|
Lady Evelyn Zeinab Cobbold
(Inggris)
Pertanyaan terbanyak yang saya terima, ialah: Kapan dan
mengapa saya memeluk agama Islam'!
Saya hanya bisa menjawab bahwa tidak mungkin saya dapat
memastikan secara persis detik-detik yang menentukan,
sewaktu cahaya ke-Islaman memancar masuk ke dalam jiwa saya.
Yang jelas ialah bahwa saya sudah menjadi orang Islam.
Kejadian ini bukan satu keanehan, jika orang ingat bahwa
Islam itu adalah agama fithrah (natural religion). Ini
berarti bahwa seorang bayi itu akan tumbuh menjadi seorang
pemuda Islam jika dia dibiarkan hidup di atas fitrahnya
sendiri. Seorang kritikus Barat pernah membenarkannya dengan
perkataan: "Islam is the relegion of common sense" atau
"Islam adalah agama akal." Setiap bacaan dan pelajaran saya
tentang Islam bertambah, bertambah pulalah keyakinan saya
bahwa Islam itu adalah suatu agama yang paling praktis dan
paling mampu menyelesaikan segala kesulitan dunia dan
membawa alam kemanusiaan ke jalan keamanan dan kebahagiaan.
Karena itulah maka saya tidak ragu-ragu dalam kepercayaan
saya bahwa Allah itu SATU/ESA, dan bahwa Musa, Isa dan
Muhammad s.a.w. serta Nabi-nabi lain yang sebelumnya itu
adalah para Nabi yang dituruni wahyu oleh Tuhan, bahwa kita
manusia semua tidak dilahirkan dalam dosa, dan kita tidak
memerlukan seorang perantara dalam menghadap Tuhan. Kita
semua mampu menghubungkan jiwa kita dengan Dia sembarang
waktu, dan manusia itu, sampai Muhammad dan Isa sekalipun
tidak ada yang bisa menjamin apa-apa untuk kita dari Allah
s.w t., dan bahwa keselamatan/kebahagiaan hidup kita itu
tergantung kepada cara hidup dan amal perbuatan kita
sendiri.
"Islam" berarti tunduk dan menyerah kepada Allah. "Islam"
juga berarti selamat dan aman. Sedangkan seorang Muslim itu
ialah orang yang beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran
Allah, sehingga dia bisa hidup dengan aman di hadapan Allah
dan dalam lingkungan makhluk-Nya.
Islam berdiri di atas dua pokok. Pertama ialah ke-Esaan
Allah, dan kedua ialah persaudaraan yang meliputi seluruh
alam kemanusiaan. Islam bebas dari theologi dogmatis yang
memberatkan. Lebih dari itu semua, Islam adalah suatu agama
yang positif.
Dalam ibadah Haji --suatu peribadatan yang tidak bisa
dijelaskan pengaruhnya dengan kata-kata-- orang melihat
dirinya sebagai satu anggota dalam sebuah pergumulan besar
dari seluruh dunia pada kesempatan suci di tanah suci, untuk
bersama-sama dengan segala kekhusyuan mengagungkan Allah.
Dengan demikian tumbuhlah dalam jiwanya kesan tentang
agungnya idealisme Islam, yakni terbukanya kesempatan baik
untuk bersama-sama masuk dalam kancah percobaan kerohanian
yang dianugerahkan Allah s.w.t. kepada alam kemanusiaan.
Menziarahi tempat kelahiran Islam, bekas-bekas perjuangan
Rasulullah s.a.w. sewaktu beliau mengajak alam kemanusiaan
yang sesat supaya kembali kepada Allah s.w.t. Semua
kehidupan yang penuh berkah itu membangkitkan kesan dalam
semua hati dan ingatan kepada perjuangan lama makan banyak
waktu, yang dijalankan oleh Muhammad s.a.w. dalam
tahun-tahun yang penuh pengorbanan. Semua itu berpengaruh
dalam jiwa dan melebur dalam semburat cahaya langit yang
menerangi seluruh jagat raya. Bukan itu saja, dalam ibadah
Haji itu masih ada yang lebih penting lagi, yaitu
membuktikan adanya persatuan di kalangan kaum Muslimin.
Kalau ada suatu hal yang dapat mempersatukan kekuatan Ummat
Islam yang bercerai-berai dan memberinya corak persaudaraan
dan semangat kerjasama, maka ibadah Haji-lah yang dapat
membuktikannya. Dalam melaksanakan ibadah Haji terdapat
kesempatan untuk mempertemukan semua bangsa dari seluruh
dunia untuk saling berkenalan dan bertukar pikiran tentang
hal-ihwal masing-masing, dan mempersatukan tenaga dalam
usaha kemaslahatan bersama dengan mengesampingkan soal-soal
negeri tempat tinggal, perbedaan golongan dan madzhab, warna
kulit atau kebangsaan. Semua bersatu dalam satu ikatan
persaudaraan besar dalam akidah yang mengilhami bahwa
merekalah sebenamya yang pantas menjadi pewaris
keagungan.
|