Fatwa-fatwa Kontemporer

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

HUKUM MENONTON TELEVISI                   Dr. Yusuf Qardhawi
 
PERTANYAAN
 
Saya seorang pemuda yang berusia  delapan  belas  tahun  dan
mempunyai  beberapa  orang  adik. Setiap hari adik-adik saya
pergi ke rumah  tetangga  untuk  menonton  televisi.  Tetapi
ketika  saya  meminta  kepada  ayah  untuk  membelikan  kami
televisi, beliau berkata, "Televisi itu haram." Beliau tidak
memperbolehkan saya memasukkan televisi ke rumah.
 
Saya  mohon Ustadz berkenan memberikan bimbingan kepada kami
mengenai masalah ini.
 
JAWABAN
 
Saya telah membicarakan hukum televisi ini dalam  pembahasan
terdahulu.  Hal  itu saya sampaikan pada kesempatan pertama,
dan saya kemukakan kepada para pemirsa melalui acara "Hadyul
Islam" di televisi Qathar.
 
Pada  waktu  itu  saya  katakan  bahwa  televisi sama halnya
seperti radio, surat kabar, dan majalah. Semua itu  hanyalah
alat  atau  media  yang  digunakan untuk berbagai maksud dan
tujuan sehingga Anda tidak  dapat  mengatakannya  baik  atau
buruk,  halal  atau  haram. Segalanya tergantung pada tujuan
dan  materi  acaranya.  Seperti  halnya  pedang,  di  tangan
mujahid  ia  adalah  alat untuk berjihad; dan bila di tangan
perampok, maka pedang itu  merupakan  alat  untuk  melakukan
tindak  kejahatan. Oleh karenanya sesuatu dinilai dari sudut
penggunaannya, dan sarana atau media dinilai  sesuai  tujuan
dan maksudnya.
 
Televisi   dapat   saja   menjadi   media   pembangunan  dan
pengembangan pikiran, ruh, jiwa, akhlak, dan kemasyarakatan.
Demikian  pula  halnya  radio,  surat kabar, dan sebagainya.
Tetapi di  sisi  lain,  televisi  dapat  juga  menjadi  alat
penghancur  dan  perusak.  Semua  itu  kembali kepada materi
acara dan pengaruh yang ditimbulkannya.
 
Dapat  saya  katakan  bahwa   media-media   ini   mengandung
kemungkinan  baik,  buruk,  halal,  dan  haram. Seperti saya
katakan sejak semula bahwa seorang  muslim  hendaknya  dapat
mengendalikan   diri   terhadap   media-media  seperti  ini,
sehingga dia menghidupkan radio atau televisi jika  acaranya
berisi  kebaikan,  dan  mematikannya  bila berisi keburukan.
Lewat media ini seseorang dapat menyaksikan dan mendengarkan
berita-berita   dan   acara-acara   keagamaan,   pendidikan,
pengajaran, atau acara lainnya yang  dapat  diterima  (tidak
mengandung  unsur  keburukan/keharaman).  Sehingga dalam hal
ini anak-anak dapat menyaksikan gerakan-gerakan lincah  dari
suguhan   hiburan   yang  menyenangkan  hatinya  atau  dapat
memperoleh  manfaat  dari  tayangan  acara  pendidikan  yang
mereka saksikan.
 
Namun  begitu,  ada  acara-acara  tertentu  yang tidak boleh
ditonton, seperti tayangan film-film Barat yang pada umumnya
merusak  akhlak.  Karena  didalamnya  mengandung unsur-unsur
budaya dan kebiasaan yang bertentangan dengan  aqidah  Islam
yang lurus. Misalnya, film-film itu mengajarkan bahwa setiap
gadis harus mempunyai teman kencan dan suka berasyik masyuk.
Kemudian  hal itu dibumbui dengan bermacam-macam kebohongan,
dan  mengajarkan  bagaimana  cara  seorang  gadis   berdusta
terhadap  keluarganya,  bagaimana  upayanya agar dapat bebas
keluar rumah,  termasuk  memberi  contoh  bagaimana  membuat
rayuan  dengan  kata-kata  yang  manis.  Selain  itu,  jenis
film-film  ini  juga  hanya  berisikan  kisah-kisah  bohong,
dongeng-dongeng  khayal,  dan  semacamnya.  Singkatnya, film
seperti ini hanya menjadi  sarana  untuk  mengajarkan  moral
yang rendah.
 
Secara objektif saya katakan bahwa sebagian besar film tidak
luput dari  sisi  negatif  seperti  ini,  tidak  sunyi  dari
adegan-adegan  yang merangsang nafsu seks, minum khamar, dan
tari telanjang. Mereka bahkan berkata, "Tari dan dansa sudah
menjadi  kebudayaan dalam dunia kita, dan ini merupakan ciri
peradaban yang tinggi. Wanita yang  tidak  belajar  berdansa
adalah  wanita  yang tidak modern. Apakah haram jika seorang
pemuda duduk  berdua  dengan  seorang  gadis  sekadar  untuk
bercakap-cakap serta saling bertukar janji?"
 
Inilah  yang  menyebabkan orang yang konsisten pada agamanya
dan menaruh perhatian terhadap akhlak anak-anaknya  melarang
memasukkan  media-media  seperti  televisi dan sebagainya ke
rumahnya.   Sebab   mereka   berprinsip,   keburukan    yang
ditimbulkannya   jauh  lebih  banyak  daripada  kebaikannya,
dosanya lebih besar daripada  manfaatnya,  dan  sudah  tentu
yang  demikian  adalah  haram.  Lebih-lebih  media  tersebut
memiliki  pengaruh  yang  sangat  besar  terhadap  jiwa  dan
pikiran,  yang  cepat  sekali  menjalarnya, belum lagi waktu
yang tersita olehnya dan menjadikan kewajiban terabaikan.
 
Tidak diragukan lagi bahwa hal inilah  yang  harus  disikapi
dengan  hati-hati,  ketika  keburukan  dan  kerusakan  sudah
demikian dominan. Namun cobaan ini telah begitu merata,  dan
tidak   terhitung  jumlah  manusia  yang  tidak  lagi  dapat
menghindarkan diri darinya, karena memang segi-segi  positif
dan  manfaatnya  juga ada. Karena itu, yang paling mudah dan
paling layak dilakukan dalam menghadapi kenyataan ini adalah
sebagaimana   yang  telah  saya  katakan  sebelumnya,  yaitu
berusaha memanfaatkan yang baik dan menjauhi yang  buruk  di
antara film bentuk tayangan sejenisnya.
 
Hal   ini   dapat  dihindari  oleh  seseorang  dengan  jalan
mematikan radio atau televisinya, menutup  surat  kabar  dan
majalah  yang memuat gambar-gambar telanjang yang terlarang,
dan menghindari membaca media yang memuat berita-berita  dan
tulisan yang buruk.
 
Manusia  adalah  mufti  bagi  dirinya sendiri, dan dia dapat
menutup pintu kerusakan dari dirinya. Apabila ia tidak dapat
mengendalikan  dirinya  atau  keluarganya, maka langkah yang
lebih utama adalah jangan memasukkan media-media tersebut ke
dalam rumahnya sebagai upaya preventif (saddudz dzari'ah).
 
Inilah  pendapat  saya  mengenai  hal ini, dan Allahlah Yang
Maha Memberi Petunjuk  dan  Memberi  Taufiq  ke  jalan  yang
lurus.
 
Kini tinggal bagaimana tanggung jawab negara secara umum dan
tanggung jawab produser serta seluruh pihak  yang  berkaitan
dengan  media-media informasi tersebut. Karena bagaimanapun,
Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada mereka terhadap
semua  itu.  Maka  hendaklah mereka mempersiapkan diri sejak
sekarang.
 
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team