Artikel Yayasan Paramadina

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

VI.43. MAKNA MODERNITAS DAN TANTANGANNYA TERHADAP IMAN   (1/2)
 
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo
 
Pengertian modernitas berasal  dari  perkataan  "modern";  dan
makna  umum  dari  perkataan modern adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan kehidupan masa  kini.  Lawan  dari  modern
adalah  kuno,  yaitu  segala  sesuatu yang bersangkutan dengan
masa lampau. Jadi  modernitas  adalah  pandangan  yang  dianut
untuk   menghadapi   masa  kini.  Selain  bersifat  pandangan,
modernitas juga merupakan sikap hidup. Yaitu sikap hidup  yang
dianut  dalam  menghadapi  kehidupan  masa  kini.  Kalau  kita
berbicara tentang masa  kini,  maka  yang  dimaksudkan  adalah
waktu sekarang dan masa depan.
 
Pengertian  modernitas,  yaitu  pandangan dan sikap hidup yang
bersangkutan dengan kehidupan masa  kini,  banyak  dipengaruhi
oleh  peradaban  modern.  Sedangkan  yang  dimaksudkan  dengan
peradaban modern adalah peradaban yang terbentuk mula-mula  di
Eropa  Barat, kemudian menyebar di seluruh dunia Barat. Dengan
begitu dapat pula dinamakan peradaban Barat.  Peradaban  Barat
mempunyai   dampak  besar  terhadap  modernitas,  oleh  karena
peradaban  Barat  pada  masa  kini  merupakan  peradaban  yang
dominan  di  sana.  Sebagaimana dalam periode antara abad ke-6
hingga abad ke-16, peradaban  Islam  mempunyai  pengaruh  yang
besar  kepada  kehidupan  umat manusia di sekitar Laut Tengah,
dan  kemudian  meninggalkan  dampaknya   kepada   pembentukkan
peradaban Barat, demikian pula di masa kini, seluruh kehidupan
umat manusia tidak dapat lepas dari pengaruh  peradaban  Barat
yang  secara  agresif  dan  dinamis  memasuki  seluruh pelosok
dunia. Sebab itu, untuk mengenal dan mengembangkan  modernitas
tidak  mungkin  tanpa  mengenal  unsur-unsur  utama  peradaban
Barat.
 
Yang dimaksudkan peradaban modern adalah peradaban Barat  yang
terbentuk  setelah  bangsa-bangsa  Eropa  melampaui  masa Abad
Pertengahan. Perkataan "modern" di sini adalah "Eropa centris"
atau  "Barat  centris"  karena  sepenuhnya bersangkutan dengan
kehidupan bangsa-bangsa di Eropa bahkan di Eropa Barat. Bangsa
Eropa   membagi  sejarahnya  dalam  periode  Zaman  Kuno  yang
berlangsung dari permulaan hingga kurang lebih abad ke-5, Abad
Pertengahan  antara  abad  ke-5  hingga  abad  ke-16 dan Zaman
Modern dari abad ke-16  hingga  masa  kini.  Peradaban  modern
adalah  peradaban  Barat yang terbentuk pada Zaman Modern itu.
Oleh  karena  itu  sejak  abad  ke-16  dunia  Barat   berhasil
melebarkan  sayapnya  ke  seluruh  dunia  dan  pada abad ke-20
berada pada zenith kemampuannya,  maka  pengaruh  atau  dampak
peradaban  modern  itu terasa dimana-mana di dunia, baik dalam
arti positif maupun negatif.
 
Peradaban modern itu terbentuk pada abad  ke-16  melalui  satu
perubahan   yang   penting   di  Eropa  Barat  yang  dinamakan
Renaisanse yang berarti  kelahiran  kembali.  Yaitu  kelahiran
kembali  hasil-hasil  budaya  Yunani  dan  Romawi.  Dalam Abad
Pertengahan hasil budaya Yunani dan Romawi telah diabaikan  di
Eropa.  Gerakan  yang  bernama  Humanisme kemudian diungkapkan
kembali pemikiran yang  telah  dikembangkan  di  Yunani  Lama,
seperti  pikiran Aristoteles, Plato, dll. Pengungkapan kembali
pikiran Yunani dan Romawi itu  dimungkinkan  oleh  persentuhan
Eropa  Barat  dengan  budaya Islam yang dalam Abad Pertengahan
justru sedang berkembang dengan megah dan memasuki Eropa Barat
melalui Spanyol. Humanisme dan Renaissanse itulah yang menjadi
sumber utama terbentuknya peradaban Barat modern.
 
Persentuhannya dengan peradaban  Islam,  pengungkapan  kembali
pikiran  Yunani  dan  Romawi,  ini  semua menimbulkan di Eropa
Barat perkembangan dari fungsi Ratio  dalam  pandangan  hidup.
Ilmu pengetahuan memperoleh dukungan kuat untuk maju. Demikian
pula terjadi pemikiran baru  tentang  tempat  tinggal  manusia
dalam   kehidupan   serta  tempat  bumi  dalam  alam  semesta.
Perkembangan dalam pemikiran  itu  merupakan  perubahan  besar
dalam  kehidupan  waktu itu. Dan karena pemikiran yang berlaku
pada waktu itu bersumber kepada gereja Katholik yang  berkuasa
di   Eropa,  maka  terjadi  pertentangan  antara  mereka  yang
mengembangkan pemikiran baru itu dengan gereja yang  berkuasa.
Gereja  tidak  menghendaki  bahwa  orang mengadakan penelitian
terhadap  alam  dan  kehidupan  dan  mewajibkan  semua   orang
menerima  semua ajaran tanpa pendalaman. Sedangkan orang-orang
yang tergerak  untuk  mendalami  kehidupan  dan  alam  semesta
menggunakan  ratio  dan  eksperimen bukan untuk menolak ajaran
Katholik, melainkan tidak puas hanya menerima  segala  sesuatu
begitu  saja.  Salah  satu  contoh  adalah Nicolaus Copernicus
menerima  hukuman  gereja  yang  waktu  itu  tersohor   dengan
Inquisisi-nya.
 
Tapi   orang-orang   yang  mengejar  ilmu  pengetahuan  dengan
menggunakan ratio tidak dapat dibendung oleh gereja  Katholik.
Dan ilmu pengetahuan makin berkembang di Eropa Barat di bidang
matematika, fisika, astronomi, kimia, dan  lain-lain.  Melalui
orang-orang  seperti  Galileo Galilei, Desidarius Erasmus, dan
lain-lain.  Pada  abad  ke-18,  Eropa  telah   menjadi   pusat
perkembangan  ilmu  pengetahuan  dunia  dan telah menggantikan
peranan peradaban Islam yang pada abad  ke-16  mengalami  masa
surutnya.
 
Bersamaan   dengan   perkembangan  ilmu  pengetahuan,  terjadi
gerakan untuk melebarkan  sayap  jauh  keluar  Eropa.  Tadinya
orang  Eropa  memperoleh  rempah-rempah  dari  Asia,  termasuk
Indonesia dengan perantaraan pedagang Arab  dan  Timur  Tengah
pada  umumnya.  Rupanya pedagang Eropa tergerak untuk berpikir
rasional dan mengembangkan tekad untuk pergi sendiri ke sumber
rempah-rempah.  Kemajuan  ilmu  pengetahuan,  khususnya bidang
astronomi yang telah menemukan bahwa bumi itu bulat, mendorong
mereka untuk pergi mengarungi lautan ke tanah-tanah yang belum
dikenal. Dan tekad  dan  keberanian  pada  penemuan  baru  itu
memberikan  buah yang bukan main besarnya kepada mereka. Tidak
saja mereka dapat sampai  ke  tanah  sumber  rempah-rempah  di
Asia,  mereka  bahkan  dapat  menemukan  satu  tanah yang kaya
sakali, yaitu Amerika. Maka  sejak  abad  ke-16  bangsa  Eropa
semakin  kaya.  Kekayaan  itu dihubungkan dengan cara berpikir
rasional, menimbulkan pandangan yang mementingkan  benda  atau
materi.   Apalagi  ketika  ilmu  pengetahuan  dapat  mendorong
berkembangnya teknologi yang  semakin  maju.  Maka  terjadilah
Revolusi  Industri  di  Eropa Barat yang merubah produksi dari
produksi rumah ke pabrik,  dan  dari  produksi  perorangan  ke
produksi   massal.   Produksi   pabrik  yang  bersifat  massal
memerlukan  bahan  mentah  yang  lebih  banyak  dari  tadinya.
Sebaliknya  juga  menghendaki pasar yang jauh lebih luas. Maka
bangsa-bangsa di  Eropa  merebut  kekuasaan  bangsa-bangsa  di
dunia  untuk  memenuhi  keperluan itu. Terjadilah imperialisme
dan kolonialisme.
 
Sebagai akibat  dari  cara  berpikir  rasional,  maka  terjadi
dorongan  untuk merubah posisi suatu individu dari masyarakat.
Tadinya individu hanyalah suatu unsur  masyarakat  tanpa  arti
tersendiri.  Pemikiran  rasional menuntut pembebasan diri dari
kukungan masyarakat itu. Kemudian bahkan  memberikan  individu
sebagai   nilai   tertinggi   dalam   masyarakat   itu.  Orang
berpendapat  bahwa  hanya  dengan   individu   yang   memiliki
kebebasan  penuh  akan terciptalah kemajuan. Lahirlah apa yang
dinamakan  individualisme.  Bersamaan  dengan  itu,   timbulah
pemikiran  bahwa  seluruh  orang  di  dunia  adalah  sama  dan
bersaudara. Ini mendorong terjadinya Revolusi  Prancis  dengan
semboyannya  Liberte,  Egalite,  Fraternite,  atau  Kebebasan,
Persamaan, Persaudaraan. Inilah yang  menjadi  permulaan  dari
liberalisme atau dalam bahasa Prancis dikatakan laissez faire,
laissez passer. Individualisme  dan  liberalisme  menghasilkan
kapitalisme.
 
Peradaban  yang  modern  menghasilkan kehidupan baru yang maju
berkat ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi  di  pihak  lain
juga  mengakibatkan  kesengsaraan  dan penderitaan yang besar.
Kapitalisme  menimbulkan  kesengsaraan  bagi  para  buruh  dan
petani,  sedangkan  imperialisme  dan kolonialisme menyebabkan
penderitaan yang parah  sekali  bagi  bangsa-bangsa  Asia  dan
Afrika.  Karena itu terjadi reaksi terhadap kapitalisme berupa
komunisme yang juga didasarkan materialisme dan yang  kemudian
menyebabkan  Revolusi  Komunis  di  Rusia.  Reaksi  yang tidak
se-ekstrim komunisme  adalah  sosialisme  yang  memperjuangkan
kehidupan   yang  lebih  baik  bagi  kaum  buruh  dan  petani.
Imperialisme dan  kolonialisme  mengakibatkan  persaingan  dan
pertentangan   antara   bangsa-bangsa   Eropa   sendiri,   dan
menimbulkan perang besar. Yaitu perang dunia  ke-1  dan  ke-2.
Rasionalisme  dan  individualisme  juga menimbulkan keangkuhan
manusia yang berlebihan.  Berdasarkan  materialisme  dikatakan
bahwa  Tuhan  itu  hanya  hasil dari otak manusia; dengan kata
lain orang tidak percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa.
 
Di pihak lain harus dikatakan pula bahwa semua itu  memperoleh
koreksinya  dari  dinamika  peradaban itu sendiri. Kapitalisme
mulai menyadari bahwa untuk memperoleh usaha yang kontinyu dan
menguntungkan  harus ada pendekatan yang berbeda terhadap kaum
buruh dan petani. Kaum buruh dan  petani  kemudian  memperoleh
hasil  yang lebih besar dari hasil produksi, sehingga tercipta
masyarakat Barat yang makmur (the affluent society). Disamping
kemajuan  ekonomi  untuk rakyat banyak, juga terjadi kehidupan
politik  yang  memungkinkan   partisipasi   masyarakat   luas.
Mula-mula  baru  dalam bentuk monarki konstitusional, kemudian
berkembang ke  monarki  parlementer  dan  akhirnya  ke  sistim
parlementer  di  mana  raja  tidak  lagi  berkuasa  dan  hanya
dijadikan simbol. Atau rakyat berhasil meniadakan kerajaan dan
membentuk  republik.  Justru yang kurang memberikan kesempatan
kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam politik adalah  pihak
komunis yang tadinya bersemboyan untuk mengalahkan kapitalisme
untuk menciptakan kehidupan  rakyat  yang  lebih  baik.  Harus
diakui  bahwa  belum pernah dalam sejarah umat manusia terjadi
kesejahteraan ekonomi dan politik  yang  dialami  oleh  rakyat
banyak  seperti  yang  terwujud  di  dunia  Barat  dewasa ini.
Imperialisme  dan  kolonialisme  juga  sudah  lenyap.   Karena
negara-negara Barat sendiri berperang satu sama lain dalam dua
perang   dunia   besar,   maka   tercipta   kesempatan   untuk
rakyat-rakyat  yang menjadi jajahan untuk melepaskan diri dari
kungkungan dan kekuasaan Barat. Meskipun  dunia  Barat  dengan
berat harus menerima keadaan baru itu, namun mereka tidak lagi
mempunyai  cukup  kemampuan  untuk  menguasai  kembali   bakas
jajahannya.  Meskipun  rasionalisme  masih  tetap  kuat  dalam
peradaban  Barat  dan  merupakan  sumber   perkembangan   ilmu
pengetahuan  dan  teknologi  yang  tiada  hentinya,  namun  di
kalangan  Barat  sendiri  mulai  ada   kekuatan   yang   lebih
komprehesif-integral.  Makin banyak orang menanyakan kebenaran
dari dominasi rasio  dan  lebih  menginginkan  kehidupan  yang
utuh.  Perhatian  terhadap  kehidupan religius makin bertambah
dan  materialisme  makin   didesak   oleh   nilai-nilai   yang
transcedental.  Bahkan di Uni Soviet yang secara resmi melawan
ajaran agama dan menyebarkan atheisme,  terdapat  perkembangan
minat terhadap agama dan memaksa pemerintah untuk mengeluarkan
peraturan-peraturan  pemerintah  untuk  melawannya.   Meskipun
individualisme  masih  tetap  merupakan tiang peradaban Barat,
namun  secara  diam-diam  toh  terjadi  juga  perubahan   yang
memberikan  kesempatan  yang  lebih banyak kepada kolektivisme
atau sekurang-kurangnya dalam bentuk sikap  kebersamaan.  Yang
jelas sekali nampak adalah perkembangan manajemen, oleh karena
tanpa perubahan itu,  di  dunia  usaha  Barat  akan  mengalami
kesulitan  besar  menghadapi  bisnis  Jepang yang manajemennya
berhasil  menimbulkan  partisipasi   tenaga   manusia   secara
produktif  sekali.  Melalui  pendekatan  yang  bertitik  berat
kebersamaan.
 
Tetapi  nampaknya  peradaban  Barat  telah  berada   di   saat
zenithnya.   Justru   akomodasi  yang  telah  dilakukan  untuk
mengatasi kelemahan  dan  kekurangannya  menandakan  bahwa  ia
mulai  berkurang  vitalitas  dan  energinya. Orang Barat sudah
mulai bicara tentang transformasi kehidupan, dengan  kesediaan
untuk  lebih  mengadaptasi  nilai-nilai  yang  terdapat  dalam
kebudayaan  bangsa-bangsa  Asia  atau  dunia  Timur.  Meskipun
demikian  pengaruh dan dampak dari peradaban Barat tidak dapat
ditolak oleh siapa saja, mengingat dinamika  dan  agressivitas
yang  telah  dikembangkan  sejak  abad  ke-16 itu. Kalau nanti
peradaban Barat  akan  surut,  seperti  juga  di  masa  lampau
peradaban  Yunani, peradaban Romawi, pun peradaban Islam surut
setelah mengalami masa  keemasan,  dan  kalaupun  akan  tumbuh
peradaban  baru  di  dunia ini, namun dapat diperkirakan bahwa
dalam peradaban baru itu akan terdapat titik-titik  kuat  dari
peradaban   Barat.  Sebagaimana  juga  dalam  peradaban  Barat
terdapat unsur-unsur yang merupakan pengaruh peradaban  Islam,
Yunani,  dan  Romawi. Karena itu makna modernitas yang mungkin
tidak sama untuk setiap bangsa  di  dunia  karena  dipengaruhi
oleh nilai budaya masing-masing, namun tidak dapat dihindarkan
bahwa dalam modernitas itu terdapat unsur-unsur yang merupakan
pengaruh dari peradaban Barat.
 
MODERNITAS DAN PANCASILA
 
Modernitas  untuk bangsa Indonesia adalah pandangan oleh sikap
hidup yang dikembangkan untuk menghadapi kehidupan masa  kini.
Karena  bangsa  Indonesia  telah  menerima  Pancasila  sebagai
ideologi  dan  falsafah   kehidupannya,   dan   juga   sebagai
satu-satunya  azas  dalam  kehidupan  bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat, maka modernitas untuk bangsa kita  tidak  lepas
dari Pancasila.
 
Hakikatnya  Pancasila  merupakan  satu  pandangan yang modern.
Memang nilai-nilai  yang  terkandung  dalam  Pancasila,  yaitu
Ketuhanan  Yang  Maha  Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia,  Kerakyatan  yang  dipimpin  oleh  hikmat
kebijaksanaan   dalam   permusyawaratan/perwakilan,   Keadilan
sosial bagi seluruh bangsa  Indonesia,  semua  mempunyai  akar
dalam  kehidupan  bangsa  Indonesia  sejak  dahulu kala. Namun
belum pernah dalam sejarah Indonesia ada kehidupan bangsa kita
berbentuk  negara  yang dilandasi dan dikembangkan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Baru  dalam  Negara  Republik
Indonesia  yang  diproklamirkan  pada  tanggal 17 Agustus 1945
mempunyai dasar landasan Pancasila secara  utuh.  Itu  berarti
bahwa  bangsa  kita  mempunyai keyakinan akan dapat menghadapi
kehidupan  masa  kini  dan  masa  yang  akan   datang   dengan
sebaik-baiknya    apabila    menggunakan   Pancasila   sebagai
landasannya. Itu berarti bahwa Pancasila  merupakan  pandangan
atau Weltanschauung yang modern.
 
Tetapi seperti telah dikatakan, tidak ada bangsa di dunia yang
dapat menghindari pengaruh dan  dampak  peradaban  Barat  yang
begitu  dinamis dan agresif. Apabila kita yang merupakan bekas
jajahan salah satu bangsa Barat, tentu telah memperoleh dampak
dan  pengaruh  dari  budaya  Barat tersebut, baik yang positif
maupun yang negatif. Oleh  karena  kita  hendak  mengembangkan
Pancasila  sebagai  dasar  negara kita, maka kita harus pandai
dan arif dalam menghadapi pengaruh dan dampak  peradaban  itu.
Selain  itu  Republik  Indonesia  tumbuh  dan berkembang dalam
lingkungan  yang  penuh  dengan  peradaban  Barat   atau   pun
pengaruhnya. Untuk dapat tumbuh dengan selamat dan subur, maka
Pancasila  harus  mempunyai  kemampuan   untuk   hidup   dalam
lingkungan  demikian  tanpa  kehilangan dirinya di satu pihak,
tetapi juga kuat menghadapi pihak lain.
 
Pancasila  sebagai  pandangan  modern  tentu  juga   merupakan
pandangan  yang  terbuka.  Tetapi justru karena keterbukaannya
itu  akan  dapat  mengembangkan  vitalitas  dan  energi   yang
berhubungan  dengan  dunia  luar, khususnya dunia Barat. Tentu
keterbukaan  itu   tidak   berarti   bahwa   jiwanya   sendiri
dikesampingkan atau dikorbankan. Sebab justru keterbukaan yang
bermaksud untuk  memupuk  vitalitas  dan  energi  lebih  besar
mempunyai   tujuan   untuk  mengamankan  jiwa  sendiri.  Dalam
hubungan dengan peradaban Barat itu dapat diambil  unsur-unsur
mana  yang  dapat  memperkuat kehidupan bangsa, dan sebaliknya
diperhatikan unsur-unsur mana yang dalam peradaban Barat harus
ditinggalkan karena merugikan kita sendiri.
 
--------------------------------------------  (bersambung 2/2)
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team