Islam dalam Lintasan Sejarah
Hamilton Alexander Rosskeen Gibb

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Kutipan dari buku Islam dalam Lintasan Sejarah
Oleh Sir Hamilton Alexander Rosskeen Gibb
Penerbit Bhratara Karya Aksara - Jakarta 1983

 

BAB 2 MUHAMMAD SAW. (2/3)

Hijrah ini sering dianggap sebagai permulaan masa baru dalam sifat dan kegiatan Muhammad saw. Tetapi, perbedaan besar yang biasanya digambarkan antara nabi yang samar dan dikejar-kejar di Mekkah, kemudian dikejar oleh prajurit, dan penguasa agama di Madinah, tidaklah dibenarkan oleh sejarah. Sebetulnya, tidak ada perubahan dalam keyakinan Muhammad saw. sendiri dan tentang paham tugas beliau. Lahirnya pergerakan Islam mendapat bentuk baru dan membangun suatu masyarakat yang tertentu, disusun menurut garis-garis politik terpimpin oleh seorang penghulu tunggal. Semuanya hanya memberikan lahiriah yang terang bagi sesuatu sampai waktu itu masih terkandung. Dalam gagasan Muhammad saw. (sebagaimana juga dalam pikiran lawan-lawan beliau) persatuan agama baru ini telah diciptakan sebagai suatu masyarakat yang diatur menurut garis-garis politik, bukannya sebagai suatu "Gereja" dalam suatu negara duniawi. Dalam uraiannya tentang sejarah nabi-nabi, gagasan itulah merupakan bagian yang utama dari maksud Tuhan mengirimkan para nabi. Kita tidak perlu mencari keluar tanah Arab untuk menemulkan sumber-sumber ciptaan ini meskipun Muhammad saw. akan bertindak demikian, beliau akan mendapat agama dan negara diikatkan menjadi satu dalam semua lembaga-lembaga kerajaan pada waktu itu, di Persia, Bizantium, dan Abesinia.

Barang baru di Madinah ialah masyarakat agama yang telah diwujudkan dari teori ke praktek. Biarpun demikian, karya itu, pertama-tama bukan merupakan hasil usaha Muhammad saw. sendiri, tetapi karena kota Madinah yang membutuhkan beliau, bukannya beliau yang membutuhkan Madinah. Kejadian itu adalah bukti nyata bagi beliau dan penganut-penganutnya tentang adanya pertolongan dari Allah. Pertumbuhan sesudahnya dalam ajaran beliau dan paham Islam dalam waktu permulaan, bersumber dari kenyataan bahwa masyarakat merupakan suatu badan dan kebutuhan penyesuaian (yang tidak selalu mudah) antara idam-idaman dan fakta-fakta yang tegas, serta syarat kehidupan yang praktis di dunia.

Sekarang datang waktunya membangun dengan teguh dan aman, tetapi bagaimana? Muhammad saw. telah mencoba meyakinkan dengan jalan damai, akan tetapi gagal. Perlawanan orang Mekkah berdasarkan atas alasan politik dan perekonomian; hanya dengan tekanan di bidang politik dan perekonomian, beliau akan dapat mematahkan perlawanan tadi. Sejak itu kegiatan politik beliau berkisar pada dua sumbu: mempersatukan, menyusun dengan teguh umat Islam, dan menundukkan orang Mekkah dengan paksaan. Tugas yang kedua ini, tidak akan memuaskan apabila hanya berupa pembalasan dendam saja. Biarpun beliau mula-mula mungkin merasa dendam benci terhadap kota Mekkah yang telah menampik beliau (dan karena itu, beliau pandang menolak wahyu Tuhan yang ditugaskan padanya). Mekkah segera mengambil tempatnya kembali dalam pusat kesayangannya. Kurang dari setahun setelah Hijrah, Mekkah dinyatakan sebagai pusat kebaktian dalam sistem Islam, dan dengan demikian, menjadi irredenta (daerah yang belum dibebaskan) kerohanian.

Sikap Muhammad saw. terhadap Mekkah dengan tindakan demikian telah ditempatkan di atas tingkat perasaan beliau pribadi. Lagi pula, Mekkah merupakan pemimpin dalam bidang intelektual dan politik Arabia Barat; selama Mekkah tetap bermusuhan, umat Islam akan berada dalam bahaya pembinasaan. Lebih tegas, Muhammad saw. ini sungguh-sungguh mengerahkan tenaga orang Mekkah turut serta dalam kebaktian Islam. Tidak ada kota lain di Arabia Barat yang memiliki paham intelektual dan kemampuan politik seperti Mekkah walaupun beliau insaf bahwa dalam bidang kebesaran keyakinan agama, Madinahlah yang merupakan pusat kerohanian masyarakat baru.

Di Madinah, beliau dapat menghalang-halangi jalan perdagangan Mekkah ke jurusan Utara. Ekspedisi beliau terhadap suku-suku Badui merupakan bagian suatu rencana keahlian yang disempurnakan dengan kepahaman dan pengertian yaitu mengambil keuntungan dari kedudukannya dan memblokir Mekkah, hingga kota tadi menyerahkan diri. Tindakan itu akan mencetuskan pertikaian senjata yang telah diramalkan oleh beliau. Tiga pertempuran utama, di Badr, Uhud, dan pertempuran "Chandaq" (Parit) yang dilakukan masing-masing dalam tahun dua, tiga, dan lima tarikh Hijrah hanya mempunyai nilai sementara saja, biarpun peristiwa tadi dibesar-besarkan dalam hadis-hadis. Penting bagi maksud Muhammad saw. bahwa pada suatu waktu Mekkah akan menggabungkan diri dengan sukarela. Bakat politik beliau yang luar biasa terbukti dari cara mencakup Mekkah setelah berjuang tujuh tahun, bukan sebagai musuh yang dialahkan, tetapi sebagai seorang kawan yang ikhlas bahkan bersemangat. Dua tahun kemudian, waktu menghadapi keadaan yang amat penting untuk pertama kali yaitu waktu Muhammad saw. wafat, Mekkah sebenarnya yang terutama memberikan sokongan merebut kembali keunggulan Islam di Arabia.

Keputusan Muhammad saw. memilih jalan memerangi suku-suku ialah lebih dari suatu bayangan keadaan politik dan sosial di Arabia. Alasan keduniawian apa pun yang sewaktu-waktu mungkin mempengaruhi arah kegiatan beliau dengan sadar ataupun tidak sadar, asas tujuan beliau semata-mata keagamaan. Hingga akhirnya beliau menganggap tindakan militer dan diplomatik sebagai alat untuk mengenakan pengaruh kesusilaan dan keagamaan pada suku-suku yang keras kepala dan sombong. Perlu dicatat bahwa beliau tidak pernah menggunakan kekuatan militer, apabila tindakan diplomatik sudah mencukupi, dan setelah Mekkah jatuh, operasi militer semata-mata dihentikan. Harus ditambahkan bahwa segala pertimbangan sejarah yang dapat dipergunakan untuk menelaah keadaan tadi membenarkan pandangan Muhammad saw.

Adapun kesalahan besar adalah dugaan bahwa perhatian dan kepentingan Muhammad saw. dalam tahun-tahun tersebut hanya meliputi urusan politik dan peperangan. Sebaliknya, pusat karyanya ialah mengajarkan, mendidik, dan melatih ketertiban dan kesetiaan umatnya. Mereka diumpamakan ragi yang akan meragikan umat keseluruhannya, sebab beliau mengenal watak orang Arab, dan insaf bahwa pengislaman yang sejati hanya dapat dicapai setelah usaha beberapa lama melampaui usianya sendiri. Dua tahun yang terakhir dari hidupnya dibaktikan untuk menggembleng bekas para lawan Mekkah dalam kesungguhan moral para penganutnya yang terdahulu, dan meyakinkan mereka untuk melanjutkan tugasnya setelah beliau wafat. Akibatnya ialah keoknuman umat Islam lambat laun ditakrifkan atas garis yang sejajar dengan pembentukannya sebagai kesatuan politik yang merdeka.

About Gibb, The Articles: Muhammad: Part 1, Part 2, Part 3


Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team