Abu Bakr As-Siddiq

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

II. PELANTIKAN1 ABU BAKR (2/3)
Muhammad Husain Haekal

Pertemuan Saqifah dan bahaya yang mengancam

Tatkala ketiga orang itu tiba, pihak Ansar masih berdiskusi, belum mengangkat Sa'd, juga belum mengambil suatu keputusan mengenai kekuasaan itu. Seperti menyesali keadaan, orang-orang Ansar itu terkejut melihat kedatangan mereka bertiga. Orang-orang Ansar berhenti bicara. Di tengah-tengah mereka ada seorang laki-laki berselimut, yang oleh Umar bin Khattab ditanya siapa orang itu.

"Ini Sa'd bin Ubadah, sedang sakit," jawab mereka.

Abu Bakr dan kedua kawannya itu juga duduk di tengah-tengah mereka dengan pikiran masing-masing sudah ditimbuni oleh pelbagai pertanyaan, apa yang akan dihasilkan oleh pertemuan itu.

Sebenarnya pertemuan ini sangat penting dalam sejarah Islam yang baru tumbuh itu. Dalam pertemuan serupa ini, kalau Abu Bakr tidak memperlihatkan sikap tegas dan kemauan yang keras - seperti juga di kawasan Arab yang lain - justru di kandang sendiri hampir saja agama baru ini menimbulkan perselisihan, sementara jenazah pembawa risalah itu masih berada di dalam rumah, belum lagi dikebumikan.

Andaikata pihak Ansar tetap bersikeras akan memegang tampuk pimpinan sesuai dengan seruan Sa'd bin Ubadah, sedang pihak Kuraisy sebaliknya tidak mau menyerahkannya kepada pihak lain, maka dapat kita bayangkan, betapa jadinya Medinah Rasulullah ini akibat tragedi pemberontakan itu kelak! Betapa hebatnya ledakan pemberontakan bersenjata itu sementara pasukan Usamah masih berada di tengah-tengah mereka, terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar, masing-masing sudah bersenjata lengkap, sudah dengan baju besi dan sudah sama-sama siap tempur!

Andaikata kaum Muhajirin yang hadir di Saqifah itu bukan Abu Bakr, bukan Umar dan bukan Abu Ubaidah, melainkan orang-orang yang belum punya tempat dalam hati segenap kaum Muslimin seperti pada ke­ dua wazir (pendamping) Rasulullah dan orang-orang kepercayaan umat ini, niscaya timbul perselisihan hebat antara mereka dengan Ansar, niscaya berkecamuk pertentangan antara kaum Muslimin dengan segala akibatnya - yang sampai sekarang belum terpikirkan oleh para sejarawan - dan niscaya sebagian besar yang hadir dalam pertemuan Saqifah itu tak akan berhenti hanya pada peristiwa dan pertukarpikiran yang berakhir dengan dilantiknya Abu Bakr itu saja. Tetapi mereka yang dapat menilai peristiwa itu sebagaimana mestinya akan melihat pengaruh pertemuan bersejarah itu dalam sejarah Islam, seperti pada waktu Ikrar Aqabah dan pada hijrah Rasulullah dari Mekah ke Medinah.

Orang akan melihat bahwa sikap Abu Bakr menghadapi situasi itu adalah sikap seorang politikus, bahkan seorang negarawan yang punya pandangan jauh, yang dapat memperhitungkan hasil-hasil dan segala kemungkinannya, dengan terus mengarahkan segala usahanya dengan tujuan hendak mencapai yang baik dan mencegah bahaya dan segala yang buruk.

Abu Bakr mulai dengan serangan damainya

Dalam kehidupan kita dewasa ini kita sudah biasa mengenal istilah­ istilah yang dilakukan oleh kaum politisi untuk menggambarkan situasi dan tindakan-tindakan yang mereka anggap baru dan belum pernah dilakukan orang sebelumnya. Yang mudah biasa kita dengar masa kita sekarang ini ialah istilah "serangan damai." Pada masa-masa dahulu serangan damai demikian ini sudah tidak asing lagi. Malah cara inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakr dan juga dilaksanakan oleh kedua sahabatnya dalam pertemuan bersejarah yang sangat penting itu.

Setelah ketiga Muhajirin itu merasa puas dengan pertemuan tersebut, pihak Ansar tidak lagi berani meneruskan dan mereka sadar. Tetapi pihak­pihak yang masih keras ingin memegang pimpinan setelah Rasulullah tak dapat menahan diri.

"Aku sudah menyusun kata-kata yang akan kusampaikan kepada mereka," kata Umar, "tetapi waktu akan mulai berbicara, Abu Bakr berkata kepadaku: Sabarlah, aku yang akan bicara. Sesudah itu boleh kau bicara sesukamu."

Pidato Abu Bakr yang pertama kepada Ansar

Yang dikhawatirkan Abu Bakr sikap Umar yang terlalu keras bila berbicara, sedang situasinya tidak mengizinkan cara-cara kekerasan. Yang diperlukan ialah taktik yang bijak dan pengantar yang baik. Waktu itu Abu Bakr berdiri. Setelah mengucapkan syukur kepada Allah dan mengingatkan mereka kepada Rasulullah serta risalah tauhid yang dibawanya, ia berkata:

"...Orang-orang Arab itu berat sekali untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka. Kaum Muhajirin yang mula-mula dari masyarakat Nabi sendiri telah mendapat karunia Allah, mereka percaya kepadanya, beriman kepadanya, senasib seperjuangan dengan menanggung segala macam penderitaan, yang datangnya justru dari masyarakat mereka sendiri. Mereka didustakan, ditolak dan dimusuhi. Mereka tak merasa gentar, meskipun jumlah mereka kecil, menghadapi kebencian dan permusuhan lawan yang begitu besar. Mereka itulah yang telah lebih dulu menyembah Allah di muka bumi, beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Mereka itu termasuk sahabat-sahabatnya dan keluarganya. Sepeninggal Nabi, merekalah orang-orang yang paling berhak memegang pimpinan ini. Tak ada orang yang akan menentang kecuali orang yang zalim.

"Dan kalian, Saudara-saudara Ansar! Siapa yang akan membantah jasa kalian dalam agama serta sambutanmu yang mula-mula, yang begitu besar artinya dalam Islam. Allah telah memilih kamu sebagai pembela (ansar) agama dan Rasul-Nya. Ke tempat kalian inilah ia hijrah dan dari kalangan kalian ini pula sebagian besar istri-istri dan sahabat-sahabatnya. Posisi itu hanya ada pada kamu sekalian setelah kami. Karena itu, maka kamilah para amir3 dan Tuan-tuan para wazir. Kami tak akan meninggalkan Tuan-tuan dalam musyawarah dan tak akan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan"

Kami para amir dan Tuan-tuan para wazir. Kami tidak akan meninggalkan Tuan-tuan dalam musyawarah, dan kami takkan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan. Kata-kata ini mirip sekali dengan pendapat Ansar yang mengatakan: dari kami seorang amir dan dari Muhajirin seorang amir. Kata-kata yang lebih teratur ini dan akan membawa segala persoalan ke arah yang lebih baik dan membangun. Barangkali ini pula tujuan Abu Bakr - tujuan yang sangat bijaksana dengan pandangan yang jauh. Barangkali pihak Aus pun yang tadinya masih bersaing dengan Khazraj, sekarang sudah puas menerima Abu Bakr. Dari kalangan Khazraj sendiri barangkali banyak yang tidak keberatan terhadapnya.

Abu Bakr tidak menginginkan pihak Muhajirin akan memegang kekuasaan tanpa mengajak orang lain seperti yang dilakukan oleh Sa'd bin Ubadah. Malah dimintanya Ansar sebagai para wazir, bekerja sama tanpa menyertakan yang lain, meskipun yang lain itu di beberapa bagian Semenanjung ada yang lebih kuat dan lebih banyak jumlahnya. Ia mengajak Ansar atas dasar pimpinan berada di tangan Muhajirin karena kedudukan mereka yang sudah lebih dulu dalam membela dan mendukung Rasulullah.

Sudah tentu, dengan kata-kata itu mereka semua akan merasa puas, karena ini memang sudah sangat adil, dengan dasar demi kebenaran semata.

Jawaban Ansar kepada Abu Bakr

Orang-orang yang masih diliputi semangat mempertahankan Ansar merasakan pengaruh kata-kata Abu Bakr itu dalam hati kalangan Saqifah. Mereka khawatir kesepakatan yang semula sudah ada akan buyar. Keadaan itu dipaksakan oleh pihak Muhajirin dan kekuasaan akan dipegang mereka sendiri. Maka salah seorang dari Ansar berdiri dan berkata:

"Kemudian daripada itu. Kami adalah Ansarullah dan pasukan Islam, dan kalian dari kalangan Muhajirin sekelompok kecil dari kami, datang ke mari mewakili golongan Tuan-tuan. Tetapi ternyata sekarang Tuan-tuan mau mengambil hak kami secara paksa."

Dalam kedudukannya itu, apa yang didengarnya tentu tidak menyenangkan Abu Bakr. Sekali lagi ia menunjukkan kata-katanya kepada Ansar, seraya katanya:

"Saudara-saudara! Kami dari Muhajirin orang yang pertama menerima Islam. Keturunan kami orang baik-baik, keluarga kami terpandang, kedudukan kami baik pula. Di kalangan Arab kamilah yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat sayang kepada Rasulullah. Kami sudah memeluk Islam sebelum Tuan-tuan, di dalam Qur'an juga kami didahulukan dari Tuan-tuan, seperti dalam firman Allah:

"Pelopor-pelopor pertama dari Muhajirin dan Ansar, dan yang mengikuti mereka dalam segala perbuatan yang baik (Qur'an, 9. 100). Jadi kami Muhajirin dan Tuan-tuan adalah Ansar, Saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi rampasan perang dan penolong-penolong kami dalam menghadapi musuh. Apa yang telah Tuan-tuan katakan, bahwa segala kebaikan ada pada Tuan-tuan itu sudah pada tempatnya. Dari segenap penghuni bumi ini Tuan-tuanlah yang patut dipuji. Tetapi dalam hal ini orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan Kuraisy. Jadi dari pihak kami para amir dan dari pihak Tuan-tuan para wazir."

Memasuki situasi yang serba sulit

Oleh Abu Bakr kata-kata terakhir itu diulang-ulang, yang sekaligus ketika pertama kali disampaikan telah memberi kesan dalam hati orang­ orang Ansar yang keras, yang merasa khawatir sekali dengan situasi demikian. Maka ketika itu al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh berdiri:

"Saudara-saudara Ansar!" katanya. "Hendaklah kita pertahankan hak kita. Orang-orang akan berada di belakang kita. Tak akan ada yang berani menentang kita dan orang tak akan menjalankan suatu keputusan tanpa meminta pendapat kita. Kekayaan dan kehormatan ada pada kita, begitu juga jumlah orang. Kita punya pertahanan dan pengalaman, kekuatan dan kesiagaan. Orang hanya akan melihat apa yang kamu perbuat. Janganlah kamu berselisih, agar pendapat kita tidak terpecah belah, kekuasaan kita tidak pula goyah. Kemauan mereka hanya seperti yang sudah kalian dengar. Sekarang Saudara-saudara, dari kami seorang amir dan dari Tuan­ tuan seorang amir."

Begitu Hubab berhenti bicara Umar bin Khattab segera berdiri - yang sejak tadi hanya menahan diri tidak bicara, sebab mematuhi perintah Abu Bakr - seraya katanya :

"Bah! Jangan ada dua kemudi dalam satu perahu. Orang-orang Arab tidak akan mau mengangkat kamu sedang nabinya bukan dari kalangan kamu. Tetapi mereka tidak akan keberatan mengangkat seorang pemimpin selama kenabian itu dari kalangan mereka. Alasan dan kewenangan kami sudah jelas buat mereka yang masih menolak semua itu. Siapakah yang mau membantah kewenangan dan kepemimpinan Muhammad sedang kami adalah kawan dan kerabat dekatnya - kecuali buat orang yang memang cenderung hendak berbuat batil, berbuat dosa dan gemar mencari-cari malapetaka!"

Ucapan Umar itu dibalas oleh Hubab:

"Saudara-saudara Ansar! Tetaplah kalian bertahan dan jangan mendengar kata-kata orang ini dan kawan-kawannya, kalian akan kehilangan hak kalian. Kalau mereka menolak tuntutan kita, kita keluarkan mereka dari negeri ini, dan kekuasaan kita ambil dari mereka. Dalam hal ini kalian lebih berhak daripada mereka. Dengan pedang kalianlah orang yang tadinya tak beragama itu telah menerima agama ini. Saya tongkat lagi senjata4. Demi Allah, kalau perlu biar kita yang memulai peperangan."

Mendengar ancaman itu Umar membalas: "Mudah-mudahan Allah memerangi kamu."

"Bahkan kaulah yang akan diperangi," kata Hubab lagi.

Kata-kata terakhir ini sudah merupakan ancaman yang sangat berbahaya. Jika di pihak Hubab kaum Ansar cukup banyak jumlahnya tentu akan mudah sekali timbul huru-hara dan mereka cepat-cepat membantunya dan mendukung pengangkatan Sa'd bin Ubadah. Sesudah itu terserah apa yang akan dilakukan oleh pihak Muhajirin. Atau bisa jadi masing-masing pihak ada yang sudah bermain mata atau yang serupa itu sebagai reaksi atas dialog yang begitu keras antara Umar dengan Hubab.

Abu Ubaidah turun tangan

At-Tabari malah menyebutkan bahwa sambil berbicara itu Hubab menghunus pedang, tapi tangannya ditepis oleh Umar dan pedang itu jatuh. Diambilnya pedang itu oleh Umar dan ia melompat ke arah Sad ibn Ubadah. Tetapi dalam menghadapi persoalan ini Abu Ubaidah bin Jarrah segera turun tangan. Selama ini ia memang berdiam diri. Sambil ditujukan kepada penduduk Medinah itu ia berkata:

"Saudara-saudara Ansar! Kalian adalah orang yang pertama memberikan bantuan dan dukungan, janganlah sekarang jadi orang yang pertama pula mengadakan perubahan dan perombakan."

Suara Basyir bin Sa'd

Dalam kesempatan ini Basyir bin Sa'd Abu an-Nu'man bin Basyir, salah seorang pemimpin Khazraj, berdiri menyambut ucapan Abu Ubaidah yang bijaksana itu:

"Kalau kita sudah mendapat tempat pertama dalam perang melawan kaum musyrik dan juga yang mula-mula menyambut agama ini, yang kita tuju hanya rida Allah serta kepatuhan kita kepada Nabi kita yang sudah bekerja keras untuk kita. Maka tidaklah pada tempatnya kita akan. menyombongkan diri kepada orang lain, juga bukan tujuan kita ganjaran duniawi ini sebagai balasan buat kita. Tuhanlah yang akan memberikan ganjaran kepada kita untuk itu semua. Ya, Muhammad saw. dari Kuraisy, maka kabilah inilah yang lebih berhak atas semua itu. Demi Allah aku bersumpah, janganlah sekali-kali kita disaksikan Allah dalam keadaan bersengketa mengenai hal ini. Takutlah kalian kepada Allah, dan janganlah menentang dan bertengkar dengan mereka."

Abu Bakr mengitarkan pandangannya kepada Ansar, ingin melihat kesan apa yang timbul dari kata-kata Basyir itu. Dilihatnya Aus seolah mereka saling berbisik dan banyak pula dari pihak Khazraj yang tampaknya merasa puas dengan kata-kata Basyir itu. Ia yakin, bahwa keadaannya sekarang sudah reda dan sudah tiba pula saatnya mengambil keputusan. Kesempatan ini tak boleh dibiarkan. Oleh karena waktu itu ia sedang duduk di tengah-tengah, antara Umar dan Abu Ubaidah, maka dipegangnya tangan mereka itu masing-masing dan katanya seraya mengajak Ansar menjaga persatuan dan menghindari perpecahan:

"Ini Umar dan ini Abu Ubaidah, berikanlah ikrar Tuan-tuan kepada yang mana saja yang Tuan-tuan sukai."

Ketika itu timbul pula kegaduhan dan perselisihan pun mulai merebak lagi. Umarkah yang akan dibaiat dengan sikapnya yang begitu keras, tetapi dalam pada itu ia pendamping (wazir) Nabi dan ayah Hafsah Ummulmukminin?! Atau Abu Ubaidah yang akan dilantik, yang sampai saat itu wibawa dan kedudukannya belum seperti Umar dalam hati kaum Muslimin?!

Umar dan Abu Ubaidah melantik Abu Bakr

Tetapi Umar tidak membiarkan perselisihan itu jadi perkelahian yang berkepanjangan. Dengan suaranya yang lantang ia berkata: "Abu Bakr, bentangkan tanganmu."

Abu Bakr membentangkan tangan dan oleh Umar ia diikrarkan seraya katanya:

"Abu Bakr, bukanlah Nabi menyuruhmu memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah penggantinya (khalifahnya). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini."

Menyusul Abu Ubaidah memberikan ikrar.

"Engkaulah dari kalangan Muhajirin yang paling mulia," katanya, "dan yang kedua dari dua orang dalam gua, menggantikan Rasulullah dalam salat, sesuatu yang paling mulia dan utama dalam agama kita. Siapa lagi yang lebih pantas dari engkau untuk ditampilkan dan memegang pimpinan ini!"

Sementara Umar dan Abu Ubaidah membaiat, cepat-cepat datang pula Basyir bin Sa'd memberikan ikrarnya. Ketika itu juga Hubab bin al­Munzir berseru:

"Basyir bin Sa'd! Engkau tidak patuh. Apa gunanya kau berbuat begitu. Engkau telah menyaingi kepemimpinan itu dengan sepupumu sendiri (maksudnya Sa'd bin Ubadah)."

"Tidak," kata Basyir, "saya tidak mau menentang hak suatu golongan yang sudah ditentukan Allah."

Baiat Saqifah oleh Aus dan Khazraj

Usaid bin Hudair, pemimpin Aus, sambil menoleh kepada kaumnya yang juga sedang memperhatikan apa yang dilakukan oleh Basyir bin Sa 'd, berkata:

"Kalau sekali Khazraj memerintah kita, maka akan tetap mereka mempunyai kelebihan atas kita dan dengan mereka sama sekali kita tidak akan mendapat hak apa-apa. Maka marilah sekarang kita baiat Abu Bakr." Ketika itu Aus segera bertindak memberikan ikrar kepada Abu Bakr, kemudian disusul oleh Khazraj yang sudah merasa puas dengan kata-kata Basyir itu; mereka juga cepat-cepat membaiat, sehingga tempat di Saqifah itu penuh sesak. Karena makin banyak orang yang datang memberi ikrar hampir-hampir saja Sa'd bin Ubadah terinjak-injak. "Hati-hati, Sa'd jangan diinjak," suara orang-orang yang pro Sa'd.

"Bunuh saja dia," kata Umar. "Dia berbahaya!" dilanjutkan dengan kata-kata keras yang ditujukan kepada Sa 'd.

"Hati-hatilah, Umar," kata Abu Bakr mengingatkan Umar. "Dalam suasana begini perlu lebih bijaksana."

Sekarang oleh kawan-kawannya Sa'd dibawa masuk ke rumahnya. Selama beberapa hari ia tinggal di rumah. Kemudian ia diminta agar juga membaiat:

"Datanglah dan baiat dia. Orang semua sudah membaiat, juga golonganmu."

Sa'd menolak

Tetapi Sa'd tetap tidak mau. "Tidak. Daripada aku membaiat, biarlah kulepaskan anak-anak panah dalam tabungku ini kepada kalian, biar kepala tombakku berlumuran darah dan pedang yang ada di tanganku kupukulkan kepadamu. Aku akan memerangi kalian bersama keluargaku, bersama peng­ ikut-pengikutku yang masih setia."

Setelah ucapan demikian itu sampai kepada Abu Bakr, Umar berkata kepadanya: "Jangan biarkan dia sebelum ikut memberi ikrar!"

Tetapi Basyir menolak pendapat Umar itu dengan mengatakan:

"Dia keras kepala dan sudah menolak. Dia tidak akan memberi ikrar sebelum dia sendiri, anaknya, keluarganya dan kerabatnya semua terbunuh. Biarkan sajalah. Kalaupun dibiarkan dia tidak akan membahayakan kita. Dia hanya seorang diri."

Abu Bakr yang mendengar pendapat Basyir itu membenarkan. Oleh mereka Sa'd ditinggalkan. Ia tidak ikut salat berjamaah dengan yang lain, tidak ikut berhaji dan bertolak dari Arafah bersama yang lain. Ia tetap bertahan dengan caranya itu sampai Abu Bakr wafat.

Sesudah baiat Saqifah

Ketika pelantikan Abu Bakr selesai sudah di Saqifah, jenazah Nabi di rumah masih dikelilingi keluarga: Ali bin Abi Talib, Abbas bin Abdul Muttalib bersama beberapa orang yang turut menyelenggarakan. Tidak jauh dari mereka, di dalam mesjid ada juga beberapa orang dari kalangan Muhajirin.

Seperti kita lihat, baiat ini selesai dalam keadaan yang membuat beberapa sumber menghubungkan kata-kata ini pada Umar: "Peristiwa sangat tiba-tiba5 sekali."

Tetapi sumber-sumber lain berpendapat, bahwa Abu Bakr, Umar dan Abu Ubaidah sudah sepakat, bahwa pimpinan memang akan berada di tangan Abu Bakr. Apa pun yang akan dikatakan kedua sumber itu, yang tak jelas ialah, bahwa keputusan Saqifah ini telah menyelamatkan Islam yang baru tumbuh itu dari malapetaka, yang hanya Allah saja yang tahu akan segala akibatnya.

Abu Bakr telah meratakan jalan untuk menghilangkan segala perselisihan di kalangan Muslimin. Ia juga telah meratakan jalan menuju politik yang polanya sudah diletakkan oleh Rasulullah untuk mencapai keberhasilan sehingga membuka pula jalan ke arah kedaulatan Islam kemudian hari. Dengan karunia Tuhan juga, akhirnya agama ini tersebar ke segenap penjuru dunia.

Sejak kejadian Saqifah itu pihak Ansar sudah tidak lagi berambisi untuk memegang pimpinan Muslimin. Baik pada waktu pelantikan Umar bin Khattab, pelantikan Usman bin Affan sampai pada waktu terjadinya pertentangan antara Ali dengan Muawiyah hak Ansar tidak berbeda dengan apa yang sudah diperoleh oleh kalangan Arab lainnya, seolah mereka sudah yakin benar apa yang pernah dikatakan oleh Abu Bakr, bahwa dalam hal ini orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan Kuraisy. Bahkan sesudah itu mereka merasa cukup senang hidup di samping Muhajirin. Mereka pun puas sekali dengan wasiat Rasulullah dalam sakitnya yang terakhir tatkala berkata:

"Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Ansar itu baik-baik; sebab selama orang bertambah banyak, orang-orang Ansar akan seperti itu juga keadaannya, tidak bertambah. Mereka orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaklah kamu berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan maafkanlah6 kesalahan mereka."

Tak lama setelah selesai pelantikan itu Abu Bakr dan mereka yang hadir di Saqifah kembali ke mesjid. Waktu itu sudah sore. Kaum Muslimin sedang mengikuti berita-berita dari rumah Aisyah mengenai penyelenggaraan pemakaman Rasulullah.

Keesokan harinya ketika Abu Bakr sedang duduk di mesjid, Umar datang meminta maaf atas peristiwa kemarin tatkala ia berkata kepada kaum Muslimin, bahwa Nabi tidak mati.

"Kepada Saudara-saudara kemarin saya mengucapkan kata-kata yang tidak terdapat dalam Kitabullah, juga bukan suatu pesan yang diberikan Rasulullah kepada saya. Ketika itu saya berpendapat, bahwa Rasulullah yang akan mengurus soal kita, sebagai orang terakhir yang tinggal bersama-sama kita. Tetapi Allah telah memberikan Qur'an untuk selamanya kepada kita, yang juga menjadi penuntun Rasul-Nya. Kalau kita ber­ pegang teguh pada Qur'an, Allah akan membimbing kita yang juga telah membimbing Rasulullah. Sekarang Allah telah menyatukan segala persoalan kita di tangan sahabat Rasulullah - saw. - orang yang terbaik di antara kita dan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua7. Maka marilah kita baiat dia, kita ikrarkan."

(sebelum, sesudah)


Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati
Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel./Fax. (0251) 330505, Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-29-8
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. INTERMASA, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team