Hukum-hukum Zakat

oleh Dr. Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Zakat | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

NISAB MATA PENGHASILAN DAN PROFESI
 
Kita sudah mengetahui, bahwa Islam  tidak  mewajibkan  zakat
atas  seluruh  harta  benda,  sedikit  atau  banyak,  tetapi
mewajibkan zakat  atas  harta  benda  yang  mencapai  nisab,
bersih   dari  hutang,  serta  lebih  dari  kebutuhan  pokok
pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan  siapa  yang  tergolong
seorang  kaya  yang  wajib zakat karena zakat hanya dipungut
dari orang-orang kaya tersebut, dan  untuk  menetapkan  arti
"lebih"  ('afw)  yang  dijadikan Quran sebagai sasaran zakat
tersebut. Allah berfirman "Mereka bertanya kepadamu  tentang
apa  yang  mereka  nafkahkan  Katakanlah,  "Yang  lebih dari
keperluan."  (al-Baqarah:  219).   Dan   Rasulullah   s.a.w.
bersabda: "Kewajiban zakat hanya bagi orang kaya." "Mulailah
dari  orang  yang  menjadi  tanggunganmu."  Hal  itu   sudah
ditegaskan  dalam  syarat-syarat  kekayaan yang wajib zakat.
Bila zakat wajib dikeluarkan bila cukup  batas  nisab,  maka
berapakah besar nisab dalam kasus ini?
 
Muhammad   Ghazali  dalam  diskusi  diatas  cenderung  untuk
mengukurnya menurut ukuran tanaman  dan  buah-buahan.  Siapa
yang   memiliki  pendapatan  tidak  kurang  dari  pendapatan
seorang petani yang wajib mengeluarkan zakat maka orang  itu
wajib  mengeluarkan  zakatnya. Artinya, siapa yang mempunyai
pendapatan yang mencapai lima wasaq (50 kail Mesir) atau 653
kg,  dari  yang  terendah  nilainya  yang  dihasilkan  tanah
seperti gandum, wajib berzakat.  Ini  adalah  pendapat  yang
benar.  Tetapi  barangkali  pembuat syariat mempunyai maksud
tertentu  dalam  menentukan  nisab  tanaman  kecil,   karena
tanaman  merupakan  penentu  kehidupan  manusia. Yang paling
penting dari besar nisab tersebut adalah  bahwa  nisab  uang
diukur  dari nisab tersebut yang telah kita tetapkan sebesar
nilai 85 gram emas. Besar itu sama dengan dua  puluh  misqal
hasil  pertanian  yang  disebutkan oleh banyak hadis. Banyak
orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka
yang   paling   baik   adalah   menetapkan  nisab  gaji  itu
berdasarkan nisab uang.
 
TINGGAL SATU PERSOALAN LAGI
 
Orang-orang  yang  memiliki  profesi  itu   memperoleh   dan
menerima  pendapatan  mereka  tidak  teratur,  kadang-kadang
setiap hari seperti pendapatan seorang dokter, kadang-kadang
pada saat-saat tertentu seperti advokat dan kontraktor serta
penjahit atau sebangsanya, sebagian  pekerja  menerima  upah
mereka setiap minggu atau dua minggu, dan kebanyakan pegawai
menerlma gaji  mereka  setiap  bulan,  lalu  bagaimana  kita
menentukan penghasilan mereka itu?
 
Disini kita bertemu dengan dua kemungkinan:
 
1. Memberlakukan nisab dalam setiap jumlah pendapatan atau
   penghasilan yang diterima. Dengan demikian penghasilan yang
   mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang
   besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran
   yang besar kepada para golongan profesi, wajib dikenakan
   zakat, sedangkan yang tidak mencapai nisab tidak terkena.
   
   Kemungkinan ini dapat dibenarkan, karena membebaskan
   orang-orang yang mempunyai gaji yang kecil dari kewajiban
   zakat dan membatasi kewajiban zakat hanya atas
   pegawai-pegawai tinggi dan tergolong tinggi saja. Ini lebih
   mendekati kesamaan dan keadilan sosial. Disamping itu juga
   merupakan realisasi pendapat sahabat dan para ulama fikih
   yang mengatakan bahwa penghasilan wajib zakatnya pada saat
   diterima bila mencapai nisab. Tetapi menurut ketentuan wajib
   zakat atau penghasilan itu bila masih bersisa di akhir tahun
   dan cukup senisab. Tetapi bila kita harus menetapkan nisab
   untuk setiap kali upah, gaji, atau pendapatan yang diterima,
   berarti kita membebaskan kebanyakan golongan profesi yang
   menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali
   cukup nisab dari kewajiban zakat, sedangkan bila seluruh
   gaji itu dari satu waktu itu dikumpulkan akan cukup senisab
   bahkan akan mencapai beberapa nisab. Begitu juga halnya
   kebanyakan para pegawai dan pekerja.
   
2. Disini timbul kemungkinan yang kedua, yaitu mengumpulkan
   gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali itu dalam
   waktu tertentu. Kita menemukan ulama-ulama fikih yang
   berpendapat seperti itu dalam kasus nisab pertambangan,
   bahwa hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak
   pernah terputus ditengah akan lengkap-melengkapi untuk
   mencapai nisab. Para ulama fikih itu juga berbeda pendapat
   tentang penyatuan hasil tanaman dan buah-buahan antara satu
   dengan yang lain dalam satu tahun. Mazhab Hanbali
   berpendapat bahwa hasil bermacam-macam jenis tanaman dan
   buah-buahan selama satu tahun penuh dikumpulkan jadi satu
   untuk mencapai nisab, sekalipun tempat tanaman tidak satu
   dan menghasilkan dua kali dalam satu tahun. Jika buah-buahan
   tersebut menghasilkan dua kali dalam setahun, maka hasil
   seluruhnya dikumpulkan untuk mencapai satu nisab, karena
   kedua penghasilan tersebut adalah buah-buahan yang
   dihasilkan dalam satu tahun, sama halnya dengan jagung yang
   berbuah dua kali.
 
Atas dasar ini dapat kita katakan bahwa satu tahun merupakan
satu kesatuan menurut pandangan pembuat syariat, begitu juga
menurut pandangan ahli perpajakan modern. Oleh karena itulah
ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat.
 
Fakta   adalah   bahwa   para   pemerintahan  mengatur  gaji
pegawainya berdasarkan  ukuran  tahun,  meskipun  dibayarkan
perbulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.
 
Berdasarkan  hal  itulah  zakat  penghasilan  bersih seorang
pegawai  dan  golongan  profesi  dapat  diambil  dari  dalam
setahun  penuh,  jika pendapatan bersih setahun itu mencapai
satu nisab. Semoga pendapat-pendapat  sebagian  ulama  fikih
yang menegaskan bahwa harta penghasilan wajib zakat dan cara
mengeluarkan zakatnya seperti yang diterangkan mereka, dapat
membantu  kita  dalam  menetapkan  kebijaksanaan wajib zakat
atas penghasilan pegawai dan golongan profesi tersebut.
 
                                          (sebelum, sesudah)

 
---------------------------------------------------
HUKUM ZAKAT
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur'an dan Hadis
Dr. Yusuf Qardawi
Litera AntarNusa dan Mizan, Jakarta Pusat
Cetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Zakat | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team