Umar bin Khattab

oleh Muhammad Husain Haekal

Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

15. Perluasan dalam Pembebasan Persia (2/3)

Serbuan ke Ahwaz dan Hormuzan bertahan di Ramahormuz dan Tustar

Nu'man berangkat melintasi Ahwaz untuk menghadapi Hormuzan di Ramahormuz. Mengetahui keberangkatan ini Hormuzan mengerahkan suatu pasukan yang terdiri dari orang-orang Persia secara besar­besaran untuk menghadapinya di Arbak,1 dan ia memulainya dengan pukulan yang begitu keras dengan harapan hendak membuatnya porak­poranda. Pertempuran antara keduanya makin berkobar sengit. Tetapi setelah Hormuzan melihat pasukan Muslimin begitu kuat ia mundur dari Arbak ke Ramahormuz, selanjutnya ke Tustar. Di sini ia merasa aman dengan harapan akan dapat memperkuat diri dengan tembok-tembok dan benteng-bentengnya yang kuat. Nu'man maju terus ke Ramahormuz dan berhasil menguasainya.

Dari Basrah Suhail bin Adi berangkat pula hendak menghadapi Hormuzan. Begitu ia mendengar bahwa Ramahormuz sudah ditaklukan oleh Nu'man dan Hormuzan sudah menyingkir ke Tustar, ia segera berbelok dari pasar Ahwaz menuju kota yang sangat kukuh ini. Tetapi begitu ia sampai ternyata Nu'man bin Muqarrin sudah lebih dulu ada di sana. Dengan pasukannya ia berhenti di depan benteng-benteng kota itu. Dalam pada itu Salma, Harmalah, Hargus dan Jaz' sudah pula berangkat dan semua sudah berada di sekitar tembok-tembok kota. Semua angkatan bersenjata mengepung kota yang kukuh itu. Sementara itu Hormuzan dan pasukannya yang terdiri dari orang-orang Persia dan penduduk Ahwaz itu sudah bertahan dengan parit-parit yang ada di kota itu. Dengan begitu ia menghadapi musuh dengan penuh keyakinan akan kekuatan benteng-benteng demikian itu, dan sudah tidak akan dapat diterobos musuh dan ia akan dapat menangkis setiap serangan.

Perkiraan Hormuzan tidak salah. Pasukan Muslimin sudah berusaha hendak menerobos tembok-tembok kota itu tetapi dapat dipukul mundur. Pasukan Persia berkali-kali melakukan serangan balik, tetapi mereka pun kadang berbalik mundur, dan kadang memukul mundur pasukan Muslimin. Pertempuran itu berlangsung lama dengan kalah­menang yang silih berganti. Pihak Muslimin sekarang yakin akan kekuatan musuhnya setelah mereka bergabung dengan Hormuzan dalam tembok kota dalam pasukan yang sangat besar, yang datang dari berbagai penjuru hendak membantunya, memenuhi seruan Kisra. Kalau begitu sudah tak ada jalan lagi bagi pasukan Muslimin untuk menerobos kota kecuali jika didatangkan bala bantuan. Ketika itu pasukan Muslimin di Kufah dan di Basrah di bawah pimpinan Abu Sabrah. Ia nulis surat kepada Umar meminta bala bantuan dengan melukiskan kukuhnya kota Tustar dan kekuatan pasukan Persia yang bertahan di sana. Umar menulis surat kepada Abu Musa Asy'ari agar ia berangkat bersama-sama dengan semua pasukan Basrah untuk membantu Abu Sabrah, dan dia menempatkan diri bersama kekuatannya di bawah pimpinan Abu Sabrah. Abu Musa berangkat dengan pasukannya, termasuk pahlawan-pahlawan yang pernah mengalami pertempuran­pertempuran besar dan sudah mati-matian berjuang, yang kesemuanya merupakan jaminan untuk mendapat kemenangan.

Sementara pengepungan terus berlangsung, pertempuran pun terjadi makin sengit. Pasukan Persia keluar dari tembok-tembok kota menyerang pasukan Muslimin, kemudian mundur ke benteng-benteng mereka sesudah banyak menelan korban di kedua pihak. Abu Musa menulis kepada Umar melukiskan apa yang mereka alami. Khalifah menulis kepada Ammar bin Yasir, yang ketika itu ada di Kufah, agar juga berangkat memberikan bantuan kepada Abu Sabrah, dan pimpinan Kufah agar digantikan oleh Abdullah bin Mas'ud.

Setelah melihat Ammar dan pasukannya datang, pihak Muslimin melihat tidak perlu lagi berlama-lama di sekitar tembok-tembok itu. Kota harus diserbu sesudah berbulan-bulan dikepung. Hormuzan memperhatikan persiapan pasukan Muslimin untuk menyerang itu dari atas bentengnya. Ia memerintahkan pasukannya keluar dan memberikan pukulan keras kepada pasukan Muslimin. Yakin sekali dia bahwa ia akan berhasil memukul mundur musuhnya itu. Dia sendiri juga keluar. Begitu ia sampai di gerbang kota sambil terus menghantam pasukan Muslimin dan sudah dapat membunuh sebagian mereka, tiba-tiba Bara' bin Malik menghadangnya dan ia sudah mengenal orang ini. Ia langsung menyerbu hendak membunuhnya. Tetapi Bara' tidak mau salah langkah. Dia seorang pahlawan dan penunggang kuda yang tangguh dan sudah berpengalaman. Kaum Muslimin sudah mengenal benar peranannya dalam perang Riddah serta dalam peperangan di Irak dan di Syam. Mereka sudah menyaksikan bahwa dia memang tak terkalahkan. Ia pernah di Tustar merobohkan seratus orang yang menantangnya berduel yang keluar hendak mengadu keberanian dan ketangkasan dengan dia. Tetapi Hormuzan, dalam kekuatan dan ketangkasan tidak kalah dari dia. Oleh karena itu ia dapat mengelak dari pukulan yang dihentakkan lawannya itu, dan dengan sekali pukul ia langsung dapat merobohkan Bara'. Sekarang tampil Majza'ah bin Saur maju hendak menuntut balas atas kematian Bara', tetapi dia mengalami nasib yang sama. Dia juga gugur sebagai syahid seperti pahlawan-pahlawan Muslimin yang lain.

Tetapi pasukan Muslimin tahu, Tustar adalah ibu kota Khuzistan yang paling kukuh. Kalau kota itu dapat dilumpuhkan, kekuatan Persia juga akan lumpuh dan akan membuat semangat mereka hancur. Karena itu, terbunuhnya kesatria-kesatria itu tidak membuat mereka patah semangat, bahkan mereka bertekad ingin mati syahid dan lebih berani maju menghadapi maut dengan harapan memperoleh kemenangan.

Lepas tengah hari itu matahari sudah mulai tergelincir. Pasukan Persia tampaknya sudah mulai kepayahan. Tak ada jalan lain buat mereka kecuali harus mundur ke dalam kota, dan bertahan dengan benteng-benteng dan tembok-tembok kota. Keesokan harinya tak seorang pun dari mereka yang keluar untuk bertempur. Mereka melihat kaum Muslimin itu lebih mencintai mati daripada hidup, dan mereka sudah bersumpah tidak akan meninggalkan Tustar, atau mati.

Pihak kota sendiri sudah kesal dengan pasukan Persia itu dan perang yang berkepanjangan. Salah seorang penduduk kota diam-diam meminta suaka kepada Abu Musa dan ia pun diterimanya dengan harapan dapat menunjukkan jalan masuk ke kota itu, supaya dapat dibebaskan. Abu Musa akan menjamin belanja orang itu dan keluarganya kalau ia berhasil mengalahkan musuhnya. Orang itu menunjukkan pintu air yang masuk ke kota. Abu Musa mengirim Asyras bin Auf asy­Syaibani bersama orang itu. Ia bersama-sama menelusuri Sungai Dujail dan sama-sama memasuki kota dari sebuah terowongan di samping pintu air.2 Kemudian dengan mengenakan pakaian kuli ia menelusuri jalan-jalan di kota Tustar. Orang itu memperlihatkan tempat-tempat rahasia di kota dan tempat Hormuzan. Sesudah itu ia dikembalikan kepada Abu Musa dan Abu Musa pun melihat orang Persia ini berkata sejujurnya. Abu Musa menugaskan empat puluh orang bersama Asyras dan diikuti oleh dua ratus orang lagi. Sesudah larut malam mereka semua berangkat. Begitu memasuki kota para penjaga mereka bunuh dan mereka memanjat tembok-tembok kemudian bertakbir. Mendengar uara-suara itu Hormuzan ketakutan. Ia lari ke bentengnya seraya berkata kepada orang-orang di sekitarnya: "Yang menunjukkan rahasia kita kepada orang-orang Arab itu tentu orang kita juga yang sudah melihat mereka maju dan kita mundur." Pasukan Persia jadi kacau-balau ketika dilihatnya komandan mereka lari meninggalkan mereka. Pintu-pintu kota mereka lihat sudah dibuka oleh orang-orang Arab dan mereka sudah memasuki kota. Kekacauan dan kepanikan demikian rupa, sehingga ada di antara mereka yang karena dalam ketakutan membunuh anggota keluarga dan anaknya sendiri dan membuangnya ke Sungai Dujail.

Bukankah mereka sudah mendengar bahwa kota mereka tak mungkin ditaklukkan karena sudah begitu kukuh, dan pemimpin mereka adalah prajurit perang yang paling kuat dan perkasa! Sekarang pemimpin ini lari, pintu-pintu kota terbuka lebar dan orang-orang Arab menyerbunya! Apa gunanya hidup hina dan berulam jantung sesudah semua ini! Kapan lagi mati itu lebih baik daripada hidup kalau bukan seperti sekarang ini!

Kota Tustar jatuh dan Hormuzan ditawan

Hormuzan masih bertahan dalam bentengnya. Mereka yang masuk melalui saluran itu mengelilingi tempat itu. Ia menjenguk kepada mereka dan katanya: "Di sarung panahku masih ada seratus anak panah. Kalian tidak akan sampai ke tempatku selama aku masih mempunyai panah, dan anak panahku tak akan pernah meleset. Apa gunanya kalian menawanku jika dari kalian ada seratus orang yang mati atau luka-luka terkena panahku!" Ia berkata begitu kepada mereka karena dia yakin akan dibunuh jika ia tertawan dalam pertempuran, dan tak ada harapan hidup kecuali dengan jalan damai. Mereka menanyakan kepadanya: Apa yang Anda inginkan? Ia menjawab: Saya menyerahkan kepada kalian untuk memintakan keputusan Umar mengenai diriku. Permintaannya itu mereka penuhi. Ia melemparkan busurnya yang memungkinkan mereka kemudian menangkapnya. Ia diikat dan dibawa kepada Abu Musa dengan menceritakan pembicaraan yang terjadi antara dia dengan mereka. Dengan diantar oleh Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais Hormuzan dibawa kepada Umar. Antara kedua ini orang terjadi pem­ bicaraan panjang lebar yang akan kita ceritakan pada akhir bab ini.

Menyerahnya Hormuzan itu sendiri sudah menandakan jatuhnya kota Tustar. Dengan demikian berakhirlah perlawanan mereka yang masih ada di sana dan mereka menyerahkan diri. Setelah pasukan Muslimin menerima penyerahan kota itu dan menguasai harta yang ada, maka 4/5 disisihkan untuk mereka dan 1/5 (khumus) dikirimkan kepada Amirulmukminin. Untuk setiap anggota pasukan berkuda tiga ribu dan untuk anggota infanteri seribu dirham.

Sebelum kita mengikuti pasukan Muslimin dalam perjalanannya untuk membebaskan daerah lainnya di Khuzistan baik juga kalau kita berhenti sejenak untuk melihat, pelajaran apa yang terdapat dalam pembebasan Tustar ini. Seperti sudah kita ketahui Tustar adalah ibu kota Khuzistan yang dapat dikatakan kota Persia yang terkuat dengan benteng­benteng yang amat kukuh. Yazdigird sudah menjanjikan Hormuzan bahwa ia akan melimpahkan kekuasaan kepadanya di Khuzistan dan di wilayah Persia sebelah selatannya. Motivasi inilah yang paling kuat mendorongnya untuk mati-matian mempertahankan dan mengadakan perlawanan terhadap pasukan Muslimin sampai berbulan-bulan. Tetapi bagaimana sampai kemudian ada orang dari warga Tustar sendiri yang sampai terdorong hatinya hendak menunjukkan kepada orang-orang Arab itu jalan masuk ke kota dan memperlihatkan segala rahasianya? Bahkan ada beberapa sumber menyebutkan, bahwa kelompok pangeran dan pemimpin Persia sendiri bersama anak buahnya bergabung dengan pasukan Muslimin yang sedang mengepung Tustar dan membantu memerangi bangsanya sendiri yang sudah begitu jauh terjerumus ke dalam kehancuran moral. Di samping itu, mengapa sesudah berjuang habis­habisan mempertahankan kota yang begitu kuat itu akhirnya Hormuzan bersedia menyerahkan hidup dan matinya di bawah keputusan Khalifah Muslimin?

Sebab kekalahan Persia di Tustar

Rasanya tidak perlu di sini saya harus mengulangi apa yang sudah saya ulas mengenai merosotnya rasa kebangsaan dalam jiwa orang­orang Persia di Kadisiah waktu itu sehingga rasa egoisme dan takut mati merupakan unsur yang lebih menonjol dalam jiwa mereka, daripada segala pertimbangan moral, di samping memuncaknya kekacauan di dalam istana dan para pangeran dan petinggi negara yang saling bunuh memperebutkan kekuasaan, sebagai akibatnya. Tetapi yang ingin saya angkat dari masalah moral ini ialah segala akibat yang akhirnya membawa kepada jatuhnya kota Tustar dengan segala akibatnya itu.

Dari mana pun rapuhnya hubungan sosial suatu bangsa, akan membawa akibat pada rapuhnya semangat moral. Kekuatan bangsa itu akan merosot menjadi makin lemah dan tidak mampu lagi melihat masa depannya, tak dapat lagi menilai apa yang sudah menimpa dirinya. Hubungan sosial adalah dasar dan tiang kehidupan moral suatu bangsa. Tingkat kekuatan moral pada suatu bangsa ialah tingkat naluri pribadi untuk bertahan dengan hidupnya. Begitu juga naluri bertahan ini me,untut kita untuk menjaga agar seluruh badan kita sedapat mungkin tetap sehat dan harus kita pertahankan demikian. Kalau demi mempertahankan nyawa kita harus memotong salah satu bagian badan kita, tidak ragu lagi kita pun akan memotongnya demi naluri itu, - sama halnya dengan kekuatan moral dalam masyarakat yang juga menuntut seperti tuntutan naluri pribadi itu untuk mempertahankan masyarakat dari setiap pribadi anak negerinya sejauh yang dapat dipertahankannya Kalau pribadi-pribadi itu sebagian harus berkorban demi mempertahankan eksistensi keseluruhan badan itu, maka masyarakat tidak boleh ragu untuk berkorban. Pribadi-pribadi itu dengan senang hati harus bersedia berkorban demi mempertahankan eksistensi bangsa yang dijunjung tinggi itu. Dan satu-satunya jaminan untuk itu hanyalah jika yang menjunjungnya anak-cucunya sendiri.

Seperti halnya yang terjadi dengan rapuhnya kehidupan jasmani. jika setiap anggota badan itu melaksanakan tugasnya demi keuntungannya sendiri, bukan untuk keuntungan jasmani secara keseluruhan, maka dengan demikian naluri mempertahankan hidup itu akan sangat lemah sekali, yang akhirnya akan berkesudahan dengan kematian. Begitu juga yang akan terjadi dengan kekuatan moral dalam suatu bangsa, ia akan menjadi lemah dengan rapuhnya hubungan sosial antarwarga, dan masing-masing berpikir hanya untuk kepentingan diri sendiri, tidak peduli pada kebersamaan yang ada antara dirinya dengan pribadi-pribadi lain dalam kesatuan bangsa, yang sebenarnya merupakan pelestari keberadaan masyarakat itu. Di situlah bangsa yang tadinya kuat dan mulia itu berubah menjadi lemah dan hina, yang secara moral akan demikian rapuhnya. Ini adalah suatu peringatan akan punahnya suatu masyarakat dengan segala eksistensinya.

Bangsa yang sudah mempunyai semangat moral yang tinggi tidak mengenal putus asa dan tidak mengenal menyerah. Ia akan memilih mati daripada hidup lemah dan hina. Bangsa semacam ini tidak mungkin menjadi hina atau lemah, juga tidak mungkin hilang, karena kehidupan moralnya akan dapat mengalahkan segala kelemahan itu dan dapat mempertahankan diri dari kerapuhan. Pribadi-pribadi di antara mereka sudah merupakan satu kesatuan timbal balik dalam ruang dan waktu, jika sebagian dari bangsa itu hilang, maka yang lain akan segera tampil menggantikannya dan meneruskan tugasnya, sehingga mana­mana yang hilang dapat dikembalikan dengan menggantikannya secara alami, dan akan dapat kembali lebih tangguh dan lebih kuat dari yang semula. Dalam bangsa semacam ini tidak akan mungkin ada warganya yang mau menunjukkan kepada musuh segala rahasia bangsanya supaya ia hidup aman dan untuk mencari keselamatan dirinya. Jika ada sesuatu yang mengancam keselamatan orang penting seperti yang terjadi pada Hormuzan, ia akan memilih mati dengan terus berjuang, agar kematian dan perjuangannya menjadi teladan agung bagi angkatannya, dan menjadi pelajaran yang luhur bagi generasi berikutnya. Kalau takdir sudah menentukan suatu waktu bangsa itu dikalahkan juga, nanti ia akan mengembalikan kekuatannya dan akan menuntut balas. Dengan demikian ia akan hidup kembali bersama-sama dengan bangsa-bangsa lain, hidup terhormat, kuat dan berwibawa.

Tetapi bilamana hubungan sosial dalam bangsa Persia itu sudah begitu rapuh karena sebab-sebab seperti di sana sini sudah kita singgung dalam buku ini, maka kerapuhan itu sudah tentu akan berakibat pada hancurnya kekuatan moral. Jadi wajar saja bila ia dikalahkan oleh Rumawi, kemudian oleh Arab, karena anak negerinya sendiri begitu melihat kemunduran ada di pihaknya, ia segera mendatangi musuh dan menelanjangi rahasia sendiri, dan ia berkomplot dengan musuh untuk memperoleh keselamatan dirinya, kendati dengan begitu ia telah mengorbankan keselamatan tanah air. Bukan sekali ini saja kita melihat yang semacam ini: Kita sudah melihat adanya kekacauan di istana dengan segala intrik-intriknya, kita sudah melihat para komandan dan prajurit-prajuritnya yang melarikan diri, kemudian kita lihat Yazdigird sendiri yang lari dari Mada'in dan Hulwan. Kalau memang sudah begitu kehidupan moral suatu bangsa, tidak heran jika ada anak negeri endiri yang berkhianat karena ia lupa bahwa dia anak negeri dan jasa negerinya itu besar sekali kepadanya.

Kemajuan pasukan Muslimin di Tustar

Letak kota Tustar di atas Sungai Karun, sekitar lima farsakh (± 30 m.) utara kota Ahwaz, sedang kota Sus (Shush) beberapa farsakh lagi di barat Tustar. Itu sebabnya selama pengepungan Tustar sering terjadi bentrok senjata antara pihak Sus dengan pasukan Muslimin. Sesudah selesai dengan Tustar wajar saja mereka menuju ke Sus, mengepung dan bertempur, yang dirasakan oleh pihak Muslimin cukup melelahkan menghadapi mereka, dan memakan waktu lama hingga mereka kehabisan makanan di kota itu. Untuk menghindari maut pihak Sus tak melihat jalan lain kecuali berdamai. Mereka mengusulkan kepada dihkan (penguasa Persia) agar berunding dengan pihak Muslimin, dan hal ini dilakukannya dengan permintaan kepada Abu Musa untuk melindungi keselamatan seratus orang dari mereka. Permintaannya itu dikabulkan. Dihkan itu menyebutkan nama-nama keseratus orang itu dan ia lupa menyebutkan namanya sendiri. Tetapi ketika Abu Musa memerintahkan agar dia dibunuh, ia berseru: "Tunggu dulu! Ada harta banyak yang akan saya serahkan kepada Anda." Tetapi Abu Musa menolak dan dia dieksekusi. Kalau dia masih ingat hukuman yang dijalankan oleh Abu Bakr ketika memberi ampunan kepada Asy'as bin Qais3 yang lupa menyebutkan namanya sendiri dalam peristiwa seperti ini, orang yang sudah menyerahkan kunci kotanya tentu tidak akan dibunuh.

Dalam sumber-sumber yang menceritakan jalannya peristiwa pembebasan kota Sus itu Tabari menyebutkan bahwa Siyah bin Aswari keluar dari Asfahan atas perintah Yazdigird untuk memerangi pihak Muslimin. Setelah dilihatnya kota Tustar sudah mereka kuasai dan Ahwaz sudah pula mereka duduki, ia mengajak para pemimpin yang berangkat bersama dia dengan menceritakan tindakan pasukan Muslimin, bahwa setiap prajurit yang berhadapan dengan mereka pasti kalah, dan kalau mereka mendatangi sebuah benteng pasti mereka duduki. "Maka pertimbangkanlah semua ini oleh kalian!" Usulnya itu mereka setujui dan mereka segera mengirim orang kepada Abu Musa dengan mengatakan: "Kami berminat terhadap agama kalian. Kami akan memeluk Islam asal kami dapat berperang bersama kalian melawan orang-orang Persia dan tidak akan memerangi kalian orang-orang Arab. Kalau ada orang Arab yang memerangi kami, kalian harus melindungi kami. Kami akan tinggal di mana saja kami kehendaki dan akan bersama siapa pun dari yang kalian kehendaki. Hubungkanlah kami kepada orang-orang dermawan, dan buatlah perjanjian dengan pemimpin yang di atas kalian.'' Abu Musa menjawab: Bahkan hak kami dan hak kalian, kewajiban kami dan kewajiban kalian sama. Tetapi mereka tidak setuju. Abu Musa menulis surat kepada Umar melaporkan kejadian itu. Umar menjawab: "Berikan apa yang mereka minta." Sesudah itu mereka masuk Islam. Abu Musa membagikan kepada seratus orang dari mereka masing-masing dua ribu dan kepada keenam pemimpin mereka dua ribu lima ratus (dirham).

Dalam laporannya kepada Umar Abu Musa menyebutkan bahwa di Sus ada makam Nabi Daniel, dan bahwa tubuhnya terbuka dijadikan tempat orang meminta air. Umar memerintahkan agar jasad itu dikafani dan dikuburkan kembali. Makam Daniel di kota ini sampai sekarang sangat dihormati. Dalam abad ke-19 di sekitar makam itu dibangun rumah ibadah tempat orang berziarah dan meminta berkah.

Selesai di Sus pasukan Muslimin pergi ke Jundaishapur yang terletak tidak jauh dari Sus ke arah timur laut. Pengepungan diadakan cukup lama. Tetapi dalam pada itu tiba-tiba pintu kota itu dibuka, seolah-olah sudah tercapai persetujuan dengan pihak kota itu. Pihak Muslimin mengirimkan utusan menanyakan hal itu, karena khawatir ini suatu tipu muslihat dari mereka. Tetapi mereka menyebutkan bahwa mereka dapat menerima perdamaian yang ditawarkan pihak Muslimin kepada mereka, dan mereka setuju membayar jizyah dengan syarat mendapat perlindungan. Pihak Muslimin tentu merasa heran juga. Kemudian diketahui bahwa ada seorang budak dari mereka yang menulis kepada pihak kota untuk berdamai. Peristiwa ini dilaporkan kepada Umar. Umar memerintahkan agar perjanjian itu diterima dan ditaati.

Semua peristiwa kemenangan itu sampai kepada Umar tepat pada waktunya. Setiap kali Umar menerima berita itu ia bersujud syukur kepada Allah, yang telah memberikan bimbingan dan menunjukkan langkah yang tepat kepada pasukan Muslimin. Lebih-lebih ia bersyukur karena ia tahu keadaan kota-kota yang dibebaskan itu dan apa yang diberitahukan kepadanya mengenai yang belum pernah dilihatnya. Kota Ahwaz - atau Hormuzsyir dalam bahasa Persia - dulu kota besar yang mencakup tujuh distrik seperti pola Mada'in, ramai dengan perdagangan dan berpenduduk yang Orang Persia di seluruh kerajaan sangat mengaguminya. Tustar sebagai ibu kota Khuzistan di dunia sangat terkenal waktu itu, dan benteng Persia yang terkuat terletak di barat daya dataran Iran. Adapun Sus ialah kota Syusyan (Shushan) lama yang menjadi ibu kota Media selama bertahun-tahun, sangat menarik semua orang karena keindahannya. Seluruh Khuzistan, kerajaan yang begitu luas, terbentang antara Irak-Arab dengan Irak-Persia, merupakan mutiara yang termahal pada mahkota para kisra. Allah telah memberikan kemenangan dan kekuatan kepada pasukan Muslimin dalam semua pertempuran di kawasan ini.

Adakah Umar akan meneruskan perang itu dan mengeluarkan perintah menyerang Persia sampai jauh ke ujung timur, ataukah akan berhenti sampai di sini, dan yang di balik itu dibiarkan untuk Persia tanpa mengganggu dan mengusik mereka, lalu mendorong mereka mengadakan perlawanan terhadap pasukannya dengan segala akibat yang hanya Allah Yang tahu?

(sebelum, sesudah)


Umar bin Khattab
"Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu"
 
Judul asli "Al-Faruq Umar" cetakan ke 7 oleh Muhammad Husain Haekal, Ph.D.,
dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjermah.
diterjemahkan oleh Ali Audah.
Cetakan pertama, April 2000
Diterbitkan oleh P.T. Pustaka Litera AntarNusa
Jln. Arzimar III, Blok B No. 7A, Tel. (0251) 330505, 370505, Fax. (0251) 380505 Bogor 16152.
Jln. Rukem I-19, Rawamangun, Tel./Fax. (021) 4722889, Jakarta 13220.
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7/1987
ISBN 979-8100-38-7
Anggota IKAPI.
Setting dan kulit luar oleh Litera AntarNusa
Dicetak oleh P.T. IKRAR MANDIRIABADI, Jakarta.
 
Indeks Islam | Indeks Haekal | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team