|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota
|
|
|
TINJAUAN TERHADAP FILSAFAT AJARAN ISLAM
JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
Oleh:
Prof. Dr. Djohar, M.S.
(Rektor IKIP Negeri Karangmalang, Yogyakarta)
Disampaikan pada
Tasyakur Seabad 1896-1996 Karya Agung
Mirza Ghulam Ahmad
FILSAFAT AJARAN ISLAM
Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Gedung Graha Sabha Pramana, Auditorium UGM
6 Januari 1997
PENGANTAR
Paper singkat ini disiapkan sebagai bahan pembahasan tentang
Filsafat Ajaran Islam Jemaat Ahmadiayah Indonesia untuk
memenuhi permintaan Panitia Peringatan 100 Tahun Buku
Filsafat Ajaran Islam melalui suratnya No. 01/PPFAI/JAI/1996
tanggal 18 Nopember 1996, yang dibahas pada tanggal 6
Januari 1997.
Sebelum dilakukan pembahasan, terlebih dulu saya ingin
menyampaikan beberapa catatan berikut:
1.Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan dan
kepercayaan yang diberikan oleh Panitia untuk membahas Buku
Filsafat Ajaran Islam Jemaat Ahmadiyah Indonesia ini.
2.Perlu saya jelaskan bahwa, dalam melakukan pembahasan
ini, saya tidak berada dalam posisi sebagai agamawan, akan
tetapi lebih berkedudukan sebagai seorang akademisi yang
kebetulan beragama Islam. Sehingga pembahasan tentang buku
ini lebih berwatak ekspresi pandangan rasional dari pada
berdasar sumber tekstual.
3.Paper ini tidak mengajukan ajaran, akan tetapi sekedar
menyampaikan hasil pemikiran bebas secara responsif setelah
membaca buku ini, bahkan dapat diartikan sebagai pemikiran
individual, yang dapat tidak berarti apa-apa bagi orang
lain.
4.Saya sangat menghargai kepada siapapun yang ingin
mencoba memaknakan Islam secara aktual dalam pemahaman
manusia biasa, seperti pernah diajukan oleh Aristotles,
"Think as a wise men do, but speak as the common people do."
Agar supaya Islam dapat dipahami dalam pemikiran umat
manusia kapanpun dan di manapun ia berada. Di dalam bahasa
lain orang banyak mengatakan kita bumikan ajaran Islam,
sehingga dapat diikuti oleh pemikiran manusia umumnya dan
secara nyata dapat diwujudkan dalam tindakan sehari-hari
umat di manapun ia berada, dan dalam konteks budaya apapun
mereka miliki. Membicarakan Islam umumnya menggunakan bahasa
sumber, kurang mencerminkan "the common people do," sehingga
ajaran Islam tidak mudah dicerna, dan dilaksanakan secara
utuh oleh setiap orang. Bahkan dengan demikian ada peluang
terjadinya perbedaan-perbedaan pemahaman yang didasarkan
atas "keyakinan" dan bukan atas objektivitas pemahaman, yang
dapat berdampak pada perbedaan aktualisasi keutuhan ajaran
Islam itu dalam kehidupan nyata.
5.Pembahasan yang saya ajukan adalah lebih bersifat
konseptual, artinya campur tangan rasionalitas manusia telah
masuk dalam pembahasan itu. Substansi yang diajukan
merupakan inferensi yang dicoba ditarik dari hasil kajian
diri atas sumber-sumber yang mendukung konsep itu.
Keterbatasan sumber akan sangat mewarnai kualitas konsep
yang diajukan.
6.Konsep Islam yang diajukan dalam paper ini adalah hasil
strukturisasi dan inferensi dari objektivitas yang idapatkan
dari hasil kajian terhadap sumber-sumber Islam yang dicapai
dan dikuasai sampai saat ini. Artinya pemahaman kami sendiri
dapat mengalami dinamika.
7. Di dalam dunia ilmu, konsep dapat berubah apabila
objektivitas pendukung konsep itu berubah, misalnya
ditemukan data baru, informasi baru, bahkan kemampuan
analisis baru seseorang yang mengajukan konsep itu, dengan
bertambahnya pengetahuan, pengalaman atau kedewasaan
berpikir orang itu.
8. Kualitas konsep yang diajukan sangat tergantung pada
kualitas pengolahan dari sumber dasar yang dipergunakan
untuk konseptualisasi itu. Artinya, apabila kualitas sumber
dasarnya kurang maka akan menentukan kualitas konsepnya.
PEMIKIRAN DASAR ISLAM
Menurut pemahaman saya, struktur konsep dasar Islam memuat
beberapa dimensi atau unsur yakni, (1) pengakuan, (2)
penyerahan diri, (3) iqraq, (4) ibadah (perwujudan hak dan
kewajiban), (5) sangsi atau Janji Allah.
Konsep pengakuan sangat jelas, baik dari segi isi dan
pernyataannya, yakni pengakuan atas keEsaan Allah, dan
kerasulan Muhammad.
Konsep penyerahan diri, mudah dinyatakan dan dipikirkan,
akan tetapi sulit diwujudkan dalam hati kita masing-masing.
Pada umumnya penyerahan diri ini disadari oleh setiap umat
yang beriman, akan tetapi belum tentu penyerahan diri ini
dirasakan dalam hati kita masing-masing. Penyerahan diri
umumnya tidak terjadi dalam totalitas terhadap hak Allah
atas setiap diri seseorang, melainkan kita pilih pada
hal-hal yang secara ikhlas kita serahkan kepada hak Allah,
akan tetapi terhadap hal-hal yang mempunyai muatan nafsu
(misal kekayaan, kedudukan, dll) biasanya manusia memiliki
harapan-harapan tertentu, bahkan mungkin juga memaksakan
diri di luar haknya.
Iqraq adalah konsep metodologik untuk berdialog dengan Tuhan
melalui ayat-ayat atau tanda-tandaNya untuk membangun iman
dan taqwa. Telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an, bahwa sumber
bacaan itu adalah (1) Al Qur'an (Surat AlMuzzammil, 73:4);
(2) Langit dan bumi dengan segala isi dan kejadiannya (Ali
Imron, 3:190; Asy-Syu'araa', 26:29); (3) Manusia dengan
segala kejadian perubahan sejarah sosial dan budayanya,
terutama dalam sejarah dan budaya keilmuan (Al-Jaatsiyah,
45:22), (4) Pada diri kita masing-masing juga terdapat
tanda-tanda Allah yang harus dibaca (Adz-Dzaariyaat,
51:20-21). Di antara kita tidak lagi diragukan bahwa kita
pasti selalu membaca Al-Qur'an, akan tetapi belum tentu di
antara kita selalu membaca tanda-tanda Allah yang berupa
alam semesta ini dengan segala wujud dan kejadiannya,
lebih-lebih lagi terhadap tanda-tanda Allah yang ada pada
diri kita masing-masing.
Ibadah (perwujudan hak dan kewajiban), pada dasarnya adalah
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah, dalam
mewujudkan hak dan kewajiban manusia terhadap Allah,
terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia, dan terhadap
lingkungan umumnya. Di dalamnya juga memuat aktualisasi
dalam mewujudkan Hak dan Kewajiban Allah terhadap
ciptaanNya.
Sangsi atau Janji Allah menyangkut sangsi dan janji Allah
atas umatnya dalam melaksanakan hak dan kewajiban
masingmasing.
INSTRUMEN UNTUK AKTUALISASI AJARAN ISLAM
Ajaran Islam pada dasarnya adalah untuk umat manusia.
Manusia memiliki pikiran, akal, hati dan tubuh dengan segala
kelengkapan struktur dan fungsinya, untuk melaksanakan
ajaran Islam. Tubuh manusia juga terdiri dari bagian rohani
dan jasmani. Keutuhan manusia dengan segala kelengkapan
perangkat instrumentalnya itu semua merupakan potensi
manusia untuk melaksanakan ajaran Islam itu dalam mengemban
fungsinya sebagai kalifah Allah. Itu semua sekaligus adalah
sebagai salah satu dari tanda-tanda Allah. Dinamika
kehidupan baik rohani maupun jasmani yang terjadi di dalam
setiap diri seseorang dapat memuat tanda-tanda Allah bagi
yang memperhatikan, bagi yang mengambil hikmab atau bagi
yang menarik konsep dari dinamika itu. Hanya diri seseorang
yang mampu memahami tanda-tanda Allah yang terjadi pada
individu manusia.
Selain tanda-tanda atau ayat-ayat yang bersifat universal
yang berlaku bagi semua umat, setiap individu manusia
memperoleh petunjuk Allah melalui tanda-tanda Allah yang
terdapat pada diri setiap orang itu.
Dengan istrumen inilah diharapkan setiap manusia dapat
menggunakan sebaik-baiknya, sehingga mampu mencapai ukuran
kehidupan yang mendekati harapan dan janji Allah. Instrumen
ini seharusnya diaktualisasikan sesuai dengan hak dan
kewajiban manusia di bumi dalam batas hak dan kewajiban
Allah.
Dari aktualisasi instrumen manusia ini, maka setiap manusia
memperoleh derajad kemanusiaannya masing-masing diukur dari
indiktor aktualisasi ke Islamannya masing-masing. Seberapa
besar dearajad "pengakuan" mereka, derajad "penyerahan
diri," derajad "iqraq," derajad aktualisasi "hak dan
kewajiban manusia" dalam ibadah, yang akhirnya akan
menentukan pencapaian derajad "sangsi" terhadap "Janji
Allah." Derajad kemanusiaan itu tentunya merupakan "derajad
kemanusiaan Islami" setiap umat. Pencapaian "derajad
kemanusiaan Islami" itulah yang akhirnya menentukan
kedudukan setiap manusia dalam menerima "sangsi" atau "Janji
Allah." Dari aktualisasi instrumen manusia itu, di dalam
diri manusia juga akan terwujud derajad kemanusiaan mereka
dalam ukuran manusia yang dinyatakan dalam wujud "akhlak"
yang menjadi cerminan dari "bisikan hati nurani" seseorang.
Bisikan hati setiap orang tercemar oleh "bisikan syetani"
dan "bisikan nafsu." Akal dan pikiran manusia yang
seharusnya menjadi faktor kontrol terhadap kebenaran dari
jenis-jenis bisikan itu. Bisikan hati, bisikan syetani dan
bisikan nafsu itu yang akan menentukan kualitas rohani dan
kualitas aktualisasi jasmani seseorang. Keseluruhannya
bekerja secara timbal balik dan saling mempengaruhi, yang
mewujudkan keutuhan derajad manusia Islami itu.
Derajad manusia Islami merupakan suatu kontinum yang sangat
panjang yang diukur dari indikator pemahaman, penghayatan
seseorang dalam mewujudkan keseluruhan ajaran Islam dalam
hidupnya. Oleh karena itu, kemampuan mengenal dan memanage
instrumen manusia ini dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam beribadah melaksanakan perintah Allah
adalah sangat penting.
Berdasarkan arti pentingnya instrumen manusia itu dalam
mewujudkan manusia sebagai kalifah Allah, maka apabila
diperhatikan secara tekstual di dalam buku Filsafat Ajaran
Islam Jemaah Ahmadiyah Indonesia itu lebih banyak membahas
masalah hakekat dari instrumen aktualisasi ajaran Islam ini,
dari pada struktur konsep Islam yang saya ajukan di atas.
Sehingga diharapkan instrumen manusia yang mempunyai arti
begitu penting untuk mewujudkan manusia sebagai kalifah
Allah di bumi dapat dipahami sesuai dengan alam pemikiran
manusia umumnya.
Selain itu, hal penting yang harus kita catat dalam
mempersoalkan instrumen manusia dari pandangan Islam
tentunya adalah bahwa aktualisasi instrumen itu harus selalu
kita kaitkan dengan ajaran Islam itu sendiri, sehingga
konteks dalam mempersoalkan instrumen manusia itu adalah
dalam konteks Islami. Karena ajaran Islam pada hakekatnya
adalah untuk manusia. Dengan demikian, maka dalam mengangkat
masalah filsafat ajaran Islam diharapkan benar-benar
mencakup hakekat dari keseluruhan ajaran Islam itu.
Berdasarkan pemahaman ini, maka dapat dipahami, bahwa dalam
buku Filsafat Ajaran Islam itu, digunakan pendekatan
analisis sentris instrumen manusia yang dicoba diletakkan
kedudukannya sebagai unsur penting dalam memahami ajaran
Islam.
Beberapa hal yang ingin disoroti secara khusus dari Buku
Filsafat Ajaran Islam Jemaah Ahmadiyah Indonesia adalah
tentang (1) Ruh, (2) Tingkat kerohanian, (3) Upaya mencapai
Tuhan, (4) Menyaksikan wujud Tuhan, (5) Iman dan amal, dan
t6) Keadaan rohani.
Upaya pemahaman terhadap berbagai masalah di atas tentunya
harus kita perhatikan, (l) mana yang menjadi hak Allah dan
mana yang menjadi hak manusia, dan (2) bahwa pemahaman itu
diupayakan apabila berdampak pada peningkatan iman dan taqwa
kita kepada Allah dan tidak sebaliknya justru membuat diri
kita menjadi sombong.
MASALAH RUH
Berdasarkan surat Al-Israa' (17:85) "Dan mereka bertanya
kepadamu tentang ruh. Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan
Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit." Meskipun manusia diberi hak sedikit tentang ruh,
namun demikian dari kesempatan yang sedikit itu kita coba
buru pemahamannya, dengan menelusuri dari petunjuk Allah
baik dari yang berbentuk verbal maupun dari yang berbentuk
tanda-tanda empirik alamiah. Namun demikian, oleh karena
masalah ruh adalah hak Allah, maka upaya pemahaman manusia
atas ruh itu yang pasti akan sangat terbatas.
Di dalam surat As Sajdah (Sujud) (32:9) dijelaskan "Kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam (tubuh)nya ruh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur." Ayat ini didahului oleh suatu ayat (32:8)
"Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina (air mani)." Pengertian kesempurnaan dalam ulangan
kejadian manusia dapat dikonfirmasikan kepada surat Al-Hajj
(22:5) sebagai berikut "Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)
sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes air mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna terjadinya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami
tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu
yang sudah ditentukan." Berdasarkan surat Al-Hajj di atas,
maka dapat dikaitkan makna kesempurnaan ditiupkan ruh Allah
pada (tubuh) manusia yakni pada saat perkembangan embrio
telah mencapai tahap terjadinya "segumpal daging."
Di dalam surat An Naba' (78:38) "Pada hari ketika ruh dan
para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak
berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya
oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang
benar."
Di dalam surat At Takwiir (81:7) disebutkan, "dan apabila
ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)," yang menjelaskan
tentang dipertemukannya kembali ruh (dengan tubuh) manusia.
Berdasarkan beberapa ayat di atas, maka ruh manusia (1)
dapat mengalami peristiwa "datang," "pisah" dan
"dipertemukan kembali" (dengan tubuh) manusia itu (tidak
harus diartikan fisik manusia), (2) pengertian "datang"
dapat diasosiasikan dengan peristiwa "peniupan ruh" pada
(tubuh) manusia, (3) ruh ditiupkan pada saat telah dicapai
kesempurnaan perkembangan embrio yakni pada saat telah
dicapai tingkat terjadinya "segumpal daging." Apabila pada
tingkat ini tidak dicapai kesempurnaan, maka kejadiannya
dapat dikaitkan dengan "aborsi."
Pemahaman di atas tampaknya dapat dikonfirmasikan dengan
temuan manusia terhadap tanda-tanda Allah dalam bentuk
empirik dari alam semesta.
Manusia telah dapat membuat inferensi dari hasil pengamatan
empiriknya, bahwa selama periode kehamilan, maka hasil
fertilisasi mengalami perkembangan melalui pembelahan, yang
selanjutnya gumpalan hasil pembelahan itu menjadi bangunan
yang lebih terstruktur yang dinamakan "blastula" dan
selanjutnya menjadi "gastrula," yang kemudian mengalami
proses morfogenesis menjadi bentuk individu manusia dan
mengalami perkembangan sampai waktu kelahiran terjadi.
Ahli biologi reproduksi menetapkan adanya batas waktu
"viabilitas fetus" untuk memberikan batas kriteria kegagalan
kehamilan; dinamakan "aborsi" apabila terjadi sebelum batas
"viabilitas fetus" dan dinamakan "prematur" apabila
kegagalan kehamilan terjadi setelah batas "viabilitas
fetuse."
Berdasarkan ketentuan WHO, "viabilitas fetus" terjadi pada
usia kehamilan 20 minggu pada saat fetus telah mencapai
berat badan 500 gr. Batasan WHO ini ternyata relevan untuk
ukuran orang di Amerika. Sedangkan di Inggris, "viabilitas
fetuse" dicapai pada usia kehamilan28 minggu dengan ukuran
berat fetus 1000 gram.
Apabila digunakan standard WHO, maka tahap kehidupan
embrional telah dinyatakan sebagai "fetus" pada saat usia 20
minggu atau sekitar 140 hari. Artinya pada saat itulah
embrio bukan lagi sekedar "jasad biologik," melainkan telah
menjadi "jasad manusia yang hidup," yang apabila dikaitkan
dengan ayat-ayat di atas, maka pada saat itu pulalah tahapan
"kesempurnaan segumpal daging" telah dicapai, dan pada saat
itu pulalah tiupan ruh Allah menyatu dengan manusia, yang
akan terpisah pada saat kematiannya dan akan dipertemukan
kembali pada saat kebangkitan. Kiranya temuan empirik ini
juga dapat dikaitkan dengan isi suatu hadits yang pernah
kita ketahui.
TINGKAT KEROHANIAN
Tingkat kerohanian manusia sangat ditentukan oleh
aktualisasi dari keseluruhan instrumen manusia, baik
pikiran, akal, hati, maupun tubuh secara utuh. Pengendali
tubuh sangat ditentukan oleh akal, pikiran, bisikan hati,
dan gangguan yang berupa bisikan syetani dan bisikan nafsu.
Instrumen manusia mempunyai potensi untuk mewujudkan derajad
manusia Islami atau derajad kerohanian Islami sesuai ukuran
sangsi dan Janji Allah, dengan syarat akal dan pikiran
manusia selalu disosialisasikan dengan norma-norma Islami
itu, sehingga tubuh juga akan selalu teraktualisasikan dalam
norma-norma Islami itu, sehingga secara utuh pribadi manusia
itu membudaya dalam budaya Islami.
Berdasarkan surat Al-Fath (48:4), yang mengisi hati manusia
adalah urusan Allah. Artinya bisikan hati adalah kebenaran.
Namun demikian kita harus mampu membedakan antara bisikan
hati, bisikan syetani dan bisikan nafsu melalui kontrol
pikiran kita. Oleh karena itu fungsionalisasi, pendewasaan
dan pemberdayaan pikiran melalui pendidikan menjadi bagian
yang sangat penting dalam Islam.
UPAYA MENCAPAI TUHAN
Secara rasional manusia memiliki potensi untuk mencapai
Tuhan, karena pada diri manusia terdapat ruh Allah dan
setiap diri manusia memiliki instrumen untuk mencapai itu.
Untuk mencapai Tuhan, kepada manusia juga telah diberikan
konsep dasar metodologinya, yakni "iqraq." Namun demikian
untuk mencapai Tuhan, manusia dihadapkan kepada berbagai
hambatan.
Hambatan globalnya adalah efektivitas aktualisasi instrumen
manusia dalam kaitannya dengan pengakuan, penyerahan diri,
iqraq, ibadah dalam mewujudkan hak dan kewajiban baik hak
dan kewajiban manusia maupun terhadap hak Allah.
MENYAKSIKAN WUJUD TUHAN
Menyaksikan wujud Tuhan bukan menjadi hak manusia. Hal ini
telah terbukti dari sejarah Nabi Musa yang tidak kuat
menyaksikan wujud Tuhan, dan dari peristiwa Isra' dan Mi'raj
meskipun diceritakan berkali-kali Rasulullah menghadap
Tuhan, tetapi tidak pernah diceritakan bagaimana wujud Tuhan
itu.
Sejarah turunnya ayat-ayat Allah kepada Rasulullah juga
selalu melalui perantara malaikat Jibril
IMAN DAN AMAL
Iman pada dasarnya adalah menggambarkan potensi manusia
untuk aktualisasi diri dalam hidup sebagai makhluk Allah,
sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat dan sebagai
manusia dalam sistem alam. Membangun iman adalah kewajiban
manusia. Sedangkan amal adalah manifetasi implementatif dari
potensi itu. Iman seseorang tergambar dalam amalnya,
sebaliknya amal seseorang menggambarkan keimanannya.
Di dalam perkembangannya, iman membangun amal, sedangkan
amal membangun iman.
KEADAAN ROHANI
Keadaan rohani pada dasarnya merupakan refleksi keadaan
pribadi seseorang. Derajad kerohanian seseorang dicerminkan
oleh derajad kemanusiaan Islaminya.
Meskipun ruh Allah ditiupkan kepada setiap menusia, akan
tetapi derajad kerohaniannya ditentukan oleh kualitas
aktualisasi atau kualitas operasionalisasi unsur-unsur
instrumen manusia itu secara utuh.
PENUTUP
Sesuai dengan kata pembuka dalam paper ini, berbagai
pandangan yang diajukan dalam paper ini adalah sekedar
pandangan pribadi. Apabila ada kebenarannya, itu adalah
karena Allah, dan apabila tidak benar adalah semata-mata
karena keterbatasan kami yang memang bukan agamawan.
Atas dasar keterbatasan kami itu, maka sekaligus kami mohon
maaf kepada Panitia Penyelenggara, apabila apa yang kami
sajikan ini tidak memenuhi harapan Panitia.
|
|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |