Artikel Dr. Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

IMAJINASI MANUSIA TENTANG AL-KHIDIR AS.
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
 
Pertanyaan:
 
Siapakah  Al-Khidir  itu? Apakah  ia   seorang   Nabi   atau
wali? Apakah  ia hidup sampai saat ini sebagaimana dikatakan
oleh banyak orang? Sebagian  orang-orang  yang  saleh  telah
melihat  dan berjumpa dengannya. Apabila masih hidup, dimana
ia  tinggal?  Mengapa  beliau   tidak   muncul   dan   tidak
mengajarkan  ilmunya  kepada orang-orang, khususnya di zaman
sekarang? Saya harapkan mendapat penjelasan yang memuaskan.
 
Jawab:
 
Al-Khidir adalah hamba yang saleh dan disebutkan oleh  Allah
Ta'ala  dalam  Surat  Al-Kahfi, yaitu sebagai teman sayidina
Musa as. Dimana Nabi Musa as. belajar kepadanya.
 
Al-Khidir mensyaratkan kepadanya agar  bersabar.  Maka  Musa
menyanggupinya.  Al-Khidir  berkata,  "Bagaimana  kamu dapat
bersabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai  pengetahuan
yang cukup tentang hal itu?" Al-Khidir tetap menyertai Musa.
Ia adalah seorang hamba yang diberi rahmat  oleh  Allah  dan
ilmu  dari  sisi-Nya.  Musa  terus  berjalan  bersamanya dan
melihat Al-Khidir telah melobangi perahu. Maka Musa berkata,
"Apakah engkau melubanginya supaya penumpangnya tenggelam?"
 
Cerita selanjutnya telah disebutkan dalam Surat Al-Kahfi.
 
Musa   merasa  heran  atas  perbuatannya,  hingga  Al-Khidir
menerangkan  kepadanya  sebab-musabab  dari  perbuatan  yang
dilakukan itu. Pada akhir pembicaraannya, Al-Khidir berkata,
"Bukanlah  aku  melakukan  itu  menurut  kemauanku  sendiri.
Demikian itu adalah penjelasan dari perbuatan-perbuatan yang
kamu  tidak  dapat  bersabar  atasnya."   Maksudnya,   semua
perbuatan itu hanyalah karena kemauan Allah Ta'ala.
 
Sebagian orang berkata tentang Al-Khidir:
 
Ia  hidup sesudah Musa hingga zaman Isa, kemudian zaman Nabi
Muhammad saw, ia sekarang masih hidup, dan akan hidup hingga
Kiamat.   Ditulis  orang  kisah-kisah,  riwayat-riwayat  dan
dongeng-dongeng  bahwa  Al-Khidir  menjumpai  si  Fulan  dan
memakaikan  kirqah  (pakaian)  kepada  si  Fulan dan memberi
pesan kepada si Fulan.
 
Sama  sekali  tidak  adil  pendapat  yang  mengatakan  bahwa
Al-Khidir masih hidup - sebagaimana anggapan sementara orang
- tetapi sebaliknya, ada dalil-dalil dari Al-Qur'an, Sunnah,
akal  dan  ijma,  diantara  para  ulama dari ummat ini bahwa
Al-Khidir sudah tiada.
 
Saya anggap cukup  dengan  mengutip  keterangan  dari  kitab
Al-Manaarul     Muniif    fil-Haditsish-Shahih   wadl-Dla'if
karangan Ibnul Qayyim.
 
Ibnul  Qayyim  rahimahullah  menyebutkan  dalam  kitab   itu
ciri-ciri  dari  hadis  maudlu,  yang  tidak  diterima dalam
agama. Diantara cirinya ialah "hadis-hadis yang menceritakan
tentang  Al-Khidir dan kehidupannya." Semuanya adalah dusta.
Tidak satu pun hadis yang shahih.
 
Di antara hadis maudlu, itu ialah hadis yang berbunyi:
 
"Bahwa Rasulullah saw. sedang berada di masjid,  ketika  itu
beliau mendengar pembicaraan dari arah belakangnya. Kemudian
beliau melihat, ternyata ia adalah Al-Khidir."
 
Juga hadis, "Al-Khidir dan Ilyas berjumpa setiap tahun." Dan
hadis, "Jibril, Mikail dan Al-Khidir bertemu di Arafah."
 
Ibrahim Al-Harbi ditanya tentang umur Al-Khidir yang panjang
dan bahwa ia masih hidup. Maka beliau menjawab "Tidaklah ada
yang   memasukkan  paham  ini  kepada  orang-orang,  kecuali
setan."
 
Imam Bukhari ditanya tentang  Al-Khidir  dan  Ilyas,  apakah
keduanya  masih  hidup? Maka beliau menjawab, "Bagaimana hal
itu terjadi?" Nabi saw. telah bersabda, "Tidaklah akan hidup
sampai  seratus  tahun  lagi bagi orang-orang yang berada di
muka bumi ini." (H.r. Bukhari-Muslim) .
 
Banyak imam lainnya yang ketika  ditanya  tentang  hal  itu,
maka  mereka  menjawab  dengan menggunakan Al-Qur'an sebagai
dalil:
 
"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia  pun
sebelum  kamu  (Muhammad), maka jika kamu mati apakah mereka
akan kekal?" (Q.s. Al-Anbiyaa': 34).
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  rahimahullah  ditanya  tentang
hal itu, maka ia menjawab, "Andaikata Al-Khidir masih hidup,
tentulah  ia  wajib  mendatangi  Nabi  saw.   dan   berjihad
bersamanya, serta belajar darinya." Nabi saw. telah bersabda
ketika perang Badar, "Ya Allah,  jika  pasukan  ini  binasa,
niscaya Engkau tidak disembah di bumi."
 
Pada  waktu  itu  mereka  berjumlah 313 orang laki-laki yang
dikenal dengan nama-nama mereka, nama-nama dari  bapak-bapak
mereka dan suku-suku mereka. Maka, di manakah Al-Khidir pada
waktu itu?
 
Al-Qur'an dan Sunnah serta pembicaraan para  peneliti  ummat
menyangkal masih adanya kehidupan Al-Khidir seperti anggapan
mereka. Sebagaimana firman Allah swt. di atas.
 
Jika Al-Khidir itu manusia, maka ia tidak akan kekal, karena
hal  itu  ditolak  Al-Qur'anul  Karim  dan Sunnah yang suci.
Seandainya ia masih hidup, tentulah ia  datang  kepada  Nabi
saw.  Nabi  saw. telah bersabda, "Demi Allah, andaikata Musa
masih hidup, tentu ia akan mengikuti aku." (H.r. Ahmad, dari
Jabir bin Abdullah) .
 
Jika  Al-Khidir  seorang  Nabi,  maka  ia  tidak lebih utama
daripada Musa as, dan jika seorang wali, tidaklah  ia  lebih
utama daripada Abu Bakar r.a.
 
Apakah hikmahnya sehingga ia hidup hingga kini - sebagaimana
anggapan  orang-orang  -   di   padang   luas,   gurun   dan
gunung-gunung?  Apakah  faedahnya syar'iyah maupun akliah di
balik  ini?   Sesungguhnya   orang-orang   selalu   menyukai
cerita-ccrita  ajaib  dan  dongeng-dongeng fantastis. Mereka
menggambarkannya menurut keinginan mereka,  sedangkan  hasil
dari  imajinasinya,  mereka  gunakan sebagai baju keagamaan.
Cerita ini  disebarkan  diantara  sebagian  orang  awam  dan
mereka menganggapnya berasal dari agama mereka, padahal sama
sekali bukan dari agama.  Hikayat-hikayat  yang  diceritakan
tentang   Al-Khidir  hanyalah  rekayasa  manusia  dan  tidak
diturunkan oleh Allah hujjah untuk itu.
 
Adapun mengenai pertanyaan:  Apakah  ia  seorang  Nabi  atau
wali?
 
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal itu. Tampaknya yang
lebih  tepat  Al-Khidir  adalah  seorang  Nabi,  sebagaimana
tercantum pada ayat yang mulia dari Surat Al-Kahfi, "... dan
bukanlah aku melakukannya  menurut  kemauanku  sendiri  ..."
(Q.s. Al-Kahfi: 82).
 
Perkataan   itu   adalah   dalil   bahwa  ia  melakukan  itu
berdasarkan  perintah  Allah  dan  wahyu-Nya,   bukan   dari
dirinya. Lebih tepatnya dia adalah seorang Nabi bukan wali.
 
---------------------------------------------------
FATAWA QARDHAWI, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Penerbit Risalah Gusti
Cetakan Kedua, 1996
Jln. Ikan Mungging XIII/1
Telp./Fax. (031) 339440
Surabaya 60177
 

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team