Al Qur'an & Sunnah | |
KEBEBASANDi antara nilai-nilai kemanusiaan yang juga sangat diperhatikan oleh Islam adalah "kebebasan," yang dengannya dapat menyelamatkan manusia dari segala bentuk tekanan, paksaan, kediktatoran dan penjajahan. Selain itu juga bisa menjadikan manusia sebagai pemimpin dalam kehidupan ini, tetapi pada saat yang sama ia juga sebagai hamba Allah. Kebebasan di sini meliputi: kebebasan beragama, kebebasan berfikir, kebebasan berpolitik, kebebasan madaniyah (bertempat tinggal) dan segala bentuk kebebasan yang hakiki dalam kebenaran . Yang kita maksud dengan kebebasan agama adalah kebebasan dalam beraqidah (berkeyakinan) dan kebebasan melakukan ibadah. Maka tidak diterima keislaman seseorang di saat ia dipaksa untuk meninggalkan agama yang ia cintai dan ia peluk, atau dipaksa untuk memeluk agama yang tidak ia sukai."ash-nash Al Qur'an secara terang-terangan melarang tindakan seperti itu, sebagaimana tersebut dalam ayat Makkiyah:
Atau sebagaimana disebutkan di dalam ayat-ayat Madaniyah sebagai berikut:
Siapa saja dari orang-orang di luar Islam yang berada dalam tanggung jawab kaum Muslimin maka dia telah mendapat hak seperti kaum Muslimin secara umum, dengan beberapa pengecualian yang ditentukan oleh agama. Maka tidak wajib baginya segala sesuatu yang diwajibkan kepada kaum Muslimin, dan tidak terlarang baginya sesuatu yang diharamkan kepada kaum Muslimin. Dengan beberapa pembatasan tertentu sesuai syari'at Islam. Ada sebagian manusia yang menulis pada zaman ini, ia mengatakan bahwa sesungguhnya warisan Khasanah Arab dan Islam tidak mengenal adanya kebebasan dengan pemahaman modern sebagaimana yang kita dapatkan dari barat, tepatnya setelah revolusi Perancis. Akan tetapi Islam hanya mengenal makna kemerdekaan (kebebasan) itu dalam arti sekedar tidak memperbudak saja, hingga orang yang merdeka adalah orang yang bukan budak. Dan kemerdekaan itu adalah kebalikan dari perbudakan dan penghambaan. Maka sangat memprihatinkan ketika kita mempercayai adanya kebebasan atau menyerukan kebebasan dengan mengacu pada Perancis, padahal sebelumnya kita tidak mengenalnya! Saya sungguh heran ketika mereka mengatakan seperti itu padahal mereka mengaku atau diakui sebagai intelektual atau ilmuwan. Karena melihat fenomena seperti ini maka wajib bagi kita untuk menjelaskan beberapa hakikat kebenaran agar menjadi peringatan bagi semua pihak, antara lain sebagai berikut: Pertama: kita tidak mengingkari bahwa asal mula dan hakikat secara bahasa dalam memberikan arti kata kemerdekaan adalah lawan dari perbudakan, yang berarti menguasai dan mendominasi terhadap seseorang. Sementara kemerdekaan berarti membebaskan dari kekuasaan tersebut dan melepaskan perbudakannya. Tetapi ini bukan arti satu-satunya dalam bahasa. Kemerdekaan atau kebebasan memiliki arti yang luas yang juga berarti membebaskan manusia dari segala cengkeraman dan kekuasaan tidak benar, dari penguasa yang zhalim atau kekuatan yang diktator. Makna ini sebagaimana dikatakan oleh Umar Bin Khattab kepada gubernur Mesir 'Amr bin 'Ash, yang kemudian kata-kata itu sempat terlupakan dalam timbunan sejarah. Umar berkata: "Bilakah engkau memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka!?" Kata-kata tersebut sekarang telah menjadi undang-undang dan deklarasi hak-hak asasi manusia. Ali bin Abi Thalib juga pernah berpesan kepada puteranya:
Para penyair banyak mempergunakan kata-kata "kemerdekaan" dengan arti manusia terhormat, seperti kata seorang penyair sebagai berikut:
Dalam pepatah dikatakan:
Tidak adanya kata-kata atau istilah tertentu yang menunjukkan satu pengertian atau kandungan makna yang kita ketahui sekarang itu bukan berarti tidak adanya arti atau kandungan tersebut. Karena kadang-kadang arti itu kita dapatkan pada kata-kata atau istilah yang lain, kadang-kadang juga banyak digunakan dalam kata-kata atau istilah-istilah yang lainnya. Misalnya, seorang peneliti tidak mendapatkan dalam khasanah kata kalimat "Al Musaawaat" (emansipasi) digunakan sebagaimana kita pergunakan sekarang ini. Tetapi dengan pembahasan yang sederhana ia akan mendapatkan maknanya banyak tersebar di dalam ayat-ayat Al Qur'an Al Karim dan hadits-hadits Rasulullah SAW dan dalam berbagai ibadah dalam Islam. Seperti dalam shalat, puasa, haji dan umrah, dan di dalam hukum-hukum Islam dan sanksi-sanksinya yang tidak membedakan antara orang bangsawan atau orang rendahan, serta di dalam prinsip-prinsip Islam yang menghilangkan perbedaan antar jenis kelamin, warna kulit dan status sosial ekonomi, dan menjadikan manusia sama rata seperti samanya gigi sisir, kecuali oleh taqwanya. Contoh dari hal tersebut di atas adalah kata-kata "Al Hurriyah" yang kadang-kadang diartikan dengan "karamah" (kemuliaan), seperti dalam firman Allah SWT:
Atau terkadang diartikan dengan 'izzah (kekuatan), seperti dalam firman Allah SWT:
Atau dengan arti diharamkannya memaksa dan menghardik (membentak), seperti dalam firman Allah SWT:
Atau dengan arti menteror dan menakut-nakuti, seperti sabda Rasul SAW:
Atau dengan arti diharamkannya memukul dan menyiksa, seperti sabda Rasulullah SAW:
Atau dengan selain itu semuanya. Lebih dari itu Islam menyeru kepada kita untuk berperang dan mengumumkan peperangan dalam rangka untuk membebaskan orang-orang yang tertindas di bumi ini dari cengkeraman para penindas, penjajah dan orang-orang yang diktator. Allah SWT berfirman:
Apabila manusia tidak mampu untuk memberantas tekanan dan penindasan, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak bisa hijrah dari kampung halaman mereka, dan tidak alasan atas diri mereka untuk menerima kehinaan dan tetap di bawah cengkeraman kezhaliman dan penindasan. Al Qur'an telah memberi ancaman yang keras bagi orang yang rela untuk hidup terhina dan menyerah, di mana ia tidak termasuk orang yang memerangi, dan tidak pula termasuk orang yang berhijrah bersama Muhajirin. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya orang yang memberikan haknya kepada Islam berupa pemahaman dan merenungkannya akan mendapatkan bahwa sesungguhnva inti dari semuanya adalah tauhid. Taubid adalah "ruh eksistensi Islam," tauhid merupakan asas pemikiran dan asas fiIsafat yang merealisasikan prinsip kebebasan, persaudaraan dan persamaan secara keseluruhan. Kalimat tauhid adalah kalimat "Laa ilaaha illallah" yang berarti menggugurkan orang-orang yang mengaku tuhan dan yang diktator di bumi dan menurunkan mereka dari singgasana rubbubiyah yang palsu dan kesombongan (merasa tinggi) di atas makhluk sesamanya menuju persamaan hak antar manusia seluruhnya dalam beribadah kepada Allah. Oleh karena itu surat-surat Nabi SAW dikirimkan kepada kaisar dan para pemimpin kaum Nasrani serta raja-raja mereka di Mesir, Habasyah (Ethiopia) dan lainnya ditutup dengan seruan firman Allah SWT:
Sesungguhnya sesuatu yang paling besar perannya dalam menghancurkan kebebasan manusia dan yang datang untuk merusak bangunannya adalah penghambaan antar manusia satu dengan yang lainnya dari selain Allah. Kita dituntut agar dapat mengembalikan kemerdekaan dan kehormatan mereka, oleh karenanya kita harus menghancurkan tuhan-tuhan palsu yang mereka yakini, terutama di dalam jiwa orang-orang yang menganggap diri mereka sebagai tuhan, padahal mereka adalah makhluk sebagaimana makhluk yang lain. Yang tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat, yang tidak bisa mematikan dan menghidupkan serta tidak bisa membangkitkan. Orang-orang musyrik Arab memahami akan hakikat tersebut sejak Rasulullah SAW pertama kali mendakwahkan tauhid dan syahadah bahwa tidak ada llah selain Allah. Mereka mengetahui bahwa di balik kalimat syahadah itu terdapat perombakan dalam kehidupan sosial masyarakat, dan sesungguhnya kalimat itu menginginkan kelahiran baru bagi anak manusia, terutama orang-orang fakir dan kaum yang tertindas. Maka tidak heran jika orang-orang musyrik itu berdiri di hadapan kalimat ini dan memobilisasi segala kekuatan mereka untuk memerangi setiap orang yang beriman terhadap kalimat ini dan memenuhi seruannya. | |
| |
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |