Halal dan Haram dalam Islam

oleh Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

4.4.2.9.3 Bilakah Kehormatan Darah Itu Gugur?

Firman Allah:

"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan (dilindungi) Allah, kecuali dengan benar." (al-An'am: 151)

Apa yang dikatakan benar ini, adalah sebagai suatu hukuman terhadap tindakan kriminal, yang dilakukan karena salah satu dari tiga sebab:

1. Karena suatu pembunuhan secara zalim.

Untuk orang ini harus dilakukan hukum qishash, yaitu satu jiwa dengan satu jiwa, tindak kejahatan dengan kejahatan. Tetapi yang memulai dinilai lebih kejam. Firman Allah:

"Dan bagi kamu dalam hukum qishash itu ada suatu keselamatan nyawa." (al-Baqarah: 179)

2. Terang-terangan berbuat kemesuman (zina) yang diketahui oleh empat orang saksi dengan mata-kepala sendiri, sedang dia tahu cara-cara perkawinan halal.

Termasuk juga, karena dia mengaku di hadapan hakim sebanyak empat kali.

3. Keluar dari Agama Islam dengan terang-terangan sebagai suatu sikap menantang jamaah Islam. Sedang Islam tidak memaksa seorang pun masuk Islam. Tetapi dia keluar dengan mempermainkan agama seperti perbuatan Yahudi, yang mengatakan:

"Berimanlah kamu kepada kitab yang diturunkan kepada orang-orang mu'min di ujung siang, dan kufurlah kamu di akhirnya supaya mereka (orang-orang Islam) kembali." (Ali-Imran: 72)

Rasulullah menyimpulkan halalnya darah yang semula haram, dalam tiga hal ini, dengan sabdanya:

"Tidak halal darah seseorang muslim kecuali sebab tiga hal: karena membunuh jiwa, seorang janda/duda berzina dan orang yang meninggalkan agamanya yang memisahkan diri dari jamaah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Akan tetapi hak melaksanakan hukuman terhadap salah satu dari ketiga hal ini, semata-mata berada di tangan waliyul amri, bukan di tangan perorangan. Sehingga dengan demikian keamanan tidak terganggu, suasana krisis dapat dibendung dan tidak sampai setiap orang bartindak sebagai hakim sendiri. Kecuali tentang pembunuhan yang disengaja dan bersifat permusuhan yang mengharuskan dilakukannya hukum qishash, maka Islam memberi kesempatan kepada keluarga terbunuh untuk melakukan qishash itu di hadapan waliyul amri, sebagai obat penenang hati dan guna meredakan setiap keinginan menuntut darah. Ini sesuai dengan firman Allah:

"Barangsiapa dibunuh secara aniaya, maka kami berikan kepada keluarganya kekuasaan; tetapi janganlah melewati batas dalam pembunuhan itu, sebab sesungguhnya dia diberi kemenangan." (al-Isra': 33)

4.4.2.9.4 Bunuh Diri

Semua keterangan yang menerangkan tentang tindak kriminal pembunuhan itu, meliputi masalah bunuh diri. Jadi barangsiapa bunuh diri dengan cara apapun, berarti dia telah melakukan suatu pembunuhan yang diharamkan Allah.

Kehidupan manusia bukan menjadi hak milik pribadi, sebab dia tidak dapat membuat dirinya, anggotanya ataupun sel-selnya. Diri manusia pada hakekatnya hanyalah sebagai barang titipan yang diberikan Allah. Oleh karena itu tidak boleh titipan ini diabaikannya. Bagaimana lagi memusuhinya? Dan apalagi melepaskannya dari hidup?

Karena itu, berfirmanlah Allah:

"Dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah maha belas-kasih kepadamu." (an-Nisa': 29)

Islam menghendaki kepada setiap muslim hendaknya selalu optimis dalam menghadapi setiap musibah. Oleh karena itu Islam tidak membenarkan dalam situasi apapun untuk melepaskan dari hidup dan menanggalkan pakaian karena ada suatu bala' yang menimpanya atau karena gagal dalam cita-cita yang diimpi-impikan. Sebab seorang mu'min dicipta justru untuk berjuang, bukan untuk tinggal diam, dan untuk berperang bukan untuk lari. Iman dan budinya tidak mengizinkan dia lari dari arena kehidupan. Sebab setiap mu'min mempunyai senjata yang tidak bisa sumbing dan mempunyai kekayaan yang tidak bisa habis, yaitu senjata iman dan kekayaan budi.

Rasulullah s.a.w. memberikan ancaman kepada orang yang berbuat tindak kriminal yang kejam ini dengan terhalangnya dari rahmat Allah dan mendapat murka Allah kelak di akhirat.

Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Sebelum kamu, pernah ada seorang laki-laki luka, kemudian marah sambil mengambil sebilah pisau dan di potongnya tangannya, darahnya terus mengalir sehingga dia mati. Maka berkatalah Allah: hambaku ini mau mendahulukan dirinya dari (takdir) Ku. Oleh karena itu Kuharamkan sorga atasnya." (Riwayat Bukhari, dan Muslim)

Kalau orang tersebut terhalang masuk sorga lantaran luka yang tidak seberapa sakitnya kemudian bunuh diri, maka bagaimana lagi orang yang bunuh diri lantaran mendapat kerugian sedikit atau banyak, atau lantaran tidak lulus ujian atau lantaran ditolak seorang gadis?!

Kiranya orang-orang yang kurang bergairah itu suka mendengarkan ancaman yang dibawa Rasulullah s.a.w. yang berkilat dan mengguruh. Rasulullah s.a.w. bersabda sebagai berikut:

"Barangsiapa menjatuhkan diri dari atas gunung kemudian bunuh diri, maka dia berada di neraka, dia akan menjatuhkan diri ke dalam neraka untuk selama-lamanya. Dan barangsiapa minum racun kemudian bunuh diri, maka racunnya itu berada di tangannya kemudian minum di neraka jahanam untuk selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan alat tajam, maka alat tajamnya itu di tangannya akan menusuk dia di neraka jahanam untuk selama-lamanya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

4.4.2.10 Melindungi Harta Benda

Kesepuluh: Tidak ada salahnya seorang muslim mengumpulkan kekayaan dengan sepuas-puasnya, asal dengan jalan halal dan disalurkan menurut cara-cara yang dibenarkan oleh hukum syara'.

Kalau di sementara agama ada yang beranggapan, bahwa: sesungguhnya orang kaya itu tidak dapat masuk ke kerajaan langit, kecuali kalau unta dapat masuk ke lubang jarum, maka sesungguhnya Islam mengatakan: "Bahwa sebaik-baik harta yang baik adalah milik seorang saleh." (Riwayat Ahmad.)

Dan selama Islam membenarkan hak milik pribadi, maka praktis Islam akan melindungi hak milik tersebut dengan suatu undang-undang. Dan akan memberikan suatu pengarahan budi agar harta tersebut tidak menjadi sasaran tangan-tangan jahat, baik karena dirampas, dicuri ataupun ditipu.

Rasulullah s.a.w. menyebutkan secara global antara kehormatan harta benda, darah dan harga diri dalam suatu susunan. Bahkan ia menilai pencurian itu sebagai hal yang dapat menghilangkan iman. Sabda Nabi:

"Tidak akan mencuri seorang pencuri ketika ia mencuri, padahal dia menyatakan beriman." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan firman Allah:

"Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, hendaklah kamu potong tangannya, sebagai satu pembalasan terhadap apa yang mereka lakukan dan sebagai contoh yang menakutkan dari Allah; dan Allah Maha Gagah dan Bijaksana." (al-Maidah: 38)

Dan sabda Rasulullah s.a.w.:

"Tidak halal seorang muslim mengambil sebilah tongkat, tanpa niat baik." (Riwayat Ibnu Hibban)

Rasulullah katakan demikian, karena kerasnya perlindungan Allah terhadap harta seorang muslim.

Dan berfirmanlah Allah Ta'ala:

"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta-harta kamu di antara kamu dengan cara batil, kecuali melalui perdagangan dengan saling merelakan dari antara kamu." (an-Nisa': 29)

4.4.2.10.1 Menyuap, Hukumnya Haram

Termasuk makan harta orang lain dengan cara batil ialah menerima suap. Yaitu uang yang diberikan kepada penguasa atau pegawai, supaya penguasa atau pegawai tersebut menjatuhkan hukum yang menguntungkannya, atau hukum yang merugikan lawannya menurut kemauannya, atau supaya didahulukannya urusannya atau ditunda karena ada suatu kepentingan dan seterusnya.

Islam mengharamkan seorang Islam menyuap penguasa dan pembantu-pembantunya. Begitu juga penguasa dan pembantu-pembantunya ini diharamkan menerima uang suap tersebut.

Dan kepada pihak ketiga diperingatkan jangan sampai mau menjadi perantara antara pihak penerima dan pemberi.

Firman Allah:

"Dan jangan kamu makan harta benda kamu di antara kamu dengan batil dan kamu ajukan perkara itu kepada penguasa (hakim) dengan maksud supaya kamu makan sebagian dari harta orang lain dengan dosa, padahal kamu mengetahui." (al-Baqarah: 188)

Sabda Rasulullah s.a.w.:

"Allah melaknat penyuap dan yang menerima suap dalam hukum." (Riwayat Ahmad, Tarmizi dan Ibnu Hibban)

Tsauban mengatakan:

"Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan yang menjadi perantara." (Riwayat Ahmad dan Hakim)

Rasulullah s.a.w, pernah mengutus Abdullah bin Rawahah ke tempat orang Yahudi untuk menetapkan jumlah pajak yang harus dibayarnya, kemudian mereka menyodorkan sejumlah uang. Maka kata Abdullah kepada orang Yahudi itu: "Suap yang kamu sodorkan kepadaku itu adalah haram. Oleh karena itu kami tidak akan menerimanya." (Riwayat Malik).

Apabila penerima suap itu menerimanya justru untuk suatu tindakan kezaliman, maka berat sekali dosanya! Dan kalau bertujuan untuk mencari keadilan, maka sudah seharusnya uang imbalan itu tidak diterimanya.

Tidak heran kalau Islam mengharamkan suap dan memperkerasnya terhadap siapa saja yang bersekutu dalam penyuapan ini. Sebab meluasnya penyuapan di masyarakat, akan menyebabkan meluasnya kerusakan dan kezaliman, misalnya: menetapkan hukum dengan jalan tidak benar, kebenaran tidak mendapat jaminan hukum, mendahulukan orang yang seharusnya diakhirkan dan mengakhirkan orang yang seharusnya didahulukan serta akan meluasnya jiwa vested interest di dalam masyarakat yang tidak berjiwa demi melaksanakan kewajiban.

(sebelum, sesudah)


Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team