Tasyakur Seabad 1896-1996

Indeks Islam | Indeks Ahmadiyyah | Indeks Qadian | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

     PENCAPAIAN KEHIDUPAN ROHANI1
     
     KAJIAN TERHADAP BUKU
     ISLAMI USHULI KI FILASAFI
     FILSAFAT AJARAN ISLAM
     
     Karya
     MIRZA GHULAM AHMAD
     
     Oleh
     Drs. Ayik Muhammad Al Hasny, MM
     STIE Widya Wiwaha
     
     YOGYAKARTA
     Januari 1977
     
     Disampaikan pada
     Tasyakur Seabad 1896-1996 Karya Agung
     Mirza Ghulam Ahmad
     FILSAFAT AJARAN ISLAM
     Jemaat Ahmadiyah Indonesia
     Gedung Graha Sabha Pramana, Auditorium UGM
     6 Januari 1997
     
     I
     
     Buku yang berjudul Islami Usul  Ki  Filasafi  atau  Filsafat
     Ajaran  Islam  karya  Mirza  Ghulam  Ahmad  ini, sebagaimana
     tersebut  dalam  kata  pengantarnya  merupakan  pidato  yang
     disampaikan  oleh  penulisnya  pada  Konferensi  Agama-agama
     Besar yang berlangsung pada bulan Desember 1896  di  Lahore.
     Isinya   merupakan  bahasan  terhadap  lima  persoalan  yang
     diajukan panitia, yang  didasarkan  pada  kitab  suci  agama
     penulisnya  --dalam  hal  ini  Islam.  Kelima  persoalan itu
     adalah: (1) Keadaan  thabi'i  (alami),  akhlaki  dan  rohani
     manusia,  (2)  Keadaan  manusia  sesudah  mati,  (3)  Tujuan
     sebenarnya  hidup  manusia  di  dunia  dan  bagaimana   cara
     memenuhinya,  (4) Karma, yakni dampak amal perbuatan manusia
     di hari kemudian, dan (5)  sarana-sarana  untuk  mendapatkan
     ilmu, yakni irfan dan makrifat.2
     
     Penulis  dengan sangat jelas menerangkan konsep ajaran Islam
     mengenai kelima persoalan tersebut dengan  penjelasan  masuk
     akal  yang  didasarkan  pada  dalil-dalil  yang diambil dari
     ayat-ayat Al-Qur'an dan argumen akal. Mengenai yang  pertama
     dikatakannya  bahwa melangkahnya manusia ke arah pelanggaran
     dan  keburukan  adalah  suatu  keadaan  yang  secara   alami
     menguasai  dirinya.  Dalam  keadaan  alami  atau thabi'i ini
     manusia tidak berbeda dari hewan. Pangkal dari  keadaan  ini
     disebut  oleh Al-Qur'an dengan nafs ammarah, yakni jiwa yang
     membawa manusia kepada keburukan  yang  bertentangan  dengan
     kesempurnaannya dan menginginkannya berjalan pada jalan yang
     tidak baik. Ketika manusia melangkah  dengan  dinaungi  oleh
     akal  dan  makrifat,  ia  naik ke keadaan yang lebih tinggi,
     yakni keadaan akhlaki. Sumbernya adalah nafs lawwamah, yakni
     jiwa  yang menyesali dirinya atas perbuatan buruk dan setiap
     pelanggaran. Di atas  itu  ada  keadaan  tertinggi  yang  di
     dalamnya   manusia   selamat  dari  segala  kelemahan,  lalu
     dipenuhi oleh kekuatan-kekuatan rohaniah dan menyatu  dengan
     Allah. Sumbernya disebut dengan nafs mutma'innah, yakni jiwa
     yang tenteram.3
     
     Allah berkehendak melepaskan manusia dari  cara-cara  hewani
     dengan  mengajarkan  kepadanya  adab dan tata krama. Lalu ia
     memberikan  keseimbangan  pada   kebiasaan-kebiasaan   alami
     manusia, sehingga ia masuk ke dalam warna akhlak yang mulia.
     Selanjutnya Dia menetapkan tingkat  kemajuan  ketiga,  yakni
     ketika  manusia tenggelam dalam kecintaan dan keridhaan Sang
     Penciptanya yang  Hakiki,  serta  segenap  wujudnya  menjadi
     milik  Allah.4  Kemudian  diterangkan  dengan panjang lebar,
     bagaimana  perbaikan-perbaikan  dalam   ketiga   tahap   ini
     diajarkan oleh Al-Qur'an
     
     Mengenai  persoalan  kedua  dikatakan  bahwa keadaan sesudah
     mati bukanlah suatu keadaan baru, melainkan  keadaan-keadaan
     di  alam  dunia  ini  juga  yang dinampakkan lebih jelas. Di
     dalamnya segala yang di  dunia  ini  bersifat  rohani,  akan
     dinampakkan  dalam bentuk jasmani ada kemajuan-kemajuan yang
     tiada batas.5
     
     Tentang persoalan  ketiga,  disebutkan  bahwa  tujuan  hidup
     manusia  yang  sebenarnya  adalah menyembah Allah dan meraih
     makrifat-Nya serta menjadi  milik-Nya,  atau  "agar  terbuka
     jendela   hatinya  ke  arah  Allah  Ta'ala."  Bagaimana  ini
     dicapai? Ada delapan  sarana:  (1)  mengenali  Allah  secara
     benar  dan  mengimani  Tuhan  yang  Hakiki,  (2) mendapatkan
     gambaran yang jelas tentang kejuitaan serta  keindahan  yang
     lengkap  lagi  sempurna  di  dalam wujud Allah, (3) mengenal
     insan Tuhan, (4)  berdoa,  (5)  melakukan  mujahadah,  yakni
     mencari  Allah  dengan cara membelanjakan harta, menyalurkan
     kemampuan-kemampuannya  dan  mengerahkan  akal  pikiran   di
     jalanNya,  (6)  istiqamah,  yakni menjalani semua itu dengan
     tidak bosan, tidak putus asa, tidak lelah dan  tidak  gentar
     menghadapi  cobaan,  (7)  bergaul  dengan  orang  saleh  dan
     memperhatikan tauladan-tauladan sempurna  dari  mereka,  (8)
     kasyaf  suci,  ilham  suci  dan  mimpi-mimpi suci dari Allah
     Ta'ala.6
     
     Mengenai persoalan keempat,  yakni  karma,  dikatakan  bahwa
     peranan syariat yang benar dan sempurna dari Allah pada hati
     manusia dalam kehidupan di  dunia  ini  adalah:  mengubahnya
     dari keadaan binatang menjadi manusia, dari manuisia menjadi
     manusia  berakhlak,  lalu  dari  manusia  berakhir   menjadi
     manusia bertuhan.7
     
     Mengenai persoalan terakhir, dinyatakan bahwa ada tiga macam
     ilmu:  ilmul  yaqin,   ainul   yaqin   dan   haqqul   yaqin.
     Masing-masing  mempunyai  sarana  yang  berbeda-beda. Sarana
     ilmul yaqin adalah  akal  dan  keterangan-keterangan,  serta
     fitrat  manusia.  Ainul  yaqin  sarananya  adalah  ilham dan
     wahyu.  Adapun  haqqul  yaqin,   sarananya   adalah   segala
     penceritaan,  musibah  dan  kesusahan yang dialami para nabi
     serta orang-orang saleh di tangan musuh atau atas  keputusan
     samawi.8
     
     II
     
     Semua  keterangan  mengenai  kelima persoalan itu didasarkan
     pada  ayat-ayat  Al-Qur'an  dan  keterangan  logis.   Memang
     menjadi   pertanyaan   mengenai   pemilihan  dan  penafsiran
     ayat-ayat yang diambil, tetapi tidak dapat  diingkari  bahwa
     penjelasan-penjelasan  yang  disampaikan  tidak bertentangan
     dengan akal, walaupun orang dapat mengatakan bahw  kepastian
     mengenai  bahwa itulah yang dimaksudkan oleh Al-Qur'an tidak
     ada yang dapat menjamin.
     
     III
     
     Keterangan-keterangan tambahan  yang  mengganggu  perjalanan
     argumentasi.   Misalnya  pembicaraan  tentang  hakekat  ruh,
     haramnya babi dan sebagainya yang  muncul  di  tengah-tengah
     pembicaraan   tentang   tahapan-tahapan   pernaikan  keadaan
     manusia. Walaupun keterangan-keterangan seperti ini  penting
     dan  berkaitan  dengan  masalah  yang  sedang dibahas, namun
     kedatangannya di tengah-tengah pembahasan terasa  mengganggu
     alur pembicaraan.
     
     Ada  beberapa  hal yang sangat sulit sekali untuk dibuktikan
     dengan secara tak terbantah.  Misalnya,  bahwa  bahasa  Arab
     merupakan satu-satunya bahasa di dunia yang merupakan bahasa
     Tuhan,  induk  segala  bahasa.9  Pembuktianya  memang  tidak
     disampaikan  dalam  buku  ini,  sehingga tidak dapat dinilai
     apakah  pembuktian  itu  masuk  akal.  Akan  tetapi,  secara
     empiris, apa pun yang dikatakan dalamnya, pembuktian seperti
     itu sangat sulit diterima.
     
     Demikian juga pernyataan bahwa di alam Barzakh tiap-tiap ruh
     akan mendapat suatu tubuh sementara guna mencicipi cita rasa
     buah amal perbuatannya. Tubuh itu  bukan  dari  jenis  tubuh
     yang  ada di dunia, melainkan dipersiapkan dari suatu cahaya
     atau kegelapan,  sesuai  dengan  keadaan  amal  perbuatan.10
     Memang   ini   bukan   tidak   masuk   akal,   namun   dasar
     pengambilannya, yang dikatakan  berkali-kali  disebut  dalam
     Kalam   Ilahi  dan  diperoleh  secara  kasyaf,  tidak  dapat
     meyakinkan orang yang ingin tahu secara akaliah.
     
     IV
     
     Hal lain yang  menggelitik  penulis  tulisan  sederhana  ini
     adalah       keterangan      penulis      buku      mengenai
     pengalaman-pengalaman   rohaniahnya.   Pengalaman-pengalaman
     seperti   ini   bukan  tidak  mungkin  terjadi,  hanya  saja
     pembuktiannya tidak dapat diberikan dengan cukup memuaskan
     
     V
     
     Bagaimanapun  buku  ini  dapat  dikatakan  telah  memaparkan
     persoalan-persoalan  yang  diajukan dengan jelas. Orang yang
     membacanya  dengan  hati  bersih  akan  mendapatkan   banyak
     inspirasi  yang  berguna  bagi  peningkatan  mutu  kehidupan
     rohaniahnya.

Indeks Islam | Indeks Ahmadiyyah | Indeks Qadian | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team