ringkasan untuk dibacanya, sebab dia orang yang sangat gemar membaca.

Nixon tertarik untuk membaca tentang bermacam-macam agama. Dan dia ingin mengetahui tentang Islam. Saat itu saya telah membaca sedikit tentang Islam, sebab saya pikir Islam akan menjadi sekutu Amerika Serikat yang paling kuat dan tahan lama untuk melawan Komunisme --sebab kami berdua, saya dan Nixon, memandang Komunisme sebagai ancaman dunia.

Pada waktu itu, dari 1963 sampai 1966, saya mendesak Nixon untuk kembali memimpin. Saya juga menasihati Gerard Ford tentang berbagai majalah, dan saya juga menjadi penasihat untuk penimpin-pemimpin besar partai Republik.

Setelah pemilihan pada 1966, terpilihlah 10 anggota kongres baru, timbul rasa kepercayaan pada partai Republik. Saya diundang sebagai staf ahli pertahanan partai Republik untuk memberikan pengarahan tentang masalah-masalah pertahanan kepada seluruh anggota baru kongres dari partai Republik. Kami mengadakan sesi pengarahan itu selama tiga hari.

Segera setelah itu saya pergi ke kantor Nixon. Di situ ada Pat Nixon yang sedang sibuk menuliskan alamat pada kartu-kartu Natal. Biasanya dia mengirimnkan dua atau tiga ratus kartu, tetapi waktu itu kantornya penuh dengan ribuan kartu, dan saya berkata, "Ah, fantastic, boss akan mencalonkan diri lagi."

Pat berkata, "Ya, dan saya mendapat firasat yang mengerikan bahwa dia akan menghancurkan dirinya sendiri."

Saya berkata, "Hei, Anda pasti bergurau. Itu sama sekali tidak masuk akal."

Dia berkata, "Saya tahu, tetapi dia akan menghancurkan dirinya sendiri."

Dia begitu cemas dengan keinginan Nixon untuk mencalonkan diri. Kalau saya ingat-ingat kembali, saya pikir dia melihat dua kepribadian yang dimiliki Nixon: yang satu, kepribadiannya yang asli --Anda tidak akan dapat menemukan orang yang lebih baik dari Nixon; yang lain adalah kepribadiannya yang timbul jika dia sedang berjuang untuk mendapatkan kekuasaan-- sebab dia berada di jalur yang salah, tapi ingin berhasil. Itulah sebabnya dia menarik Henry Kissinger --untuk mendapatkan kredibilitas dengan apa yang saya rebut sebagai pemerintahan sekular. Itulah penyebab kasus Watergate: Kepribadiannya yang salah timbul.

Ketika sedang memperjuangkan kekuasaannya, dia menjadi seorang petarung jalanan, dan Nixon yang baik lenyap begitu saja; dan saya pikir itulah yang diketahui oleh Pat Nixon --bahwa hal ini akan terjadi, sebagaimana kenyataannya, ketika dia mencapai Gedung Putih.

Kissinger menyingkirkan saya selama kampanye 1968. Dia menugaskan saya untuk menulis lima makalah tentang lima pokok persoalan politik luar negeri. Saya mengerjakannya masing-masing lima puluh halaman. Begitulah cara Kissinger menghindari lawan-lawannya. Dia akan membuat mereka sibuk. Kelima makalah tersebut saya jilid menjadi satu buku. Dan Gerard Ford menuliskan pendahuluan yang menarik. Ford memanggil saya, dan berkata, "Engkau dapat mempublikasikan bukumu dengan pendahuluan saya, tetapi saya ingin memberi komentar: Dalam setiap ulasan dari masing-masing pokok persoalan besar (yang tertulis dalam buku) ini, engkau dan Kissinger sama sekali tidak sependapat. Demi kebaikanmu sendiri, jangan publikasikan buku ini. Lupakan saja opini-opinimu. Lanjutkanlah dan lakukan apa yang telah diperintahkan kepadamu."

Tetapi saya masih tetap mengatakan apa yang saya pikirkan.

Nixon menunjuk saya menjadi wakil direktur perencanaan untuk Dewan Keamanan Nasional. Tetapi Direkturnya adalah Kissinger. Lalu saya datang untuk bekerja, mereka menunjukkan pada saya di mana posisi saya dalam jajaran staf. Pada hari berikutnya, saya datang lagi tapi ternyata saya telah disingkirkan. Saya dipecat oleh Kissinger setelah bekerja satu hari. Kissinger tidak punya pilihan. Anda harus bekerja dengan orang-orang yang akan mendukung Anda. Maka dia memecat saya.

***

Saya tidak pernah memikirkan Islam secara serius. Yang saya ketahui tentang Islam hanyalah bahwa orang Muslim yang baik harus membunuh orang Kristen dan surga orang Muslim seperti rumah pelacuran. Saya sangat muak. Saya tidak pernah berhasrat mempelajari agama ini. Agama ini sangat primitif. Dan saya menasihati Nixon untuk menggunakan Islam sebagai sekutu untuk melawan Komunis. Saya pikir Islam adalah agama yang menjijikkan, tetapi paling tidak, dapat digunakan untuk melawan Komunisme.

Tetapi kemudian pada musim panas tahun 1977, saya sedang berada di Bahrain, suhu jauh di atas 100 derajat. Istri saya ingin melihat Al-Muharraq, yang merupakan kota dagang tertua, yang hanya terdiri dari lorong-lorong sempit, seperti sebuah jaringan jalan yang semrawut dan sengaja dibuat untuk menjauhkan para pembajak agar tidak menyerbu. Kami ingin melihat istana-istana pangeran dagang di tengah kota Al-Muharraq. Kami tersesat di tengah keramaian itu, dan saya merasa akan pingsan. Saya mungkin tidak sadarkan diri selama dua atau tiga menit.

Ada orang tua lewat dan dia tahu saya dalam kesulitan. Dia mengajak kami ke rumahnya yang terletak di seberang jalan. Kami menghabiskan sisa hari itu di sana. Kami ngobrol sembari makan-makan. Kami berbicara tentang berbagai hal, dan dia mengatakan bahwa dia seorang Muslim. Saya sungguh terpesona karena dia benar-benar orang baik. Kami tidak pernah membicarakan tentang Islam. Kami berbincang tentang apa-apa yang baik di dunia, tentang hal-hal yang buruk di dunia, dan tentang apa yang penting di dunia. Juga tentang peran Tuhan di dunia, tetapi tidak mengenai agama Islam.

Saya pikir, ini sungguh aneh. Orang ini membicarakan segala sesuatu yang saya percaya. Tetapi dia bilang dia seorang Muslim. Pasti ada sesuatu yang salah. [Tertawa] Saya menyimpulkan sebaiknya saya mulai mempelajari agama Islam. Nyatalah bahwa saya telah dicuci otak.

Saya mempelajari agama itu, dan menyadari bahwa segala sesuatu dalam Islam adalah benar-benar apa yang selama ini selalu saya yakini. Tetapi saya tidak menyukai aturan untuk membungkuk (ruku'). Bagi saya hal itu menjijikkan. Anda hanya membungkuk pada seorang raja atau seseorang yang terhormat, dan saya tidak akan membungkuk kepada siapa pun.

Saya menghadiri sebuah konferensi tentang gerakan Islam pada 1980 di New Hampshire. Seluruh pemikir besar dari gerakan Islam dunia hadir di sana. Ketika menjelang tengah hari, orang-orang Amerika yang lain turun untuk makan siang dan saya ingin makan siang bersama tamu-tamu asing, karena saya ingin belajar sebanyak mungkin dari mereka. Dan dalam perjalanan ke lantai bawah, kami masuk ke sebuah ruangan yang lantainya ditutupi permadani. Saya kira kami akan makan siang. Kemudian saya ingat bahwa hari itu adalah hari Jumat. Mereka akan melakukan shalat Jumat. Saya memutuskan sebaiknya saya meninggalkan mereka. Tetapi saya pikir itu akan menyinggung perasaan mereka. Lalu saya hanya duduk di bagian belakang ruangan.

Imamnya adalah Hasan Al-Turabi.1 Saat itu, dan sampai sekarang, dia merupakan orang Muslim yang terkemuka di dunia. Ketika dia sujud, pikiran saya terhenyak; dia bersujud kepada Allah. Saya belum benar-benar menghayatinya. Yang saya lihat hanyalah gerak membungkuk --menyembah, tetapi kemudian saya menyadari bahwa dia membungkuk kepada Allah, dan jika dia dapat bersujud kepada Allah maka itu artinya dia sepuluh kali lebih baik dari saya. Saya memutuskan bahwa saya juga harus bersujud. Saat itu juga. Nah, begitulah saya menjadi seorang Muslim. Saya mendapat teladan darinya.

Sabtu yang lalu saya terpilih sebagai Presiden untuk Muslim American Bar Association. Asosiasi ini sangat diperlukan. Saya ingin mengubahnya menjadi American Bar Association, untuk menyoroti berbagai pokok persoalan utama dalam perspektif Islami.

ABA melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan orang Muslim, tetapi orang Muslim tidak berpartisipasi di dalamnya. Tidak ada paradigma yang menyeluruh untuk ABA. Kaum Muslimin mempunyai paradigma menyeluruh yang sama dengan paradigma yang dimiliki oleh Para Pendiri Amerika, dan tugas kami adalah menghidupkan kembali paradigma yang murni tersebut, yaitu bahwa kebenaran datang dari Tuhan --bukan diciptakan oleh manusia; dan bahwa kebenaran adalah satu-satunya sumber keadilan-- kebenaran yang datang dari sumber yang lebih tinggi, melalui membaca alam, melalui wahyu (tiga agama yang diwahyukan). Karena kebenaran berasal dari sumber tersebut, keadilan merupakan ekspresi dari kebenaran ini, dan keadilan diuraikan oleh Para ulama Islam dalam bentuk hak-hak manusia, atau pertanggungjawaban manusia. Enam hak utamanya adalah kehidupan, persamaan, pemilikan pribadi, kebebasan politik, martabat, serta kebebasan dan tugas untuk mencari ilmu. Dalam setiap unsur tersebut terdapat sub-sub bagian yang harus diikuti, dan berdasarkan itu kita dapat mengembangkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang spesifik pada bidang pendidikan, hukum, hak milik pribadi, pokok persoalan apa pun.

Kami telah mengidentifikasi lebih dari 100 pengacara Muslim di Amerika Serikat, tetapi saya yakin masih ada ratusan lagi. Para pengacara imigran yang berusia tiga puluhan atau lebih tidak ingin membela kaum Muslimin. Mereka tidak ingin menodai reputasi mereka. Mereka tidak ingin dikenal sebagai pengacara Muslim. Banyak generasi yang lebih muda berkeinginan menjadi pengacara, dan mereka ingin bergerak aktif secara social.

Sangat jelas bahwa terdapat banyak prasangka dalam sistem pengadilan kita terhadap kaum Muslimin. Sebagai contoh, di Alaska, seorang imam dipukuli sampai babak belur oleh penjaga keamanan di bandara Anchorage. Mereka membuat tangannya cacat seumur hidup, tulang iganya patah. Itu terjadi empat tahun yang lalu, dan dia masih dalam kondisi yang buruk. Dia mendapat seorang pembela, dan akhirnya memenangkan kasusnya setelah empat tahun. Mereka menghukum polisi itu karena salah menangkap dia dan membuktikan bahwa imam itu tidak bersalah, tetapi pembelanya sangat miskin, sehingga juri menolak untuk memberikan ganti rugi atas biaya pengobatannya. Jika dia mempunyai seorang pengacara yang baik untuk berkompromi, dia dapat memenangkan kasus ini dalam waktu enam bulan, bukan empat tahun, dan mungkin dia akan memperoleh sejuta dolar. Dan dia berkata dia akan memberikan uang itu kepada dana pembelaan hukum. Dia merupakan contoh yang khas di mana orang-orang Muslim hanya merupakan pecundang dalam sistem hukum Amerika, maka kami membentuk American Muslim Legal Defense Association untuk menangani kasus-kasus yang bersifat pribadi.

Kita membutuhkan suatu gerakan umum tradisionalis untuk menggalang kedua partai agar berpartisipasi dalam semua lembaga di Amerika. Saya tidak menganggap diri saya sebagai pendukung partai Republik atau Demokrat, sebab saya berpendapat bahwa kita harus bekerja dalam semua partai.

Pada dasarnya terdapat kekosongan religius dalam lembaga-lembaga kita. Di bidang media, pendidikan, pemerintahan, bahkan di bidang kehakiman. Semua ini telah disekularkan secara terus menerus sepanjang abad yang lalu, dalam pertentangan yang menyeluruh dengan Amandemen Pertama, yang dirancang tidak untuk menjauhkan agama dari kehidupan masyarakat, tetapi untuk menjauhkan pemerintah dari agama. Asumsi dari hampir seluruh pendiri Amerika adalah tak ada satu masyarakat pun yang dapat menjadi makmur kecuali jika masyarakat tersebut berdasarkan pada moralitas dan moralitas tersebut didasarkan pada sumber transenden. Orang-orang memperdebatkan bahwa Jefferson adalah seorang ateis. Mereka menyebutnya sebagai bapak sekular Amerika. Justru sebaliknya, dia bahkan tidak dapat membayangkan sebuah Amerika yang sekular. Dia berkata bahwa kunci demokrasi adalah pendidikan; esensi pendidikan adalah pendidikan moral, kebajikan, dan itu harus didasarkan pada sumber yang lebih tinggi daripada sekadar pemikiran manusia. Dia percaya pada demokrasi, dalam arti, bahwa orang yang memerintah merupakan subjek yang harus memiliki moralitas yang lebih tinggi berdasarkan sumber yang lebih tinggi. Lembaga-lembaga umum kita menganut paham sekular tapi masyarakatnya tidak. Dan ini merupakan persoalan Amerika yang sesungguhnya, karena kita tidak akan pernah mencapai konsensus selama masih ada jurang pemisah antara rakyat dan lembaga yang memerintah.

Asumsi semua pendiri Amerika adalah bahwa ini merupakan eksperimen yang hebat untuk mengetahui apakah suatu masyarakat dapat dipimpin oleh orang-orang yang dibimbing Tuhan. Dan sampai sekarang kita masih gagal dalam eksperimen tersebut.

Catatan kaki:

1 Hasan Al-Turabi, seorang tokoh terkemuka gerakan Islam internasional dan pemikir yang berpengaruh. Dia kemudian diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Konferensi Arab dan Islam pada bulan April 1991 oleh utusan dari 55 negara. Dia meraih gelar sarjana hukum dari University of Khartoum pada 1955, meraih gelar master di bidang hukum pada 1957 di London, dan mendapatkan gelar doktor dari Sorbonne pada 1964. Dia berusaha untuk mengimplementasikan syari'at di Sudan.


Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X oleh Steven Barbosa
Judul Asli: American Jihad, Islam After Malcolm X
Terbitan Bantam Doubleday, Dell Publishing Group, Inc., New York 1993
Penterjemah: Sudirman Teba dan Fettiyah Basri
Penerbit Mizan, Jln. Yodkali No. 16, Bandung 40124
Cetakan 1, Jumada Al-Tsaniyah 1416/Oktober 1995
Telp.(022) 700931 Fax.(022) 707038

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2000.
Hak cipta © dicadangkan.