|
PENGANTAR CETAKAN KEDUA (9/9)
GHARANIQ DAN TABUK
Lalu apa yang terdapat dalam buku riwayat hidup Nabi dan
hadis tentang mujizat itu kadang berbeda-beda pula.
Sekalipun menurut buku-buku hadis sudah dipastikan benar
tapi kadang masih merupakan sasaran kritik juga. Masalah
gharaniq misalnya, dalam pengantar ini ada juga kita
sebutkan sepintas lalu, dan akan kita sebutkan lagi lebih
terperinci dalam teks nanti. Cerita membelah dada juga sudah
berbeda-beda sebagaimana diceritakan oleh Halima inang
pengasuh Nabi kepada ibunya; begitu juga mengenai waktu
terjadinya sehubungan dengan usia Muhammad.
Apa yang diceritakan oleh buku-buku riwayat hidupnya dan
buku-buku hadis tentang cerita Zaid dan Zainab sudah dapat
ditolak dari dasarnya, dengan alasan-alasan yang kita
kemukakan ketika membicarakan peristiwa tersebut dalam buku
ini juga terdapat perbedaan-perbedaan mengenai beberapa
kejadian selama perjalanan pasukan 'Usra (yang mengalami
kesukaran) itu ke Tabuk. Dalam Shahih Muslim melalui Mu'adh
b. Jabal diceritakan, bahwa Nabi berkata kepada mereka yang
pergi bersama-sama ke Tabuk itu: "Besok kamu akan sampai ke
mata air Tabuk, dan kamu baru akan sampai ke sana sesudah
siang hari. Barangsiapa di antara kamu sampai ke tempat itu
jangan ada yang menjamah air itu samasekali sebelum aku
sampai." Kamipun lalu sampai tapi sudah ada dua orang yang
sudah sampai terlebih dulu ke tempat tersebut. Mata air itu
memercik seperti tali. Katanya: Lalu Rasulullah s.a.w.
bertanya kepada dua orang itu: Adakah air itu kamu jamah?
Jawab mereka: Ya. Lalu Nabi s.a.w. memakinya dan
dikata-katakannya mereka itu. Katanya: Lalu mereka menciduk
mata air itu dengan tangan mereka sedikit-sedikit sampai
dapat ditampung dalam sebuah tempat. Katanya: Rasulullah
s.a.w. lalu mencuci kedua tamgan dan mukanya dengan itu.
Kemudian dikembalikan lagi ke tempatnya. Maka mata air
itupun lalu memercikkan air berlimpah-limpah - atau katanya
deras - Abu Ali sangsi yang mana yang dikatakan - sehingga
orang-orangpun mendapatkan air itu. Kemudian katanya:
Mu'adh, kalau kau masih akan pamjang umur kau akan melihat
di sini penuh dengan kebun-kebun" (Shahih Muslim, jilid 7,
p. 60, cetakan Astana, 1382H).
Sedang buku-buku sejarah hidup Nabi menceritakan kisah
Tabuk itu lain lagi gambarannya. Dalam cerita itu soal
mujizat tidak disebut-sebut. Tapi ceritanya berjalan lain
sekali, tidak sama dengan yang terdapat dalam Shahih Muslim.
Di antaranya seperti yang diceritakan oleh Ibn Hisyam dengan
menyebutkan:
"Ibn Ishaq mengatakan: Sesudah tiba waktu pagi dan air
tidak ada, mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah
s.a.w. Lalu Rasulullah s.a.w. berdoa. Maka Allah mengirimkan
awan dan hujanpun turun. Orang-orang dapat minum dan dapat
membawa air menurut keperluan mereka. Ibn Ishaq mengatakan:
Maka 'Ashim b. 'Umar b. Qatada menceritakan kepada saya,
lewat Mahmud b. Labid melalui orang-orang dari Banu Abd'l
Asyhal, mengatakan, kataku kepada Mahmud: Adakah diantara
orang-orang itu yang sudah dapat membeda-bedakan saudara,
bapa, paman dan keluarganya. Lalu kata Mahmud lagi: Beberapa
orang dari golongan saya mengatakan tentang adanya orang
munafik yang sudah dikenal kemunafikannya. Ia selalu pergi
bersama Rasulullah s.a.w. ke mana saja. Demikian juga
mengenai soal air di Hijr dan mengenai Rasulullah s.a.w.
yang berdoa, sehingga Allah mengirimkan awan, dan turunnya
air hujan. Orang-orang dapat minum. Kata mereka kami
mendatanginya seraya mengatakan: Apalagi sesudah itu!?
Katanya: Awan lalu."
METODA SAYA DALAM PENYELIDIKAN INI
Adanya perbedaan ini di mata ilmu pengetahuan sebenarnya
tidak mudah untuk dapat dipastikan. Orang yang mau menguji
ini jangan hanya berpegang pada pendapat yang lebih besar
dan berpengaruh saja dengan dua macam sumber yang
berlain-lainan, yang satu tak dapat menguatkan, yang lain
tak dapat pula membantah. Apabila mereka memang tak dapat
menguatkan sumber itu, paling kurang mendiamkannya. Jika
nanti ada orang lain yang menemukan bukti-bukti positif,
sudahlah; kalau tidak, dalam arti ilmiah ia tetap belum
dapat dipastikan.
Inilah metoda yang saya pakai dari semula, ketika saya
mengadakan penyelidikan mengenai peri hidup Muhammad pembawa
risalah Islam ini. Sejak terniat oleh saya akan membuat
karangan ini, memang yang saya kehendaki ialah suatu studi
ilmiah sesuai dengan metoda ilmu pengetahuan sekarang, demi
kebenaran semata-mata. Itu jugalah yang saya sebutkan dalam
prakata buku ini, dan yang menjadi harapan saya pada penutup
cetakan pertama buku ini. Mudah-mudahan maksud saya itu
dapat terlaksana dan usaha inipun sudah merupakan suatu
penyelidikan ilmiah demi kebenaran ilmiah semata. Saya
harapkan dengan ini bahwa saya telah merintis jalan ke arah
penyelidikan-penyelidikan dalam bidang yang sama dengan
lebih luas dan dalam, meliputi masalah-masalah psikologi dan
spiritual, yang pada dasarnya akan mengantarkan umat manusia
kepada peradaban modern yang sama-sama kita cari itu. Saya
yakin bahwa dengan mendalami penyelidikan demikian ini,
rahasia-rahasia akan banyak diketemukan orang, suatu hal
yang pada mulanya diduga tak ada jalan bagi ilmu pengetahuan
akan dapat mengungkapkannya. Tetapi kemudian ternyata,
penyelidikan-penyelidikan psikologis dalam hal ini dapat
memberikan analisa dan menjelaskan sejelas-jelasnya kepada
segenap kaum cendekiawan. Rahasia-rahasia alam semesta dalam
arti spiritual dan psikologis itu makin dikenal oleh umat
manusia, hubungannya dengan alampun akan makin erat, dan
akan bertambah pula ia merasa bahagia. Ia akan merasa makin
senang terhadap segala yang ada dalam alam ini bilamana ia
makin mengenal segala rahasia gerak dan tenaga yang tadinya
masih tersembunyi, seperti tenaga listrik dan gerakan ether,
yang kemudianpun diketahui orang pula.
Oleh karena itu, setiap orang yang mau menggarap
penyelidikan seperti ini, seharushya itu ditujukan kepada
seluruh umat manusia, bukan hanya kepada kaum Muslimin saja.
Tujuan pekerjaan inipun sebenarnya tidak bersifat agama
semata-mata - seperti mungkin ada yang menduganya demikian -
melainkan tujuan sebenarnya ialah agar umat manusia mengenal
bagaimana ia harus menempuh jalan yang akan mengantarkannya
kepada hidup yang lebih sempurna, yang oleh Muhammad sudah
ditunjukkan jalannya kepada kita. Guna memahami tujuan itu
memang tidak mudah, bila orang belum mendapatkan jalan ini
dengan hati terbuka, dengan dada yang lapang. Sumber
daripada ini semua ialah pengetahuan dan iImu yang
sebenarnya. Pemikiran yang tidak dilandasi oleh pengetahuan,
tidak didasarkan kepada metoda-metoda ilmiah, sering akan
membawa hasil yang salah dan meleset. Karena itu malah jauh
dari tujuan sebenarnya. Kodrat kita sebagai manusia akan
membuat pemikiran kita besar sekali terpengaruh oleh
temperamen (watak) kita sendiri. Sering juga mereka yang
bersamaan ilmunya berbeda-beda pula pemikirannya. Tidak lain
sebabnya ialah karena adanya perbedaan temperamen itu,
sekalipun dalam mencapai maksud dan tujuan mereka sama
jujur. Ada orang yang temperamennya tinggi, pemikirannya
tajam, cepat bereaksi. Ada pula yang punya kecenderungan
sufi, bawaannya stoik (tenang), menjauhi segala yang
bersifat kebendaan serta pengaruhnya. Ada juga yang punya
kecenderungan materialistik yang begitu besar, terpengaruh
oleh segi materialismanya saja, sehingga tak dapat lagi ia
memikirkan adanya tenaga-tenaga lain yang dapat dirasakan,
yang ada di sekitarnya, yang sebenarnya menguasai benda
(materi) itu.
Di samping itu banyak lagi yang lain. Karena temperamen
mereka yang berbeda-beda, maka berbeda pula pandangan dan
penilaian mereka terhadap sesuatu. Dalam bidang kulturil dan
kehidupan praktis, perbedaan ini merupakan suatu kenikmatan
besar bagi umat manusia, tapi dalam bidang ilmu dan
nilai-nilai hidup yang lebih tinggi, yang hendak mencari
kebaikan bagi seluruh umat manusia, hal ini merupakan suatu
bencana. Tujuan studi sejarah hendaknya mencari nilai-nilai
yang lebih tinggi dari hakekat hidup itu, dan hendaknya
dapat pula menghindari pengaruh-pengaruh emosi dan
temperamen itu. Tak ada jalan lain dalam menghindarkan diri
dari hal semacam itu kecuali bila orang benar-benar mau
disiplin terhadap metoda ilmiah, dan jangan pula ilmu dan
pembahasan ilmiah tentang sejarah atau bukan tentang sejarah
itu hanya sebagai alat guna memperkuat nafsu dan tingkah
lakunya sendiri.
PENYELIDIKAN-PENYELIDIKAN
ORIENTALIS
Dari kalangan Orientalis yang dalam penyelidikan mereka
disusun dalam pola ilmiah itu, masih banyak yang terpengaruh
oleh tingkah laku dan temperamen demikian itu, juga tidak
sedikit dari kalangan penulis-penulis Muslimin sendiri yang
demikian. Dan anehnya, kedua mereka itu masing-masing
mengikuti apa yang enak saja menurut selera dan
kecenderungan mereka sendiri - dengan mengambil
peristiwa-peristiwa yang dipakainya sebagai dasar penulisan
mereka, yang katanya ilmiah, dengan maksud demi kebenaran.
Dalam pada itu ia masih terpengaruh sekali oleh temperamen
dan kecenderungan nafsunya sendiri. Sebagai bukti,
bagaimanapun mereka masing-masing berusaha secara jujur dan
teliti mau menguji satu sama lain tentang apa yang mereka
tulis, namun pasti yang terbayang depan mata mereka, ialah
peristiwa-peristiwa yang diciptakan oleh khayal mereka
sendiri juga.
Sekiranya orang mau berusaha menurut kemampuannya,
melepaskan diri dari hawa-nafsu, dan berpegang hanya pada
cara-cara ilmiah saja, tentu tulisan demikian itu akan lebih
kuat berpengaruh dalam jiwa, tidak seperti tulisan yang
dipengaruhi oleh nafsu belaka. Saya sudah mencoba seperlunya
menerangkan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan itu
masing-masing - dalam pengantar cetakan kedua ini -
seringkas mungkin, disesuaikan dengan tempat yang ada ini
pula. Mudah-mudahan berhasil juga kiranya saya mencari
kejujuran yang dimaksud itu.
Memang tidak mudah bagi kaum Orientalis itu dalam
menyelidiki masalah-masalah Islam demikian atau mengadakan
penelitian dengan bersikap jujur, betapapun mereka mau
berniat baik dan bersikap bebas dalam penelitian ilmiah itu.
Tidak mudah bagi mereka menguasai semua seluk-beluk bahasa
Arab sekalipun ilmu bahasa itu sudah mereka kuasai. Ditambah
lagi mereka masih terpengaruh oleh cara hidup Kristen Eropa
demikian rupa, sehingga kebanyakan mereka memandang
agama-agama itu dengan pandangan penuh prasangka pula,
sedang sebagian kecil lagi, yang masih memegang ajaran
Kristennya, terpengaruh pula oleh adanya pertentangan agama
Kristen dengan ilmu pengetahuan. Maka dalam
penyelidikan-penyelidikan mereka tentang Islam, merekapun
lalu terpengaruh seperti dalam penyelidikan-penyelidikan
mereka tentang Kristen atau tentang agama pada umumnya.
Maksud saya ialah terpengaruh oleh pertentangan yang
merusak. Bagi kaum Orientalis yang jujur ini bukan suatu hal
yang tereela. Tak ada orang yang dapat membebaskan diri dari
ketentuan-ketentuan lingkungannya sesuai dengan tempat dan
waktu.
KAUM MUSLIMIN DAN PENYELIDIKAN
Akan tetapi, penyelidikan-penyelidikan mereka dalam
masalah-masalah Islam masih diliputi oleh kabut purbasangka,
yang jauh dari kebenaran. Karena itu juga, beban yang berat
dan penting itu, hendaknya dipikulkan ke atas bahu para
cendekiawan dari kalangan dunia Islam sendiri, baik yang
aktif dalam ilmu agama atau dalam bidang ilmu lainnya, yakni
beban melakukan pembahasan-pembahasan mengenai Islam secara
teliti dan jujur, dalam lingkungan metoda yang ilmiah. Kalau
mereka melakukan itu, dengan bantuan pengetahuan mereka
mengenai seluk-beluk bahasa Arab dan kehidupan orang Arab,
maka penyelidikan mereka ini akan ada artinya sehingga akan
membuat Orientalis-orientalis itu - atau sekurang-kurangnya
sebagian dari mereka - meninjau kembali sebagian besar
pendapat mereka itu. Mereka akan dapat diyakinkan dengan
hasil yang diperoleh oleh kaum cendekiawan dunia Islam itu
dengan rasa puas dan senang hati.
Untuk mencapai hasil demikian inipun bukan soal yang
mudah. Ia memerlukan kesabaran dan kegigihan dalam
penyeIidikan itu, perlu mengadakan perbandingan dan
pemikiran yang bebas. Tapi itu bukan suatu hal yang tidak
mungkin, juga bukan soal yang terlalu sulit. Sungguhpun
begitu ini adalah soal penting sekali dan akan besar pula
pengaruhnya bagi hari kemudian Islam dan hari kemudian
seluruh umat manusia.
Menurut hemat saya, melakukan pekerjaan ini sebaiknya
harus dibedakan dulu antara dua perioda yang berlain-lainan
dalam sejarah Islam: Yang pertama, dari permulaan Islam
hingga terbunuhnya Usman. Yang kedua, dari terbunuhnya Usman
hingga tertutupnya pintu ijtihad. Pada perioda pertama kaum
Muslimin masih sepenuhnya kompak, belum dirusak oleh
cerita-cerita perbedaan tentang khilafat, juga tidak oleh
perang Ridda atau oleh penaklukan kaum Muslimin atas
beberapa daerah yang sudah mereka kuasai.
Tetapi sesudah Usman terbunuh, perselisihan di kalangan
kaum Muslimin mulai berjangkit. Perang saudara antara Ali
dan Muawiya pecah dan pemberontakan-pemberontakan terus
berkecamuk, kadang terang-terangan, kadang dengan
sembunyi-sembunyi. Ambisi politik telah memegang peranan
penting dalam kehidupan agama. Guna menilai adanya
kontradiksi itu, dapatlah orang membandingkan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam pidato Abu Bakr
sesudah pelantikannya (sebagai Khalifah) tatkala ia berkata:
"Kemudian, saudara-saudara. Saya sudah dijadikan penguasa
atas kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di
antara kamu. Kalau saya berlaku tidak baik, luruskanlah
saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan dan dusta adalah
pengkhianatan. Orang lemah di kalangan kamu adalah kuat
sesudah haknya nanti saya berikan kepadanya insya Allah, dan
yang kuat bagi saya adalah lemah sesudah haknya itu nanti
saya ambil, insya Allah. Apabila ada golongan yang
meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan
menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu
meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan
bencana pada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada
(perintah) Allah dan RasulNya. Tapi apabila saya membangkang
terhadap (perintah) Allah dan Rasul, maka gugurlah
kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah shalat kamu, Allah
akan merahmati kamu sekalian," - dengan pidato Mansur dari
Banu 'Abbas, yang sesudah ia mencapai puncak mahligainya
mengatakan: "Saudara-saudara, saya adalah penguasa kamu
dengan anugerah dan dukunganNya. Saya adalah pengawal
hartaNya. Saya melaksanakan ini atas kehendakNya dan
keinginanNya, memberikan harta atas perkenanNya. Allah telah
menjadikan saya sebagai kunci. Kalau dikehendakiNya akan
dibuka, maka dibukaNyalah saya, supaya dapat.memberikan dan
membagi-bagi rejeki kamu. Kalau Ia menghendaki menutup saya,
maka ditutupNyalah saya ..."
Biarlah orang membandingkan sendiri kedua macam pidato
itu supaya dapat melihat perubahan yang begitu besar atas
prinsip-prinsip kehidupan Islam selama masa kurang dari dua
abad, suatu perubahan yang mengalihkan cara musyawarah kaum
Muslimin, kepada kekuasaan mutlak yang diambil atas nama hak
suci itu.
Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang sampai
membawa akibat perubahan dasar-dasar hukum, adalah kenyataan
yang telah menyebabkan kedaulatan Islam kemudian menjadi
lemah dan mundur. Di samping berkembangnya Islam dan
peradaban Islam selama dua abad berturut-turut sesudah
terbunuhnya Usman, di samping adanya kegiatan Islam memasuki
beberapa kerajaan, menaklukkan raja-raja di bawah Mongolia
dan Saljuk - sesudah yang pertama mengalami kehancuran -
maka perioda pertama yang berakhir dengan terbunuhnya Usman,
adalah perioda yang telah membina prinsip-prinsip yang
sebenarnya dalam kehidupan Islam pada umumnya. Hanya ini
yang boleh dijadikan pegangan yang pasti dan positif akan
segala yang telah terjadi itu supaya orang mengetahui
prinsip-prinsip yang sebenarnya.
Adapun sesudah perioda itu, di samping adanya
perkembangan ilmu dan pengetahuan pada masa dinasti Umayya -
lebih-lebih pada masa dinasti 'Abbasia, tangan-tangan kotor
sudah mulai menodai prinsip-prinsip pokok yang sebenarnya
itu, untuk kemudian diganti dengan ajaran-ajaran yang sering
sekali bertentangan dengan jiwa Islam, dan kebanyakannya
malah untuk maksud-maksud politik syu'ubia [1]
(rasialisma).
[1] Suatu paham politik pada masa permulaan
persekemakmuran Islam bangsa-bangsa yang menolak hak-hak
istimewa orang-orang Arab (A).
Adanya orang-orang asing, orang-orang Yahudi dan Nasrani
yang pura-pura masuk Islam, mereka itulah pula yang turut
menyebarkan cara-cara baru itu, mereka tidak ragu-ragu turut
mendorong diciptakannya hadis-hadis yang dihubung-hubungkan
kepada Nabi 'alaihissalam, atau mendakwakan sesuatu kepada
para Khalifah yang mula-mula, yang memang tidak sesuai
dengan sejarah hidup dan sifat-sifat mereka itu.
Apa yang ditulis orang mengenai perioda belakangan ini,
tidak dapat dijadikan pegangan secara ilmiah tanpa
mengadakan penelitian kembali dan kritik yang benar-benar
mendalam dengan tidak dipengaruhi oleh nafsu atau
kecenderungan-kecenderungan pribadi. Yang pertama sekali
perlu kita lakukan ialah menolak segala yang bersifat
kontradiksi dan tidak sesuai dengan Qur'an, meskipun
tumbuhnya kontradiksi itu dihubung-hubungkan kepada Nabi.
Yang boleh dipercaya dari apa yang langsung diceritakan dan
dapat juga dipakai sebagai dasar menguji yang datang
kemudian, ialah masa permulaan Islam sampai waktu
terbunuhnya Khalifah yang ketiga. Saya kira kalau semua ini
kita lakukan dengan segala ketelitian ilmiah, kita akan
dapat memberikan suatu lukisan yang sebenarnya tentang
ajaran Islam yang murni, dan dari kehidupan Islam yang
pertama pula; yakni kehidupan intelektual dan spiritual yang
begitu kuat dan luhur, sehingga membuat Arab pedalaman dari
jazirah itu dalam waktu beberapa puluh tahun saja dapat
tersebar di muka bumi ini, guna menegakkan - dalam pelbagai
negara - dasar-dasar peri kemanusiaan yang paling luhur yang
pernah dikenal sejarah. Kalau dalam hal ini kita berhasil,
kepada umat manusia tentu kita akan dapat mengungkapkan
suatu ufuk baru yang akan mengantarkan kita sampai dapat
mengetahui seluk-beluk alam dalam arti psikologis dan
spiritual, dan dengan mengetahui ini, akan makin erat pula
hubungan itu dan akan membawa kenikrnatan dan kebahagiaan
hidup bagi umat manusia. Ia akan merasa makin senang
terhadap segala yang ada dalam alam ini bilamana ia makin
mengenal segala rahasia gerak dan tenaga yang tadinya masih
tersembunyi seperti tenaga listrik dan gerakan ether, yang
kemudianpun diketahui orang pula.
Kalau dalam hal ini kita berhasil, tentu itu adalah jasa
Islam terhadap umat manusia sekarang, seperti yang juga
sudah terjadi pada permulaan sejarah Islam dahulu, tatkala
orang-orang Arab keluar dari lingkungan jazirahnya, keluar
menyebarkan prinsip-prinsip Islam yang luhur ke seluruh
dunia.
Langkah pertama yang perlu kita lakukan dalam hal ini -
dalam mengabdi kepada kebenaran dan kemanusiaan - ialah
benar-benar mendalami studi tentang sejarah hidup Nabi,
sehingga dapat membukakan jalan bagi umat manusia ke arah
peradaban yang selama ini menjadi cita-citanya. Dalam
melakukan studi ini Qur'an adalah sumber yang paling
otentik, sebagai kitab yang tidak akan membawa kepalsuan dan
tidak pula dicampur dengan segala hal yang masih meragukan.
Kitab yang selama tigabelas abad ini tetap dan akan tetap
terus demikian selama hidup manusia, sebagai suatu mujizat
sejarah dalam kemurnian teksnya, sebagaimana sudah dikuatkan
oleh firman Allah: "Kami yang telah memberikan Qur'an ini
dan Kami pula yang menjaganya" (Qur'an, 15: 9). Seperti
sejak dahulu juga, ia akan tetap sebagai mujizat Muhammad
yang hidup, sejak diwahyukan Allah kepadanya sampai
berakhirnya dunia dengan segala isinya ini. Segala yang
berhubungan dengan sejarah hidup Muhammad harus dihadapkan
kepada Qur'an, mana yang cocok itu adalah benar, dan mana
yang tidak cocok samasekali tidak benar.
Dalam studi permulaan ini, memang ke arah itu yang saya
usahakan, sekuat kemampuan saya. Sesudah selesai cetakan
pertama buku ini saya tinjau kembali, saya bersyukur kepada
Allah atas taufikNya itu. Sayapun berharap semoga Tuhan akan
memberi petunjuk dan pertolongan serta membukakan jalan bagi
barangsiapa yang akan meneruskan studi demikian ini secara
ilmiah dengan lebih mendalam lagi.
Tuhan, kepadaMu juga kami mempercayakan diri, kepadaMu
juga kami kembali dan kepadaMu juga kesudahan segala
ini.
|