|
BAGIAN KEDUABELAS: SATUAN-SATUAN1 DAN
BENTROKAN-BENTROKAN PERTAMA (2/2)
Tipu-daya inilah yang sudah terjadi. Dan terjadinya ini
terhadap orang semacam Hamzah, orang yang cepat marah. Untuk
menghentikan pertempuran tidak cukup hanya dengan
perantaraan seorang pemisah yang mengajak berdamai padahal
belum terjadi suatu kontak senjata. Kemudian berhentinya
pertempuran itupun dengan terhormat, dengan suatu siasat
yang sudah teratur, dengan taktik yang jelas bermaksud
mencapai tujuan-tujuan tertentu, yakni seperti yang sudah
kita sebutkan - dari satu segi guna menakut-nakuti pihak
Yahudi, dan dari segi lain suatu usaha ke arah persetujuan
dengan pihak Quraisy untuk memberikan kebebasan yang penuh
dalam menjalankan dakwah agama serta upacara-upacara
keagamaan, yang sebenarnya memang tidak perlu sampai terjadi
perang.
Akan tetapi ini tidak berarti, bahwa Islam menolak perang
dalam hal membela diri dan membela keyakinan terhadap siapa
saja yang hendak memperdayanya. Sekali-kali tidak. Bahkan
Islam mewajibkan pembelaan demikian ini. Tetapi artinya,
Islam masa itu, juga sekarang dan demikian pula seterusnya,
ia menolak perang permusuhan.
"Dan janganlah kamu melakukan pelanggaran (agresi) sebab
Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan
pelanggaran." (Qur an, 2: 190)
Apabila kepada Muhajirin pada waktu itu dibenarkan
menuntut harta-benda mereka yang telah ditahan oleh Quraisy
ketika mereka hijrah, maka membela orang-orang beriman yang
mau diperdaya dari agama mereka lebih-lebih lagi dibenarkan.
Untuk maksud inilah pertama sekali hukum perang itu
diundangkan.
Bukti terhadap hal ini ialah adanya ayat-ayat yang
diturunkan sehubungan dengan satuan Abdullah ibn Jahsy.
Dalam bulan Rajab tahun itu ia dikirimkan oleh Rasulullah
bersama-sama beberapa orang Muhajirin, dan sepucuk surat
diberikan kepadanya dengan perintah untuk tidak dibuka
sebelum mencapai dua hari perjalanan. Ia menjalankan
perintah itu. Kawan-kawannyapun tak ada yang dipaksanya. Dua
hari kemudian Abdullah membuka surat itu, yang berbunyi:
"Kalau sudah kaubaca surat ini, teruskan perjalananmu sampai
ke Nakhla (antara Mekah dan Ta'if) dan awasi keadaan mereka.
Kemudian beritahukan kepada kami."
Disampaikannya hal ini kepada kawan-kawannya dan bahwa
dia tidak memaksa siapapun. Kemudian mereka semua berangkat
meneruskan perjalanan, kecuali Said b. Abi Waqqash (Banu
Zuhra) dan 'Utba b. Ghazwan yang ketika itu sedang pergi
mencari untanya yang sesat tapi oleh pihak Quraisy mereka
lalu ditawan.
Sekarang Abdullah dan rombongannya meneruskan perjalanan
sampai ke Nakhla. Di tempat inilah mereka bertemu dengan
kafilah Quraisy yang dipimpin oleh 'Amr bin'l-Hadzrami
dengan membawa barang-barang dagangan. Waktu itu akhir
Rajab. Teringat oleh Abdullah b. Jahsy dan rombongannya dari
kalangan Muhajirin akan perbuatan Quraisy dahulu serta
harta-benda mereka yang telah dirampas. Mereka berunding.
"Kalau kita biarkan mereka malam ini mereka akan sampai di
Mekah dengan bersenang-senang. Tapi kalau mereka kita
gempur, berarti kita menyerang dalam bulan
suci,2" kata mereka.
Mereka maju-mundur, masih takut-takut akan maju. Tetapi
kemudian mereka memberanikan diri dan sepakat akan
bertempur, siapa saja yang mampu dan mengambil apa saja yang
ada pada mereka. Salah seorang anggota rombongan itu
melepaskan panahnya dan mengenai 'Amr bin'l-Hadzrami yang
kemudian tewas. Kaum Muslimin menawan dua orang dari
Quraisy.
Sesampainya di Medinah Abdullah b. Jahsy membawa kafilah
dan kedua orang tawanannya itu kepada Rasul, dan kelima
barang rampasan itu diserahkan mereka kepada Muhammad.
Tetapi setelah melihat mereka ini ia berkata, "Aku tidak
memerintahkan kamu berperang dalam bulan suci."
Kafilah dan kedua tawanan itu ditolaknya. Samasekali ia
tidak mau menerima. Abdullah b. Jahsy dan teman-temannya
merasa kebingungan sekali. Teman-teman sejawat mereka dari
kalangan Musliminpun sangat menyalahkan tindakan mereka
itu.
Kesempatan ini oleh Quraisy sekarang dipergunakan.
Disebarkannya provokasi kesegenap penjuru, bahwa Muhammad
dan kawan-kawannya telah melanggar bulan suci, menumpahkan
darah, merampas harta-benda dan menawan orang. Karena itu
orang-orang Islam yang berada di Mekahpun lalu menjawab,
bahwa saudara-saudara mereka seagama yang kini hijrah ke
Medinah melakukan itu dalam bulan Sya'ban. Lalu datang
orang-orang Yahudi turut mengobarkan api fitnah. Ketika
itulah datang firman Tuhan:
"Mereka bertanya kepadamu tentang perang dalam bulan
suci. Katakanlah: "Perang selama itu adalah soal
(pelanggaran) besar. Tetapi menghalangi orang dari jalan
Allah dan mengingkari-Nya, menghalangi orang memasuki Mesjid
Suci dan mengusir orang dari sana, bagi Allah lebih besar
(pelanggarannya). Fitnah itu lebih besar dan pembunuhan. Dan
mereka akan tetap memerangi kamu, sampai mereka berhasil
memalingkan kamu dari agamamu, kalau mereka sanggup."
(Qur'an, 2: 217)
Dengan adanya keterangan Qur'an dalam soal ini hati kaum
Muslimin merasa lega kembali. Penyelesaian kafilah dan kedua
orang tawanan itu kini di tangan Nabi, yang kemudian oleh
Quraisy akan ditebus kembali. Tetapi kata Nabi:
"Kami takkan menerima penebusan kamu, sebelum kedua
sahabat kami kembali - yakni Sa'd b. Abi Waqqash dan 'Utba
ibn Ghazwan. Kami kuatirkan mereka di tangan kamu. Kalau
kamu bunuh mereka, kawan-kawanmu inipun akan kami
bunuh."
Setelah Said dan 'Utba kembali, Nabi mau menerima tebusan
kedua tawanan itu. Tapi salah seorang dari mereka, yaitu
Al-Hakam b. Kaisan masuk Islam dan tinggal di Medinah,
sedang yang seorang lagi kembali kepada kepercayaan
nenek-moyangnya.
Pasukan Abdullah b. Jahsy ini dan ayat suci yang
diturunkan karenanya itu, patut sekali kita pelajari.
Menurut hemat kami, ini adalah suatu persimpangan jalan
dalam politik Islam. Kejadian ini merupakan peristiwa baru,
yang memperlihatkan adanya jiwa yang kuat dan luhur, suatu
kekuatan yang bersifat insani, meliputi seluk-beluk
kehidupan material, moral dan spiritual. Ia begitu kuat dan
luhur dalam tujuannya hendak mencapai kesempurnaan. Quran
memberikan jawaban kepada mereka yang ikut bertanya tentang
perang dalam bulan suci: adalah itu termasuk
pelanggaran-pelanggaran besar, yang diiakan bahwa itu memang
masalah besar. Tetapi ada yang lebih besar dari itu.
Menghalangi orang dari jalan Allah serta mengingkari-Nya
adalah lebih besar dari perang dan pembunuhan dalam bulan
suci, dan memaksa orang meninggalkan agamanya dengan
ancaman, dengan bujukan atau kekerasan adalah lebih besar
daripada membunuh orang dalam bulan suci atau bukan dalam
bulan suci. Orang-orang musyrik dan Quraisy yang telah
menyalahkan kaum Muslimin karena mereka melakukan perang
dalam bulan suci mereka akan selalu memerangi umat Islam
supaya berpaling dari agamanya bila mereka sanggup. Apabila
pihak Quraisy dan orang-orang musyrik itu semua melakukan
pelanggaran-pelanggaran ini, menghalangi orang dari jalan
Allah dan mengingkariNya, apabila mereka ternyata mengusir
orang dari Mesjid Suci, memperdayakan orang dari agamanya,
maka jangan disalahkan orang yang menjadi korban penindasan
dan pelanggaran itu bila ia juga memerangi mereka dalam
bulan suci. Tetapi bagi orang yang tidak mengalami beban
penderitaan ini, melakukan perang dalam bulan suci memang
suatu pelanggaran.
Fitnah itu lebih besar dari pembunuhan. Memang benar.
Bahkan barangsiapa melihat orang lain mencoba membujuk atau
memfitnah orang dari agamanya atau mengalangi dari jalan
Allah ia harus berjuang demi Allah melawan fitnah itu sampai
agama dapat diselamatkan. Di sinilah kalangan Orientalis dan
misi-misi penginjil itu mengangkat suara keras-keras:
Lihatlah tuan-tuan! Muhammad dan agamanya itu menganjurkan
orang berperang dan berjuang demi Allah (aljihad fi
sabilillah) atau memaksa orang masuk Islam dengan pedang.
Bukankah ini yang namanya fanatik? Sedang agama Kristen
tidak mengenal adanya peperangan dan membenci perang.
Sebaliknya malah menganjurkan toleransi, memperkuat tali
persaudaraan antara sesama manusia, untuk Tuhan dan untuk
Jesus.
Sebenarnya saya tidak ingin berdebat dengan mereka, kalau
saya mengutip sebuah kalimat saja dalam Injil: "Bukannya Aku
datang membawa keamanan, melainkan pedang" dan seterusnya
juga tidak tentang arti yang terkandung dalam kalimat
tersebut. Umat Islam mengakui agama Isa itu seperti sudah
disebutkan dalam Qur'an. Tetapi yang terutama perlu saya
sampaikan ialah menjawab kata-kata mereka: Muhammad dan
agamanya menganjurkan perang dan memaksa orang masuk Islam
dengan pedang. Ini adalah suatu kebohongan yang ditolak oleh
Qur'an:
"Tak ada pemaksaan dalam agama. Sudah jelas mana jalan
yang benar, mana yang salah." (Qur'an, 2: 256)
"Berjuanglah kamu untuk Allah melawan mereka yang
memerangi kamu. Tetapi janganlah kamu melakukan pelanggaran
(agresi) sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang
melakukan pelanggaran ." (Qur'an, 2: 190)
Dan masih banyak ayat-ayat lain selain dari kedua ayat
suci tersebut.
Dalam arti yang sebenarnya, berjuang demi Allah, ialah
seperti disebutkan dalam ayat-ayat yang kita kutip tadi dan
yang turun sehubungan dengan pasukan Abdullah b. Jahsy,
yaitu memerangi mereka yang membuat fitnah dan membujuk si
Muslim dari agamanya atau mengalanginya dari jalan Allah.
Perang dalam arti untuk kebebasan berdakwah agama. Atau
dengan kata lain menurut bahasa sekarang: Mempertahankan
idea dengan senjata yang dipergunakan oleh pihak yang
memerangi idea itu. Apabila ada seseorang yang hendak
membujuk orang lain dengan jalan propaganda dan logika tanpa
memaksanya dengan atau tanpa kekerasan melalui cara-cara
suap-menyuap atau penyiksaan dengan maksud supaya orang itu
meninggalkan ideanya - maka sudah tentu ia akan menghadapi
orang itu dengan jalan menggugurkan argumen dan logikanya
tadi.
Tetapi, apabila dalam usahanya menghadapi orang dan
ideanya itu ia menggunakan kekerasan senjata maka kekerasan
senjata itupun harus dilawan dengan kekerasan senjata pula,
bila memang mampu ia berbuat begitu. Tidak lain sebabnya
ialah, karena harga diri manusia itu tersimpul hanya dalam
sepatah kata saja, yaitu: akidahnya. Akidah itu lebih
berharga - bagi orang yang mengenal arti kemanusiaan -
daripada harta, daripada kekayaan, kekuasaan dan daripada
hidupnya sendiri; hidup materi yang sama-sama dimiliki oleh
manusia dan hewan, sama-sama makan dan minum, mengalami
pertumbuhan tubuh dan enersi. Akidah adalah suatu komunikasi
moral antara manusia dengan manusia, dan komunikasi rohani
antara manusia dengan Tuhan. Nasib inilah yang telah
memberikan kelebihan kepada manusia di atas makhluk lain
dalam hidup ini, yang membuat dia mencintai sesamanya
seperti mencintai dirinya sendiri. Ia mengutamakan orang
yang hidup sengsara, hidup miskin dan tidak punya, daripada
keluarganya sendiri, meskipun keluarganya itu sedang dalam
kekurangan. Ia mengadakan komunikasi dengan alam semesta
supaya bekerja secara tekun, supaya dapat mengantarkannya
kepada kesempurnaan hidup seperti yang sudah diberikan Tuhan
kepadanya
Apabila akidah yang semacam ini yang ada pada manusia,
lalu ada orang lain yang mau membuat fitnah, mau
menceraikannya, sedang dia tak dapat membela diri, ia harus
berbuat seperti dilakukan orang-orang Islam dulu sebelum
mereka hijrah ke Medinah. Dideritanya segala perbuatan kejam
dan serba kekerasan itu, dihadapinya segala penghinaan dan
ketidakadilan, dengan hati yang tabah. Rasa lapar dan serba
kekurangan yang bagaimanapun juga tidak sampai menghalangi
semangatnya berperang terus pada akidahnya.
Inilah yang telah dilakukan oleh orang-orang Islam
dahulu, dan ini pula yang telah dilakukan oleh orang-orang
Kristen dahulu.
Akan tetapi mereka yang tabah mempertahankan akidah itu
bukanlah orang-orang kebanyakan. Mereka terdiri dari
manusia-manusia terpilih, yang telah diberi kekuatan iman
oleh Tuhan, sehingga karenanya akan terasa kecil segala
siksaan dan kekejaman yang dialaminya, sehingga dapat ia
meratakan gunung-gunung, dan apa yang dikatakannya kepada
gunung supaya pindah dari tempatnya, gunung itu akan pindah
- seperti kata Injil juga. Tetapi jika orang menangkis
fitnah dengan senjata yang dipakai membuat fitnah itu dan
dapat menolak pihak yang akan menghalanginya dari jalan
Allah dengan cara yang dipakainya itu pula, maka orang itu
harus melakukannya. Kalau tidak ini berarti, akidahnya masih
goyah, imannyapun masih lemah.
Inilah yang telah dilakukan oleh Muhammad dan
sahabat-sahabatnya setelah keadaannya di Medinah mulai
stabil. Dan ini pula yang telah dilakukan oleh orang-orang
Kristen setelah kekuasaan mereka di Rumawi dan Rumawi Timur
mulai stabil, dan sesudah hati maharaja-maharaja Rumawi itu
mulai pula lunak terhadap agama Kristen.
Misi-misi penginjil itu berkata: Tetapi jiwa Kristen itu
secara mutlak menjauhkan diri dari peperangan. Di sini saya
tidak bermaksud membahas benar tidaknya kata-kata itu. Akan
tetapi di hadapan kita sejarah Kristen adalah saksi yang
jujur, juga di hadapan kita sejarah Islam adalah saksi yang
jujur pula. Sejak masa permulaan agama Kristen hingga masa
kita sekarang ini seluruh penjuru bumi telah berlumuran
darah atas nama Almasih. Telah dilumuri oleh Rumawi,
dilumuri oleh bangsa-bangsa Eropa semua. Perang-perang Salib
terjadi karena dikobarkan oleh orang-orang Kristen, bukan
oleh orang Islam. Mengalirnya pasukanpasukan tentara sejak
ratusan tahun dari Eropa menuju daerah-daerah Islam di
Timur, adalah atas nama Salib: peperangan, pembunuhan,
pertumpahan darah. Dan setiap kali, paus-paus sebagai
pengganti Jesus, memberi berkah dan restu kepada
pasukan-pasukan tentara itu, yang bergerak maju hendak
menguasai Bait'l-Maqdis (Yerusalem) dan tempat-tempat suci
Kristen lainnya.
Adakah barangkali paus-paus itu semua orang-orang yang
sudah menyimpang dari agamanya (heretik) ataukah kekristenan
mereka itu yang palsu? Ataukah juga karena mereka itu
pembual-pembual yang bodoh, tidak mengetahui bahwa agama
Kristen secara mutlak menjauhkan diri dari perang? Atau akan
berkata: Itu adalah Abad Pertengahan, abad kegelapan;
janganlah agama Kristen juga yang diprotes. Kalau itu juga
yang kadang mereka katakan, maka abad keduapuluh ini, masa
kita hidup sekarang inipun, yang biasa disebut abad kemajuan
dan humanisma - toh dunia juga telah mengalami nasib seperti
yang dialami oleh Abad-abad Pertengahan yang gelap itu.
Sebagai wakil Sekutu - Inggeris, Perancis, Itali, Rumania
dan Amerika Lord Allenby berkata di Yerusalem, pada penutup
Perang Dunia Pertama, ketika kota itu didudukinya dalam
tahun 1918: "Sekarang Perang Salib sudah selesai."
Apabila di kalangan orang-orang Kristen
ada orang-orang suci yang dalam berbagai zaman menolak
adanya perang dan dalam arti persaudaraan insani mereka
telah mencapai puncaknya, bahkan persaudaraannya dengan
unsur-unsur alam semesta, maka di kalangan kaum Muslimin
juga ada orang-orang suci, yang jiwanya sudah begitu luhur.
Mereka mengadakan komunikasi dalam arti persaudaraan,
kasih-sayang dan emanasi dengan alam semesta ini, dengan
jiwa yang sudah sarat oleh pengertian kesatuan wujud. Tetapi
orang-orang suci itu - baik dari kalangan Kristen atau Islam
- kalaupun mereka sudah mencerminkan cita-cita yang luhur,
namun mereka tidak menterjemahkan kehidupan insani dalam
perkembangannya yang terus-menerus serta dalam perjuangannya
mencapai kesempurnaan, yakni kesempurnaan yang hendak kita
coba mencerminkannya. Lalu pikiran kita terhenti, imajinasi
kita terhenti, tanpa dapat kita pahami seteliti-telitinya,
meskipun dalam menggambarkan itu kita sudah cukup mengambil
risiko sebagai pendahuluan usaha kita kearah itu.
Dan kini sudah lampau masa seribu tiga ratus limapuluh
tujuh tahun sejak hijrahnya Nabi dari Mekah ke Yathrib itu.
Tetapi meskipun begitu dalam berbagai zaman manusia makin
hebat juga berlumba-lumba melakukan perang, membuat
senjata-senjata jahanam dan fatal. Kata-kata mencegah
perang, penghapusan persenjataan dan menunjuk badan
arbitrasi, tidak lebih dari kata-kata yang biasa diucapkan
pada setiap selesai perang, waktu bangsa-bangsa sedang
mengalami kehancuran. Atau ini hanya serangkaian propaganda
yang dilontarkan ketengah-tengah kehidupan oleh orang-orang
yang sampai sekarang belum mampu - dan siapa tahu barangkali
takkan pernah mampu - mewujudkan hal ini, mewujudkan
perdamaian yang sebenarnya, perdamaian dengan rasa
persaudaraan dan rasa keadilan, sebagai ganti perdamaian
bersenjata, sebagai lambang perang yang akan mengantarkan
kita kepada kehancuran.
Islam bukan agama ilusi dan khayal, juga
bukan agama yang terbatas mengajak individu saja mencapai
kesempurnaan, tapi Islam adalah agama kodrat (fitrah), yang
dengan itu seluruh umat manusia, dalam arti individu dan
masyarakat, dikodratkan. Ia adalah agama yang didasarkan
pada kebenaran, kebebasan dan tata-tertib. Dan oleh karena
perang adalah kodrat manusia juga, maka membersihkan atau
mengoreksi pikiran tentang perang dalam jiwa kita lalu
menempatkannya kedalam batas-batas kemampuan manusia yang
maksimal, adalah cara yang mungkin dapat dicapai oleh kodrat
manusia itu, dan yang akan melahirkan kelangsungan evolusi
hidup umat manusia dalam mencapai kebaikan dan
kesempurnaannya.
Koreksi atas konsepsi perang ini yang paling baik ialah
hendaknya jangan sampai terjadi perang kecuali untuk membela
diri, membela keyakinan dan kebebasan berpikir serta
berusaha kearah itu. Hendaknya rasa harga diri umat manusia
secara integral benar-benar dipelihara.
Inilah yang sudah. menjadi ketentuan Islam seperti yang
sudah kita lihat dan yang akan kita lihat nanti. Ini pulalah
yang digariskan oleh Qur'an seperti yang sudah dan yang akan
kita kemukakan kepada pembaca mengenai peristiwa-peristiwa
serta hubungannya maka Qur'an itu diturunkan.
Catatan kaki:
- sariya suatu pasukan pilihan dalam satuan tentara,
paling banyak 400 orang.
- Harfiah, asy-syahr'l-haram, bulan terlarang, bulan
suci, yakni dilarang mengadakan peperangan menurut adat
Arab, yang berlaku selama bulan-bulan Zulkaidah,
Zulhijah, dan Muharam, juga dalam bulan Rajab (A).
|