Fiqh Prioritas

oleh Dr. Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

             PRIORITAS DALAM PERKARA YANG DILARANG
                    Dr. Yusuf Al Qardhawy
                          (halaman 183-191)
 
PADA bab terdahulu kami telah  membahas  mengenai  perbedaan
tingkat   dalam  perkara-perkara  yang  diperintahkan,  dari
perkara yang  mustahab  hingga  perkara  yang  wajib,  fardu
kifayah,  fardu  ain, dan tingkatan fardu 'ain. Pada bab ini
kami  juga  hendak  menguraikan   perbedaan   tingkat   pada
perkara-perkara    yang    dilarang,   karena   sesungguhnya
perkara-perkara yang dilarang tidak berada pada tingkat yang
sama. Ia juga memiliki berbagai tingkat yang sangat berbeda.
Yang paling tinggi ialah kufur kepada  Allah  SWT  dan  yang
paling  rendah  ialah perkara yang makruh tanzihi, atau yang
dikatakan dengan khilaf al-awla (bila kita  meninggalkannya,
maka hal ini adalah lebih baik).
 
Kekufuran  terhadap  Allah  SWT  juga bertingkat-tingkat dan
berbeda antara satu dengan yang lainnya.
 
                         KUFUR ATHEIS
 
Yang dimaksudkan dengan kufur atheis  ialah  yang  pelakunya
tidak  percaya  bahwa alam semesta ini mempunyai Tuhan, yang
mempunyai malaikat, kitab-kitab  suci,  rasul  yang  memberi
kabar  gembira  dan  peringatan,  serta tidak percaya kepada
adanya akhirat di mana manusia akan diberi balasan  terhadap
apa  yang  telah  mereka  kerjakan di dunia ini, baik berupa
kebaikan maupun keburukan, Mereka tidak mengakui  ketuhanan,
kenabian,  kerasulan,  dan  pahala  di akhirat kelak, Bahkan
mereka adalah sebagaimana pendahulu mereka yang dikatakan di
dalam al-Qur'an:
 
"Dan  tentu  mereka  akan mengatakan (pula): 'Hidup hanyalah
kehidupan kita di dunia saja,  dan  kita  sekali-kali  tidak
akan dibangkitkan.'" (al-An'am: 29)
 
Atau   sebagaimana  yang  diungkapkan  oleh  sebagian  orang
atheis:  "Hidup  ini  hanyalah  lahir  dari  rahim  kemudian
ditelan oleh tanah, dan tidak ada apa-apa lagi selepas itu."
 
Inilah  bentuk  kekufuran orang-orang materialis pada setiap
zaman. Dan itulah yang menjadi dasar  pemikiran  orang-orang
komunis yang telah tercabut akar-akarnya dan yang menetapkan
dalam undang-undang dasar negara mereka: "Tuhan  tidak  ada,
dan hidup ini hanya materi saja."
 
Agama   menurut   pandangan  mereka  hanyalah  sesuatu  yang
diada-adakan, dan ketuhanan adalah omong kosong belaka.  Dan
oleh  karena  itu ada ucapan tokoh filosof materialisme yang
ingkar terhadap  Tuhan,  dan  sangat  terkenal  di  kalangan
mereka: "Tidaklah benar bahwa sesungguhnya Allah menciptakan
manusia. Yang benar ialah bahwa sesungguhnya manusialah yang
menciptakan Allah."
 
Ucapan  ini merupakan kesesatan yang sangat jauh, yang tidak
dapat diterima oleh logika akal sehat, logika fitrah, logika
ilmu  pengetahuan,  logika alam semesta, logika sejarah, dan
juga logika wahyu  yang  didasarkan  pada  bukti-bukti  yang
sangat pasti mengenai keberadaan-Nya.
 
Allah SWT berfirman:
 
"...     Barangsiapa     yang     kafir     kepada    Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan
hari  kemudian,  maka  sesungguhnya  orang  itu  telah sesat
sejauh jauhnya." (an-Nisa': 136)
 
Inilah tingkat kekufuran yang paling tinggi.
 
                         KUFUR SYIRIK
 
Di bawah tingkat  kekufuran  di  atas  ialah  kufur  syirik,
seperti  kemusyrikan  yang  dilakukan  oleh  orang Arab pada
zaman Jahiliyah. Dahulu mereka percaya tentang adanya Tuhan,
yang  menciptakan  langit,  bumi,  dan  manusia,  serta yang
memberikan rizki, kehidupan,  dan  kematian  kepada  mereka.
Akan  tetapi,  di  samping  adanya pernyataan tentang adanya
Tuhan itu -yang disebut  dengan  tauhid  rububiyyah,  mereka
juga  mempersekutukan  Allah-  yang  disebut  dengan  tauhid
ilahiyyah, dengan menyembah tuhan-tuhan yang lain, baik yang
berada  di  bumi  maupun  yang  berada  di langit. Allah SWT
berfirman:
 
"Dan sungguh jika kamu  tanyakan  kepada  mereka:  'Siapakah
yang  menciplakan  langit  dan  bumi?,'  niscaya mereka akan
menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha  Perkasa  lagi
Maha Mengetahui." (az-Zukhruf: 9)
 
"Dan   sesungguhrrya   jika  kamu  tanyakan  kepada  mereka.
'Siapakah yang menjadikan langit dan  bumi  dan  menundukkan
matahari   dan   bulan?   n   Tentu  mereka  akan  menjawab:
'Allah.'...'" (al-Ankabut: 61)
 
"Katakanlah: 'Siapakah  yang  memberi  rizki  kepadamu  dari
langit  dan  bumi,  atau  siapakah  yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang  mengeluarkan
yang  hidup  dari  yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?'  Maka
mereka  akan  menjawab:  'Allah.'  Maka katakanlah: 'Mengapa
kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya).'" (Yunus: 31)
 
Mereka percaya kepada adanya Pencipta,  Pemberi  Rizki,  dan
Pengatur  alam  semesta.  Akan tetapi mereka masih menyembah
tuhan-tuhan yang lain berupa pohon,  batu,  barang  tambang,
dan lain-lain, dengan mengatakan:
 
"...  Kami  tidak  menyembah  mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan  kami   kepada   Allah   sedekat-dekatnya   ..."
(az-Zumar: 3)
 
"Dan  mereka  menyembah selain daripada Allah apa yang tidak
dapat  mendatangkan  kemudaratan  kepada  mereka  dan  tidak
(pula)  manfaat,  dan  mereka  berkata,  'Mereka  itu adalah
pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.'" ... (Yunus: 18)
 
Bentuk   kemusyrikan   seperti   ini   bermacam-macam.   Ada
kemusyrikan   Arab  penyembah  berhala;  kemusyrikan  Majusi
Persia yang mengatakan ada dua macam tuhan, yaitu tuhan baik
atau  tuhan  cahaya,  dan  tuhan  buruk  atau  tuhan  gelap;
kemusyrikan Hindu dan  Budha,  dan  para  penyembah  berhala
lainnya  yang  masih  mewarnai pikiran ratusan juta orang di
Asia dan Afrika; yang merupakan jenis kekufuran yang  paling
banyak pengikutnya.
 
Kemusyrikan  itu  ialah  tempat  tumbuhnya  berbagai  bentuk
khurafat, dan bersemayam pelbagai kebathilan, yang sekaligus
merupakan   kejatuhan  martabat  manusia.  Di  mana  manusia
menyembah benda yang dia ciptakan sendiri, benda yang  tidak
dapat  berkhidmat  kepada dirinya, yang akhirnya manusia itu
sendiri yang berkhidmat kepada benda ciptaannya, dan  bahkan
menjadi  hambanya,  tunduk  dan  taat  kepadanya.  Allah SWT
berfirman:
 
"... Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah,  maka
adalah  ia  seolah-olah  jatuh dari langit dan disambar oleh
burung,  atau  diterbangkan  angin  ke  tempat  yang  jauh."
(al-Hajj: 31)
 
                      KEKUFURAN AHLI KITAB
 
Di  bawah kekufuran di atas adalah kekufuran ahli kitab dari
kalangan Yahudi dan Nasrani. Kekufuran mereka  ialah  karena
mereka  mendustakan kerasulan Muhammad saw, yang diutus oleh
Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya yang terakhir,  dan
diberi   kitab   suci  yang  abadi,  yang  dalam  satu  segi
membenarkan Taurat  dan  Injil,  dan  dari  segi  yang  lain
melakukan  perbaikan  ajaran  yang terdapat pada kedua kitab
suci  tersebut.  Sehubungan  dengan  hal  ini,   Allah   SWT
berfirman:
 
"Dan  Kami  telah  turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa
kebenaran,   membenarkan   apa   yang   sebelumnya,    yaitu
kitab-kitab  (yang  diturunkan  sebelumnya)  dan  batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara
mereka  menurut  apa  yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka  dengan  meninggalkan  kebenaran
yang telah datang kepadamu ..." (al-Ma'idah: 48)
 
Di  antara  ajaran  yang  dibawa  oleh  Muhammad  saw  ialah
membenarkan   konsep   ketuhanan,   karena   banyak   sekali
penyelewengan  yang  telah  mereka  lakukan  terhadap ajaran
kitab suci dan keyakinan mereka. Sehingga penyelewengan  itu
membuat  keruh  ajaran yang tadinya jernih, dan mengeluarkan
mereka dari kemurnian tauhid yang dibawa oleh Ibrahim, bapak
para  nabi.  Kitab taurat mereka beri muatan makna inkarnasi
dan penyerupaan Allah dengan seseorang dari mereka, sehingga
Allah  dianggap sebagai salah seorang dari kalangan manusia,
yang mempunyai rasa  takut,  iri  hati,  cemburu,  dan  juga
bertengkar    dengan   manusia   dan   dikalahkan   olehnya,
sebagaimana yang dilakukan oleh orang Israil  ...  Begitulah
penyelewengan  itu  mereka  lakukan  terhadap lembaran kitab
Taurat.
 
Hal yang serupa juga dilakukan terhadap aqidah Nasrani yaitu
dengan  masuknya  konsep  Trinitas,  pengaruh keyakinan Roma
kepada  agama  ini,  setelah  masuknya  raja  Konstantinopel
Imperium  Romawi  ke  dalam  agama Nasrani. Kasus ini justru
menguntungkan negaranya, dan  merugikan  agamanya,  sehingga
sebagian  ulama  kita  mengatakan:  "Sesungguhnya Roma tidak
diwarnai oleh Nasrani, tetapi justru Nasrani  yang  diwarnai
oleh Roma."
 
Sesungguhnya  orang  Yahudi  dan  Nasrani  meski digolongkan
kepada orang-orang kafir -karena mereka  mendustakan  ajaran
Islam, dan kenabian Muhammad saw- mereka menempati kedudukan
khusus  dalam  tingkat  kekufuran   ini,   sehingga   mereka
dikatakan sebagai "Ahli Kitab Samawi." Mereka beriman kepada
sejumlah tuhan, rasul yang  diutus  dari  langit,  dan  juga
percaya  kepada  balasan  di  akhirat kelak. Atas dasar itu,
mereka adalah orang yang paling dekat dengan  kaum  Muslimin
daripada  yang  lain.  Al-Qur'an  membolehkan  kaum Muslimin
untuk memakan makanan mereka dan melakukan pernikahan dengan
mereka:
 
"...  Makanan  (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab
itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula bagi mereka).
Dan   dihalalkan   mengawini   wanita-wanita   yang  menjaga
kehormatan  di  antara  wanita-wanita   yang   beriman   dan
wanita-wanita  yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi al-Kitab sebelum kamu..." (al-Ma'idah: 5)
 
Surat yang sama  pula,  yakni  surat  al-Ma'idah,  berbicara
tentang   kekufuran   orang-orang   Nasrani   karena  mereka
mengatakan:
 
"... sesungguhnya Allah ialah al-Masih  putera  Maryam  ..."
                                      (Surat al-Ma'idah, 72)
 
"...  bahwasanya  Allah  salah  seorang  dari yang tiga ..."
                                      (Surat al-Ma'idah, 73)
 
Oleh  karena  itu,  tidak  benar  orang   yang   mengatakan:
"Sesungguhnya  orang-orang  Nasrani  pada  hari  ini berbeda
dengan orang-orang  Nasrani  ketika  al-Qur'an  diturunkan."
Karena  kita  semua  telah  tahu  bahwa ajaran agama Nasrani
telah  terkristalisasi   dan   dikenal   pasti   batas-batas
keyakinannya   sejak  adanya  'Seminar  Nicea'  yang  sangat
terkenal pada tahun 325 M.
 
Pada era Makkah, para sahabapun  mengetahui  kedekatan  para
ahli    kitab   -khususnya   orang-orang   Nasrani-   kepada
orang-orang Roma. Para ahli kitab ini  begitu  sedih  dengan
kekalahan   orang-orang   Nasrani  dari  Bizantium  terhadap
orang-orang Persia, yang Majusi. Dan pada  masa  yang  sama,
para  penyembah  berhala  dari  kaum  musyrik  Makkah sangat
bergembira dengan kemenangan yang diraih oleh orang  Persia.
Kedua golongan ini diketahui kepada siapa mereka lebih dekat
dan kepada siapa mereka lebih  jauh.  Kekalahan  orang-orang
Roma ini disebutkan dalam awal surat ar-Rum sebagai berikut:
 
"Alif  Lam  Mim.  Telah  dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri
yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang,
dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan
sesudah (mereka menang).  Dan  di  hari  (kemenangan  bangsa
Rumawi)  itu  bergembiralah orang-orang yang beriman, karena
pertolongan Allah ..." (ar-Rum: 1-5)
 
Begitulah kaidah penting  yang  diletakkan  di  depan  kita,
untuk  memberikan  pertimbangan  dan  pengambilan  keputusan
dalam bergaul dengan  orang-orang  non-Islam.  Secara  umum,
ahli kitab, adalah lebih dekat kepada kaum Muslimin daripada
pengikut faham atheis dan paganisme, selama tidak ada faktor
yang  menjadikan  ahli kitab sebagai musuh yang paling keras
dan  paling  dengki  dengan   kaum   Muslimin;   sebagaimana
peristiwa  yang  sedang  terjadi  di  Serbia  dan  apa  yang
dilakukan oleh orang Yahudi.
 
Ditegaskan bahwa di antara orang-orang kafir  itu  ada  yang
dapat  menjaga  kedamaian  dengan  kaum  Muslimin, sehingga
mereka dapat kita perlakukan secara damai. Dan ada  pula  di
antara   mereka  yang  suka  menyerang  dan  memerangi  kaum
Muslimin, sehingga kita harus memerangi  mereka  sebagaimana
mereka  telah memerangi kita. Ada pula di antara mereka yang
hanya sekadar kafir saja, ada yang kafir dan zalim, ada yang
kafir  dan  menghalangi  jalannya  agama Allah. Semua bentuk
kekufuran  ini  ada   hukumnya   masingmasing.   Allah   SWT
berfirman:
 
"Allah  tiada  melarang  kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap  orang-orang  yang  tiada  memerangimu  karena
agama   dan   (tidak  pula)  mengusir  kamu  dari  negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang  berlaku  adil.
Sesungguhnya  Allah  hanya  melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangi  kamu  karena  agama  dan
mengusir  kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
maka  mereka itulah orang-orang yang zalim." (al-Mumtahanah:
8-9)
 
Tepatnya, sesungguhnya orang-orang  ahli  dzimmah  mempunyai
hak  untuk bertempat tinggal karena mereka termasuk penduduk
"Dar  al-Islam."  Kita  mempunyai  hak  dan  kewajiban  atas
mereka,   dan   sebaliknya  mereka  juga  memiliki  hak  dan
kewajiban  atas  kita,  kecuali  perbedaan-perbedaan   dalam
ajaran  agama.  Mereka  tidak  diwajibkan  untuk  melepaskan
identitas agama mereka, dan begitu pula kaum Muslimin.
 
                     KEKUFURAN ORANG MURTAD
 
Para ulama sepakat bahwa bentuk kekufuran yang paling  buruk
ialah kemurtadan (ar-riddah); yaitu keluarnya seseorang dari
Islam setelah dia mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.
 
Kufur setelah Islam adalah lebih buruk daripada  kufur  yang
asli.  Musuh-musuh  Islam  akan tetap berusaha dengan sekuat
tenaga untuk mengembalikan  kekufuran  kepada  para  pemeluk
Islam. Allah SWT berfirman:
 
"...  Mereka  tidak  henti-hentinya  memerangi  kamu  sampai
mereka  (dapat)  mengembalikan  kamu  dari  agamamu  (kepada
kekafiran), seandainya mereka sanggup..." (al-Baqarah: 217)
 
Kemudian  Allah  menjelaskan  balasan  orang  yang mengikuti
musuh  yang  menyesatkan  dari  ajaran  agama   itu   dengan
firman-Nya:
 
"  ... Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya,
lalu dia mati  dalam  kekafiran,  maka  mereka  itulah  yang
sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka  kekal  di  dalamnya."  (al-Baqarah:
217)
 
Kemurtadan  dianggap  sebagai pengkhianatan kepada Islam dan
umat Islam, karena di dalamnya terkandung desersi, pemihakan
dari  satu  umat  kepada  umat  yang  lain. Ia serupa dengan
pengkhianatan  terhadap  negara,  karena  dia   menggantikan
kesetiaannya  kepada  negara  lain, kaum yang lain. Sehingga
dia memberikan cinta dan  kesetiaannya  kepada  mereka,  dan
mengganti negara dan kaumnya.
 
Kemurtadan  bukan  sekadar  terjadinya  perubahan pemikiran,
tetapi perubahan pemberian kesetiaan dan perlindungan, serta
keanggotaan  masyarakatnya  kepada masyarakat yang lain yang
bertentangan dan bermusuhan dengannya.
 
Oleh karena itulah, Islam menerapkan sikap yang sangat tegas
dalam  menghadapi  kemurtadan, khususnya bila para pelakunya
menyatakan kemurtadan diri  mereka,  dan  menjadi  penganjur
kepada   orang   lain  untuk  melakukan  kemurtadan.  Karena
sesungguhnya mereka  merupakan  bahaya  yang  sangat  serius
terhadap identitas masyarakat, dan menghancurkan dasar-dasar
aqidahnya.  Oleh  sebab  itu,  ulama  dari  kalangan  tabiin
menganggap  penganjur  kemurtadan sebagai orang yang disebut
dalam ayat ini:
 
"... orang-orang yang  memerangi  Allah  dan  Rasul-Nya  dan
membuat kerusakan di muka bumi ..." (al-Ma'idah: 33)
 
Syaikh Islam, Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa usaha melakukan
kerusakan di muka bumi dengan cara menyebarkan kekufuran dan
keraguan  terhadap  agama Islam adalah lebih berat daripada
melakukan kerusakan dengan cara mengambil harta  benda,  dan
menumpahkan darah.
 
Pendapat  ini benar, karena sesungguhnya hilangnya identitas
umat,  penghancuran   aqidahnya   adalah   lebih   berbahaya
dibandingkan  kehilangan harta benda dan rumah mereka, serta
terbunuhnya beberapa orang di antara mereka. Oleh sebab itu,
al-Qur'an  seringkali  menganjurkan  kepada orang-orang yang
beriman untuk memerangi kemurtadan  orang-orang  yang  telah
beriman,  dan  tidak  berdiam  diri dalam menghadapi keadaan
itu, serta tidak takut mendapatkan celaan  ketika  melakukan
kebenaran. Allah SWT berfirman:
 
"Hai  orang-orang  yang  beriman,  barangsiapa diantara kamu
yang  murtad  dari   agamanya,   maka   kelak   Allah   akan
mendatangkan  satu  kaum  yang  Allah  mencintai  mereka dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap
orang-orang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan  yang  tidak  takut
kepada celaan orang yang suka mencela ..." (al-Ma'idah: 54)
 
Al-Qur'an  juga mengancam orang-orang munafiq apabila mereka
menampakkan kekufurannya. Allah SWT berfirman:
 
"Katakanlah: 'Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu  bagi  kami,
kecuali   salah   satu   dari   dua   kebaikan.   Dan   kami
menunggu-nunggu  bagi  kamu  bahwa  Allah  akan   menimpakan
kepadamu  azab  yang  besar  dari sisi-Nya, atau azab dengan
tangan  kami.  Sebab  itu,  tunggulah,  sesungguhrrya   kami
menunggu-nunggu bersama kamu.'" (Surat at-Taubah: 52)
 
Sesungguhnya  mereka  akan  ditimpa  azab  dari  tangan kaum
Muslimin apabila mereka menampakkan  kekufuran  yang  mereka
sembunyikan.  Karena  sesungguhnya kaum Muslimin tidak dapat
mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kaum  Muslimin
hanya  akan memperlakukan mereka dengan apa yang tampak dari
lidah dan tubuh mereka.
 
Banyak hadits  shahih  yang  menyebutkan  hukum  bunuh  bagi
orang-orang  yang  murtad  (keluar  dari Islam). Ada riwayat
yang  berasal   dari   Umar,   yang   menunjukkan   bolehnya
memenjarakan   orang-orang   murtad   dan  terus  menahannya
sehingga dia mau melihat kembali dirinya dan bertobat kepada
Tuhannya.   Pandangan   ini   dianut   oleh  an-Nakha'i  dan
ats-Tsauri.
 
Begitulah  pendapat  yang  saya  pilih   sehubungan   dengan
kemurtadan   secara   diam-diam.   Adapun   kemurtadan  yang
ditampakkan dan menganjurkan orang lain untuk melakukan  hal
yang  sama,  maka saya kira Umar bin Khattab, an-Nakhai, dan
at-Tsauri juga  tidak  akan  memberikan  toleransi  terhadap
pemikiran  yang  merusak  aqidah  umat  itu,  dan mendiamkan
pelakunya bergerak dengan leluasa, walaupun mereka  didukung
oleh suatu kekuatan di belakang mereka.
 
Kita  mesti  membedakan  antara  kemurtadan  yang ringan dan
kemurtadan yang berat. Kita mesti  membedakan  orang  murtad
yang diam saja dan orang murtad yang menganjurkan orang lain
untuk melakukan hal yang  sama;  karena  sesungguhnya  orang
yang  disebut  terakhir  ini  termasuk  orang yang memerangi
Allah, Rasul-Nya dan  berusaha  membuat  kerusakan  di  muka
bumi.  Para  ulama  juga telah membedakan antara bid'ah yang
ringan dan bid'ah yang berat, antara orang yang menganjurkan
kepada bid'ah dan orang yang tidak menganjurkannya.
 
                   KEKUFURAN ORANG MUNAFIQ
 
Di  antara kekufuran yang termasuk dalam kategori yang berat
dan sangat membahayakan kehidupan  Islam  dan  eksistensinya
ialah  kekufuran  orang-orang  munafiq.  Karena  orang-orang
munafiq  hidup  dengan  dua  wajah  di  tengah-tengah   kaum
Muslimin.  Mereka  ikut  serta  mengerjakan shalat, membayar
zakat, mendirikan syiar-syiar Islam, padahal di dalam  batin
mereka,  mereka  hendak  menipu  orang-orang  Islam, membuat
makar terhadap mereka,  dan  menyokong  musuh-musuh  mereka.
Oleh   karena   itu,   al-Qur'an  menganggap  penting  untuk
memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri, dan  mengungkapkan
tabir  kehidupan  mereka,  serta menjelaskan sifat-sifat dan
perilaku mereka. Sehingga surat al-Taubah  dinamakan  dengan
al-Fadhihah  (sebuah  skandal),  karena  mengikuti  pelbagai
golongan mereka dan menguraikan tentang sifat-sifat  mereka;
sebagai  satu  surat khusus yang diturunkan berkenaan dengan
orang-orang munafiq. Di samping itu banyak sekali  ayat-ayat
al-Quran yang menjelaskan tentang kehidupan mereka.
 
Awal  surat  al-Baqarah  berbicara  tentang orang-orang yang
bertaqwa  sebanyak  tiga  ayat,  tentang  orang-orang  kafir
sebanyak  empat  ayat, sedangkan tentang orang-orang munafiq
sebanyak tiga belas ayat.
 
Oleh karena itu,  Allah  SWT  akan  membenamkan  orang-orang
munafiq   di   lapisan   neraka  paling  bawah;  sebagaimana
difirmankan oleh Allah SWT:
 
"Sesungguhnya orang-orang  munafiq  itu  (ditempatkan)  pada
tingkatan   yang   paling   bawah   dari  neraka.  Dan  kamu
sekali-kali tidak akan  mendapat  seorang  penolongpun  bagi
mereka.   Kecuali  orang-orang  yang  tobat  dan  mengadakan
perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah  dan  tulus
ikhlas  (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka
itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan  kelak  Allah
akan  memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang
besar." (an-Nisa': 145-146)
 
Pada zaman  kita  sekarang  ini  banyak  sekali  orang-orang
murtad  yang  tidak  mengindahkan  wahyu  Ilahi,  dan  tidak
menganggap syariah ini sebagai rujukan  yang  paling  tinggi
dalam   mengendalikan   pemikiran,   perilaku  dan  berbagai
hubungan yang dijalin antar manusia. Mereka  menghina  agama
Islam,  para  dainya,  dan  penganut  agama  yang mulia ini.
Mereka adalah orang-orang munafiq, yang hendak membawa  nama
Islam,  ingin  tetap  berada  di  tengah-tengah orang Islam,
padahal mereka lebih jahat daripada orang-orang munafiq pada
zaman   Nabi  saw.  Dahulu,  orang-orang  munafiq  di  zaman
Rasulullah saw berangkat pergi shalat dengan malas, dan kini
orang-orang  munafiq  tidak mau melaksanakannya. Tidak malas
dan juga tidak bersemangat. Dahulu mereka tidak ingat kepada
Allah  SWT  kecuali  sangat  sedikit sekali, dan kini mereka
tidak ingat kepada Allah SWT  sedikit  atau  banyak.  Dahulu
mereka  ikut  serta  dalam  barisan  kaum Muslimin memerangi
musuh-musuh mereka, dan kini mereka bersama-sama musuh Islam
memerangi  kaum  Muslimin. Dahulu mereka tampak bersama-sama
kaum Muslimin  di  masjid-masjid  mereka,  dan  kini  mereka
bersama-sama   orang  kafir  dalam  permainan  dan  kekejian
mereka.
 
Kalau saja mereka menyatakan  kekufuran  mereka,  maka  akan
jelas sikap yang dapat kita ambil, dan kita dapat istirahat,
akan tetapi mereka adalah seperti yang disebutkan Allah SWT:
 
"Mereka hendak menipu Allah dan  orang-orang  yang  beriman,
padahal  mereka  hanya  menipu dirinya sendiri sedang mereka
tidak menyadarinya." (al-Baqarah: 9)
 
------------------------------------------------------------
FIQH PRIORITAS
Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dr. Yusuf Al-Qardhawy
Cetakan pertama: Desember 1996
Penerbit Robbani Press
Jakarta

 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team