Fiqh Prioritas

oleh Dr. Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PRIORITAS PEMAHAMAN ATAS HAFALAN
--------------------------------

ADA baiknya saya mengingatkan di sini --ketika kita  berbicara
tentang  prioritas  pengetahuan  atas  amal perbuatan-- kepada
sesuatu yang penting, yang juga termasuk di dalam perbincangan
kita  mengenai  fiqh prioritas. Yaitu prioritas pemahaman atas
penguasaan yang sekadar hafalan. Ilmu yang hakiki  ialah  ilmu
yang betul-betul kita fahami dan kita cerna dalam otak kita.

Itulah  yang sebenarnya diinginkan oleh Islam dari kita; yaitu
pemahaman terhadap ajaran agama,  dan  bukan  sekadar  belajar
agama; sebagaimana dijelaskan di dalam firman Allah SWT:

   "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi
   semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
   tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
   memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
   memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
   kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
   dirinya." (at-Taubah: 122)

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan,

   "Barangsiapa dihendaki Allah mendapatkan kebaikan, maka
   Dia akan memberinya pemahaman tentang agamanya."15

Fiqh merupakan sesuatu yang lebih  dalam  dan  lebih  spesifik
dibandingkan  dengan  ilmu  pengetahuan. Sesungguhnya fiqh itu
mencakup pemahaman, dan juga  pemahaman  yang  mendalam.  Oleh
karena  itu, Allah SWT menafikannya dari orang-orang kafir dan
orang-orang  munafik,  ketika  Dia  memberikan  sifat   kepada
mereka:

   "...  disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
   mengerti." (al-Anfal 65)

Dalam hadits Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan  oleh  Muslim
dikatakan,

   "Manusia itu bagaikan barang tambang, seperti layaknya
   tambang emas dan perak. Orang yang baik pada zaman
   jahiliyah adalah orang yang baik pada zaman Islam
   apabila mereka memiliki pemahaman yang baik."

Dalam hadis Abu Musa yang dimuat di dalam Shahihain dikatakan,

   "Perumpamaan Allah mengutusku dengan petunjuk dan ilmu
   pengetahuan adalah seperti hujan lebat yang menyirami
   tanah. Di antara tanah itu ada yang gembur yang bisa
   menerima air, kemudian menumbahkan rerumputan yang
   lebat. Kemudian ada pula tanah cadas yang dapat
   menghimpun air sehingga airnya dapat dimanfantkan oleh
   manusia. Mereka minum, memberi minum kepada binatang
   ternak, dan bercocok tanam dengannya. Tetapi ada juga
   tanah yang sangat cadas dan tidak dapat menerima air,
   tidak dapat menumbuhkan tanaman. Begitulah perumpamaan
   orang yang memahami ajaran agama Allah dan memanfaatkan
   ajaran yang aku diutus untuk menyampaikannya. Dia
   memahami kemudian mengajarkannya. Dan begitulah orang
   yang tidak mau mengangkat kepalanya dan tidak mau
   menerima petunjuk Allah yang aku diutus untuk
   menyampaikannya.'16

Hadits ini mengumpamakan apa yang  dibawa  oleh  Nabi,  berupa
petunjuk   dan   ilmu  pengetahuan,  laksana  air  hujan  yang
menghidupkan  tanah  yang  mati,  bagaikan  ilmu  agama   yang
menghidupkan  hati yang telah mati. Orang yang menerima ajaran
agama itupun bermacam-macam, seperti beraneka  ragamnya  tanah
yang  menerima  air  hujan. Tingkatan orang yang paling tinggi
ialah orang yang memahami ilmu  pengetahuan,  memanfaatkannya,
kemudian  mengajarkannya.  Ia  bagaikan  tanah  yang subur dan
bersih, yang airnya dapat diminum, serta menumbuhkan  berbagai
macam  tanaman  di  atasnya. Tingkatan yang berada di bawahnya
ialah orang yang mempunyai hati yang dapat  menyimpan,  tetapi
dia tidak mempunyai pemahaman yang baik dan mendalam pada akal
pikiran mereka, sehingga dia dapat  membuat  kesimpulan  hukum
yang  dapat  dimanfaatkan  oleh  orang  lain...  Mereka adalah
orang-orang  yang  hafal,  dan  bila  ada  orang  yang  datang
memerlukan  ilmu  pengetahuan yang dimilikinya, maka dia dapat
memberikan manfaat hafalan itu kepadanya. Orang-orang  seperti
inilah   yang  dapat  dimanfaatkan  ilmu  pengetahuan  mereka.
Kelompok orang seperti ini  diumpamakan  seperti  tanah  cadas
yang  mampu  menampung air, sehingga datang orang yang meminum
airnya, atau memberi minum  kepada  binatang  ternaknya,  atau
menyirami  tanaman  mereka.  Itulah  yang  diisyaratkan  dalam
sebuah hadits yang sangat terkenal:

   "Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang
   mendengarkan perkataanku kemudian dia menghafalnya,
   lalu menyampaikannya sebagaimana yang dia dengarkan.
   Bisa jadi orang yang membawa fiqh bukanlah seorang
   faqih, dan bisa jadi orang yang membawa fiqh ini
   membawanya kepada orang yang lebih faqih daripada
   dirinya."17

Sedangkan  kelompok  ketiga  ialah  orang-orang   yang   tidak
memiliki  pemahaman dan juga tidak ahli menghafal, tidak punya
ilmu dan tidak punya amal. Mereka bagaikan  tanah  cadas  yang
tidak  dapat  menampung  air dan tidak dapat dimanfaatkan oleh
orang lain.18

Hadits tersebut menunjukkan bahwa manusia yang  paling  tinggi
derajatnya  di sisi Allah dan rasul-Nya ialah orang-orang yang
memahami dan mengerti, disusul dengan  orang  yang  menghafal.
Disitulah  letak  kelebihan  orang  yang faham atas orang yang
menghafal; dan letak kelebihan fuqaha atas para huffazh. Dalam
qurun  yang  terbaik bagi manusia --yaitu tiga abad pertama di
dalam Islam-- kedudukan dan kepeloporan berada di tangan  para
faqih,  sedangkan  pada  masa-masa  kemunduran,  kedudukan dan
kepeloporan itu ada para hafizh.

Saya tidak hendak mengatakan bahwa hafalan sama  sekali  tidak
mempunyai  arti  dan  nilai,  serta ingatan yang dimiliki oleh
manusia itu tidak ada gunanya. Tidak, ini  tidak  benar.  Saya
hanya ingin mengatakan: "Sesungguhnya hafalan hanyalah sebagai
gudang data dan ilmu pengetahuan; untuk kemudian dimanfaatkan.
Menghafal bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi ia adalah sarana
untuk mencapai yang lainnya. Kesalahan yang  banyak  dilakukan
oleh kaum Muslimin ialah perhatian mereka kepada hafalan lebih
tinggi daripada pemahaman, dan memberikan  hak  dan  kemampuan
yang lebih besar kepadanya.

Oleh  karena  itu,  kita  menemukan  penghormatan  yang sangat
berlebihan diberikan kepada para  penghafal  al-Qur'an,  tanpa
mengurangi  rasa  hormat saya kepada mereka. Sehingga berbagai
perlombaan untuk itu seringkali dilakukan di berbagai  negara,
yang  menjanjikan  hadiah  yang  sangat besar nilainya; hingga
mencapai puluhan ribu dolar untuk seorang pemenang. Ini  perlu
kita hargai dan kita syukuri.

Akan  tetapi,  sangat  disayangkan  hadiah  seperti  itu, atau
setengahnya,  bahkan  seperempatnya,  tidak  diberikan  kepada
orang-orang yang mencapai prestasi gemilang di dalam ilmu-ilmu
syariah yang lainnya; seperti ilmu tafsir, ilmu hadits,  fiqh,
usul  fiqh,  aqidah, dan da'wah; padahal keperluan umat kepada
orang-orang seperti ini lebih banyak, di samping  itu  manfaat
yang diperoleh dari mereka juga lebih besar.

Di   antara   persoalan  yang  sangat  memalukan  dalam  dunia
pendidikan  di  negara  kita  ialah   bahwa   pendidikan   itu
kebanyakan  didasarkan  kepada  hafalan  dan "kebisuan", serta
tidak didasarkan kepada pemahaman dan pencernaan. Oleh  karena
itu,  kebanyakan  pelajar  lupa  apa  yang telah dipelajarinya
setelah dia menempuh ujian. Kalau  apa  yang  mereka  pelajari
didasarkan  atas pemahaman dan contoh yang nyata, maka hal itu
akan masuk ke dalam otak mereka, dan tidak mudah  hilang  dari
ingatan.

Catatan Kaki:

15 Muttafaq Alaih, dari Mu'awiyah. al-Lu'lu' wa al-Marjan
   (615)
   
16 Muttafaq 'Alaih, dari Mu'awiyah, al-Lu'lu' wal-Marjan
   (1471)
   
17 Hadits ini diriwayatkan dalam beberapa redaksi yang berbeda
   dari Zaid bin Tsabit, Ibn Mas'ud dan lain-lain. Sebagaimana
   disebutkan di dalam Shahih al-Jami'as-Shaghir (6763-6766)
   
18 Lihatlah penjelasan hadits ini di dalam at-Fath, 1 :177;
   Nawawi meriwayatkannya dari Muslim, yang kemudian dikutip oleh
   pengarang al-Lu'lu' wa al-Marjan. h. 601
 
------------------------------------------------------
FIQH PRIORITAS
Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dr. Yusuf Al Qardhawy
Robbani Press, Jakarta
Cetakan pertama, Rajab 1416H/Desember 1996M

 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team