Surat Menyurat
Maryam Jamilah - Maududi


PENDAHULUAN

Pada umur 19 tahun segera setelah mulai saya pelajari dengan intensif literatur Islam yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, saya melakukan surat menyurat dengan belasan kaum muda dan dunia Arab dan Pakistan. Tujuan saya adalah agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam dari tangan pertama tentang arti Islam menurut orang Islam sendiri, dan untuk mendapatkan informasi yang lebih terperinci tentang peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di negara Islam daripada informasi yang biasa dimuat dalam surat kabar dan majalah.

Sebagian hubungan sahabat pena tidak berlangsung lama karena segera saja saya menjadi kecewa dengan gaya hidup mereka yang ter-barat-kan karena, keacuh-takacuhan mereka dan kadang-kadang permusuhan yang tersembunyi terhadap Islam, dan pikiran mereka yang kekanak-kanakan. Akhirnya saya putuskan untuk melakukan surat-menyurat dengan pemimpin-pemimpin Islam yang matang dan berpengaruh, khususnya dengan para ulama.

Pada penghujung tahun 1960, telah saya adakan surat-menyurat dengan Dr. Fadhil Jamali, bekas pemimpin delegasi Irak di PBB; Dr. Mahmud F. Hoballah, Direktur Islamic Centre di Washington DC pada waktu itu; Syaikh Muhammad Bashir Ibrahimi (almarhum) pemimpin ulama Aljazair dan pemimpin perjuangan kemerdekaan melawan Imperialis Perancis; Dr. Muhammad al-Bahay dari Al-Azhar; Dr. Hamidullah dari Paris; Dr. Ma'ruf Dawalibi, ahli hukum Islam dan Guru Besar dalam Syari'ah pada Universitas Damaskus yang juga bekas Perdana Menteri Syria; dan Dr. Said Ramadhan, pemimpin Islamic Centre di Jenewa. Saya telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukan kontak dengan Sayyid Qutb (almarhum) yang pada waktu itu sedang menjalani hukuman yang panjang di penjara Mesir.

Walaupun kegiatan-kegiatan Syaikh Hasan al-Banna (almarhum) dan al-Ikhwan al Muslimuun telah mendapatkan publisitas yang melimpah walaupun dengan nada menghina di persurat-kabaran New York, tetapi Maulana Maududi dan Jemaat Islaminya belum banyak menarik perhatian kalangan sarjana dan wartawan Amerika.

Walaupun sudah hampir satu dekade saya begitu keranjingan membaca semua buku dan terbitan-terbitan berkala dalam bahasa Inggris tentang Islam yang saya temukan, belum saya dengar tentang Maulana Maududi dan tidak pula saya ketahui siapa dan apa Jemat Islami itu, sampai saya dapatkan esai Mazharuddin Siddiqui dalam buku Islam Jalan Lurus (Editor Kenneth Morgan, Ronald Press, New York, 1958), ketika secara kebetulan sekali saya temukan artikel yang bagus dalam majalah The Muslim Digest, Durban, oleh penulis yang sama, segera saja saya merasa tertarik untuk berkirim surat dengan orang yang mempunyai kelebihan luar biasa ini, dan menulis surat kepada redaksi majalah tersebut untuk meminta alamatnya.

Pertama kali mengirim surat, saya hanya mengharap jawaban singkat yang mengungkapkan rasa saling simpati yang timbul dan kesamaan cita-cita. Waktu itu saya tidak bisa meramalkan betapa surat menyurat ini akan menandai perioda yang paling kritis dalam seluruh sejarah hidup saya.

Maulana Maududi tidak perlu lagi membujuk saya untuk memeluk Islam karena waktu itu saya telah berada di ambang peralihan kepada agama Islam, dan sudah akan mengambil langkah terakhir, bahkan tanpa sepengetahuannya. Maulana Maududi juga tidak mengupayakan pengaruh yang menentukan apapun atas arah karier menulis saya, karena sudah sejak lebih dari setahun sebelum persahabatan kami saya telah menulis esai-esai untuk membela Islam dan pokok-pokok pikiran saya yang utama telah mapan jauh sebelum kami berdua saling berkenalan. Namun demikian, sebagai hasil dari surat menyurat ini adalah banyak bertambahnya wawasan dan pengetahuan saya, sehingga saya lebih mahir mengemukakan pendapat, dan tulisan-tulisan saya pun bertambah matang dan mendalam.

Surat-surat ini mesti dibaca dengan tetap memperhatikan latar belakang sejarahnya. Di Amerika, John F. Kennedy, presiden waktu itu, telah mencapai kekuatan politik dan kemakmuran ekonomi yang belum pernah dicapai sebelumnya. "Perang dingin" antara Komunis Rusia di bawah Krushchev dengan demokrasi Barat baru mulai mencair. Di Pakistan, Presiden Ayub Khan memerintah tanpa penentang, dan untuk melestarikan kediktatorannya dia memberlakukan undang-undang darurat perang dan melarang partai politik, termasuk Jemaat Islami. Ulama yang takwa diganggu dan diintimidasi karena mereka berani mengkritik pemberlakuan undang-undang keluarga yang tidak Islam secara sewenang-sewenang dan sembarangan melawan kehendak mayoritas rakyat.

Sesudah tiga setengah tahun psikoanalisa yang mahal dan tak membuahkan hasil dan dua tahun di rumah sakit, saya baru saja mentas dari masa remaja yang panjang, tidak bahagia lagi penuh dengan kesendirian dan frustrasi, dan sedang berusaha menemukan diri saya sendiri serta tempat yang cocok dalam hidup ini. Hanya karena Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang sajalah pada tahap itu Maulana Maududi memberikan kesempatan bagi saya untuk meraih kehidupan yang bermanfaat, kaya dengan pemuasan kebutuhan dengan menyediakan tanah yang subur tempat bisa tumbuh dan berkembang penuhnya usaha-usaha saya.

Maryam Jamilah
14 Jumadits-Tsana 1389 H (28 Agustus 1969 M).


Surat Menyurat Maryam Jamilah Maududi
Judul Asli: Correspondence between Maulana Maudoodi and Maryam Jameelah
Terbitan Mohammad Yusuf Khan, Lahore, 1978
Penterjemah: Fathul Uman
Penyunting: Haidar Bagir
Penerbit Mizan, Jln. Dipati Ukur No. 45, Bandung 40124
Cetakan 1, 1403H, 1983M
Telp.(022) 83196

Indeks artikel kelompok ini | Disclaimer
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Dirancang oleh MEDIA, 1997-2001.
Hak cipta © dicadangkan.