|
BAGIAN KEDUAPULUH SATU: KHAIBAR DAN UTUSAN
KEPADA RAJA-RAJA (4/4)
Ada pun Kisra Maharaja Persia, begitu surat Muhammad yang
mengajaknya menganut Islam itu dibacakan, baginda murka
sekali dan surat itu disobeknya. Sepucuk surat segera
dikirimnya kepada Bazan, penguasanya di Yaman dengan
perintah supaya kepala itu laki-laki yang di Hijaz segera
dibawa kepadanya. Barangkali menurut perkiraannya ini akan
meringankan pengaruh kekalahannya berhadapan dengan
Heraklius.
Setelah kata-kata Kisra serta perbuatannya merobek-robek
surat itu disampaikan kepada Nabi, ia berkata:
"Allah telah merobek-robek kerajaannya."
Ternyata Bazan ini telah pula mengirimkan utusan dengan
sepucuk surat kepada Muhammad dan dalam pada itu Kisra pun
telah pula digantikan oleh puteranya Syiruya (Kavadh II).
Peristiwa ini telah diketahui oleh Nabi sehingga sekaligus
ia dapat memberitahukan kejadian ini kepada utusan-utusan
Bazan itu. Kepada mereka dimintanya pula supaya mereka ini
menjadi utusan-utusannya kepada Bazan dengan mengajaknya
menganut Islam. Sebenarnya penduduk Yaman sudah mengetahui
bencana yang telah menimpa Persia itu dan sudah merasa pula
akan hancurnya kerajaan itu. Juga berita-berita kemenangan
Muhammad atas Quraisy dan hancurnya kekuasaan Yahudi sudah
pula sampai kepada mereka.
Setelah utusan-utusan Bazan itu kembali dan pesan Nabi
disampaikan kepada penguasa itu, dengan senang hati ia
menjadi orang Islam dan tetap sebagai penguasa Muhammad di
Yaman. Kiranya apakah yang akan diminta oleh Muhammad kepada
penguasanya itu mengingat Mekah yang masih dalam sengketa
dengan dia? Sebenarnya, setelah bayangan Persia menghilang,
ia telah mendapat keuntungan dengan berlindung kepada suatu
kekuatan yang baru tumbuh di negeri Arab itu, dengan tidak
meminta risiko apa-apa dan bisa jadi Bazan sendiri ketika
itu tidak sampai memperhitungkan, bahwa penggabungannya
kepada Muhammad sudah merupakan suatu perbentengan yang kuat
sekali di pihak Islam bagian selatan jazirah itu, seperti
yang terbukti dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi dua
tahun kemudian.
Tetapi jawaban Muqauqis, seorang pembesar
Kopti di Mesir, tidak sama dengan jawaban Kisra, bahkan
lebih indah lagi daripada jawaban Heraklius. Kepada
Mulmammad ia memberitahukan bahwa ia memang percaya, bahwa
seorang nabi akan datang, tetapi kedatangannya itu di Syam.
Ia menyambut utusan itu dengan segala penghormatan
sebagaimana mestinya. Kemudian ia mengirim hadiah di tangan
utusan itu berupa dua orang dayang-dayang, seekor bagal
putih, seekor himar, sejumlah harta dan bermacam-macam
produksi Mesir lainnya. Maria dari dua dayang-dayang itu
diterima buat Nabi sendiri dan yang kemudian telah
melahirkan Ibrahim, dan Sirin dihadiahkannya kepada Hassan
b. Thabit. Ada pun bagal itu oleh Nahi diberi nama "Duldul"
dan warna putihnya memang unik sekali dibandingkan dengan
bagal-bagal yang ada di negeri-negeri Arab, sedang
keledainya diberi nama "Ufair" atau "Ya'fur." Hadiah itu
oleh Muhammad diterima baik, dan disebutkan, bahwa Muqauqis
tidak sampai menganut Islam, sebab dia takut kerajaan Mesir
akan direnggut oleh Rumawi. Kalau tidak karena itu tentu ia
akan sudah beriman dan termasuk orang yang telah mendapat
hidayah pula.
Setelah kita ketahui adanya hubungan
yang begitu baik antara Najasyi di Abisinia dengan kaum
Muslimin, sudah wajar sekali bila balasannya juga akan
sangat baik, sehingga ada beberapa sumber menyebutkan bahwa
ia telah masuk Islam, meskipun ada juga segolongan
Orientalis yang masih menyangsikan keislamannya itu. Akan
tetapi disamping surat yang berisi ajakan kepada Islam
disertai pula sepucuk surat lain dengan permintaan supaya
umat Muslimin yang ada di Abisinia sudah dapat dikembalikan
ke Medinah. Dalam hal ini Najasyi telah menyiapkan dua buah
kapal yang akan mengangkut mereka itu dengan dipimpin oleh
Ja'far b. Abi Talib. Dalam rombongan ini ikut pula Umm
Habiba (Ramla) bt. Abi Sufyan setelah suaminya meninggal,
yaitu Abdullah ibn Jahsy yang datang ke Abisinia sebagai
Muslim kemudian menjadi Nasrani dan tetap menganut agama
Nasrani itu sampai matinya.
Sekembalinya dari Abisinia Umm Habiba ini
kemudian menjadi salah seorang isteri Nabi dan
Umm'l-Mukminin. Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa Nabi
mengawini Umm Habiba ini dengan maksud hendak mengadakan
pertalian nasab dengan Abu Sufyan sebagai penegasan lebih
kuat lagi terhadap perjanjian Hudaibiya. Yang lain
berpendapat bahwa perkawinan Umm Habiba dengan Muhammad
dengan Abu Sufyan yang masih tetap dalam paganisma - hanya
akan menimbulkan kekesalan dan kesedihan saja dalam
hatinya.
Sebaliknya amir-amir (penguasa-penguasa) Arab, baik
mereka yang dari Yaman atau dari Omman telah membalas surat
Nabi itu dengan kasar sekali, sedang amir Bahrain
membalasnya dengan baik dan dia pun masuk Islam. Sebaliknya
amir Yamama, ia memperlihatkan kesediaannya akan masuk Islam
asal dia diangkat jadi gubernur. Karena ambisinya itu oleh
Nabi ia dikutuk. Penulis-penulis sejarah menyebutkan, bahwa
tidak berselang setahun kemudian orang itu pun
meninggal.
Pembaca akan memperhatikan sekali sikap lemah-lembut dan
pandangan yang begitu baik yang terkandung dalam jawaban
sebagian besar raja-raja dan penguasa-penguasa itu. Tiada
seorang pun dari utusan-utusan Muhammad itu yang dibunuh
atau dipenjarakan. Bahkan mereka semua kembali dengan
membawa balasan pesan yang sebahagian besar lemah-lembut,
sekalipun dua balasan diantaranya ada yang kasar sifatnya.
Bagaimana sebenarnya raja-raja itu menerima ajakan agama
baru ini tanpa bertindak menghasut pembawa ajakan itu, juga
tanpa mau menindasnya beramai-ramai? Soalnya ialah karena
dunia pada waktu itu sama seperti dunia kita sekarang,
pengaruh materi telah menguasai kehidupan rohani; yang
menjadi tujuan hidup ialah kemewahan. Bangsa-bangsa saling
berperang karena hendak mencari kemenangan, ingin memenuhi
dan memuaskan ambisi dan nafsu raja-raja dan
penguasa-penguasa itu ingin hidup lebih mewah lagi. Dalam
dunia semacam ini segala pengertian akidah atau keyakinan
akan jatuh ke bawah kaki upacara-upacara yang demonstratif
sifatnya, sedang apa yang dilaksanakan itu tanpa disertai
hati yang penuh iman. Yang dijadikan perhatian hanyalah
supaya hal itu berada di tangan pemegang kekuasaan yang
dapat memberi makan, pakaian dan menjamin adanya
kesejahteraan dan kemakmuran hidup dengan segala kekayaan
harta benda. Upacara-upacara itu dipertahankan hanyalah
sekedar hendak memenuhi kepentingan materi itu. Kalau
kepentingan itu sudah tak ada lagi, semangat mereka pun jadi
hancur dan nafsu mengadakan perlawanan juga jadi lemah
sekali.
Orang mendengar ada ajakan baru sekitar suatu ajaran
tentang iman - yang mudah dan kuat, yang membuat semua
manusia sama di hadapan Tuhan Yang Maha Tunggal, Tempat
orang menyembah dan meminta pertolongan. Yang menentukan apa
yang berguna dan apa yang tidak untuk dirinya itu. Dengan
cahaya yang memancar dari kehendak Tuhan, ia akan menganggap
kecil segala ancaman raja-raja di muka bumi ini semua. Orang
yang hanya takut kepada kemurkaan Tuhan ia akan dapat
menggetarkan hati raja-raja yang sedang hanyut dalam
kemenangan hidup itu. Hanya orang yang bertaubatlah, orang
yang benar-benar beriman dan berbuat kebaikan sajalah dapat
mengharapkan pengampunan Tuhan.
Oleh karena itu, tatkala orang mendengar tentang adanya
ajakan baru itu, dan melihat pembawanya begitu tabah
menghadapi segala macam penindasan, menghadapi kekejaman,
penyiksaan dan segala kekuatan hidup materi, dengan
kekuatannya yang terus berkembang, padahal dia adalah yatim
piatu, miskin dan tidak punya apa-apa, suatu hal yang tak
pernah terbayangkan, baik oleh negerinya sendiri atau pun
oleh negeri-negeri Arab lainnya - ketika itulah orang
menjulurkan leher, ia memasang telinga baik-baik, jiwanya
merasa haus, hatinya ingin terbang melihat sumber mata-air
itu; hanya saja masih ada rasa takut, rasa sangsi yang
mengalanginya dari kenyataan yang ada itu. Itu sebabnya maka
ada diantara raja-raja itu yang memberikan balasan dengan
sangat lemah-lembut, dan dengan demikian iman dan keyakinan
kaum Muslimin pun makin kuat pula.
Muhammad sudah kembali dari Khaibar. Ja'far bersama-sama
kaum Muslimin sudah kembali dari Abisinia, dan utusan-utusan
Muhammad juga sudah pula kembali dari tempat mereka
masing-masing ditugaskan. Mereka semua bertemu lagi di
Medinah. Mereka bertemu untuk sama-sama tinggal selama dalam
tahun itu, dengan penuh rindu menantikan tahun yang akan
datang, akan menunaikan ibadah haji ke Mekah, memasuki kota
itu dengan aman tenteram, dengan kepala dicukur atau
digunting tanpa akan merasa takut. Begitu gembiranya
Muhammad berjumpa dengan Ja'far sampai ia berkata, mana yang
lebih menggembirakan hatinya: kemenangannya atas Khaibar
ataukah pertemuannya dengan Ja'far. Pada waktu itulah
timbulnya cerita yang mengatakan, bahwa pihak Yahudi telah
menyihir Muhammad dengan perbuatan Labid, sehingga ia
mengira bahwa dia melakukan sesuatu, padahal ia tidak
melakukannya. Sumber-sumber cerita ini sebenarnya sangat
kacau sekali dan ini menguatkan pendapat orang yang
mengatakan bahwa cerita ini cuma dibikin-bikin dan
samasekali tidak punya dasar.
Kaum Muslimin tinggal di Medinah dengan
aman dan tenteram, dan menikmati hidup dan menikmati karunia
dan keridaan Tuhan. Masalah perang tidak mereka pikirkan
lagi. Tidak lebih yang dilakukan hanya mengirimkan
pasukan-pasukan guna menindak barangsiapa saja yang
bermaksud hendak melanggar hak-hak orang, atau hendak
merampas harta-benda orang.
Setelah berjalan setahun - ketika itu bulan Zulkaidah -
Nabi pun berangkat dengan membawa duaribu orang guna
melakukan umrah pengganti sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Hudaibiya, juga untuk menghilangkan rasa haus yang sudah
sangat dirasakan oleh jiwa yang tengah dahaga hendak
menunaikan ibadah ke Rumah Purba itu.
Catatan kaki:
- Muqauqis konon bukan nama pribadi, melainkan gelar
penguasa-penguasa Mesir pada saat-saat terakhir kekuasaan
Rumawi, dari bahasa Kopti, Pkauchios (A).
- Tentang arti dan paradigma kata-kata ini pendapat
orang bermacam-macam. Diantara arti kata arisiyin (jamak
arisi) ialah kata arisiyin pelayan-pelayan dan
dayang-dayang. Maksud kalimat itu ialah dia
bertanggungjawab atas dosa rakyatnya karena dia
merintangi mereka dari agama. (Lihat Nihaya-nya
Ibn'l-Athir dan kamus-kamus bahasa, sub verbo,
"ra-asa.").
- Fadak ialah sebuah desa daerah koloni Yahudi di
Hijaz, tidak jauh dari Medinah (A).
- Wadi'l-Qura ialah sebuah wadi atau lembah terletak
antara Medinah dengan Syam (A).
- Himsh atau Homs, sebuah kota lama (Emesa) di Suria
Tengah (A).
|