|
di Panggung Sejarah |
|
AHMADIYAH SEBAGAI ISOLASIONISME SIR SYED AHMAD KHAN Dilahirkan di Delhi pada tanggal 27 Oktober 1817, wafat di Aligarh tahun 1898, dalam usia 81 tahun. Ayah beliau bernama syed Muhammad Muttaqi dan kakek beliau bernama syed Hadi. Pada usia lebih dari tiga-perempat abad itu, benar-benar merupakan tahun-tahun yang dijalani syed Ahmad dengan penuh pengabdian serta pengorbanan buat bangsanya. Semenjak usia yang masih muda, beliau sudah produktif dalam segala aspek ilmu pengetahuan, seperti ilmu sejarah, politik, hukum, Agama dan kesusasteraan. Tafsir Al-Qur,an buah karyanya yang tiada tandingannya itu, telah memberikan kesegaran iman serta daya kreatif buat sarjana-sarjana Muslim serta generasi-generasi sesudahnya. Dalam kegiatan sehari-hari beliau adalah seorang pegawai sipil dalam pemerintahan Inggris yang berkuasa di India waktu itu. Akan tetapi lingkungan gerak syed Ahmad Khan bukan hanya pulang-pergi kantor saja; beliau jauh daripada itu. Beliau adalah contoh figur pejuang yang tak kenal letih. Seorang teoritis dan sekaligus seorang realis. Penelitiannya yang tajam pada situasi dan kondisi bangsanya yang berada dalam penjajahan Inggris; pengalaman-pengalaman hidupnya tatkala terjadi perang tahun 1857, dimana kaum Muslimin hancur berantakan dan berada dalam tragedi hidup, semua itu telah menggerakkan syed Ahmad pada jalan lepas yang mengagumkan. Lebih-lebih lagi setelah kembali dari perjalanannya ke Inggris tahun 1869 itu, syed Ahmad Khan mendapatkan saudara-saudaranya dalam keadaan parah, terbelakang, dan rasa rendah diri. Dengan diagnose yang jelas itu, syed Ahmad berjuang untuk perbaikan-perbaikan yang menyeluruh. Lebih dahulu beliau mengajak kaum Muslimin agar bersikap loyal kepada penguasa Inggris. Beliau memberi contoh bagaimana nabi Yusuf a.s. bersikap Ioyal bahkan duduk dalam pemerintahan Fir'aun yang kafir itu.1 Bagi syed Ahmad, suatu bangsa yang dikalahkan harus menyiapkan waktu yang lama untuk dapat tegak kembali, dan hal ini tidak cukup dijalani hanya dengan satu jalan kekerasan saja, melainkan suatu perjalanan damai yang effektif haruslah ditempuh. Cara-cara beliau ini merupakan jalan terbaik dan konstruktif yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh kaum Muslimin India serta generasi sesudahnya. Meskipun demikian sikap syed Ahmad Khan, beliau tidak pernah menyembunyikan kepribadian Muslimnya. Terhadap Missionaris-missionaris Kristen yang berusaha menggoncangkan iman generasi muda Islam, beliau tidak tanggung-tanggung melawannya. Ketika Sir Muir menerbitkan tulisannya tentang pribadi Nabi Muhammad s.a.w. sebanyak empat jilid, dimana isinya merupakan senjata penghinaan terhadap Islam dan RasulNya, sehingga kitab Muir tersebut dipakai oleh Dr. Pfandar, seorang zending Kristen yang militant, untuk mengkocar-kacirkan pemuda-pemuda Islam, maka segera bangkitlah syed Ahmad Khan dengan sanggahan-sanggahan yang gemilang. Beliau telah terbitkan jawaban-jawaban atas tulisan Muir itu, dengan judul: Al-Khutbat -ul-Ahmadiyah, yang merupakan senjata pengobrak-abrik dasar-dasar dari tulisan Muir. Ketika Komisaris pembagian Benares, tuan Shakespeare, sahabat beliau, menawarkan sebidang tanah serta uang untuk diri beliau dan keluarga, Syed Ahmad Khan dengan tegas menolak pemberian itu, bahkan beliau merasa tersinggung serta tertusuk hati. "Bagaimana saya harus menerima hadiah itu, kata beliau dalam pidatonya tanggal 28 Desember I889, ketika membuka konperensi pendidikan bagi semua muslim India, bagaimana saya harus menjadi tuan tanah, padahal itulah penghinaan vang berat buat saya, justru di saat bangsaku berada dalam penderitaan yang hebat."2 Apa yang telah beliau saksikan sendiri dalam peperangan tahun 1857, juga yang terjadi di Khanam Bazar, Balakot dan di daerah-daerah lainnya, dimana kaum muslimin dibinasakan, tidak dapat lenyap selamanya dari ingatan syed Ahmad. Ketika negara berada dalam hukum militer, Ahmad Khan telah berbuat sesuatu yang amat membahayakan keselamatan dirinya. Dengan keberanian yang luar biasa ia menerbitkan pamphlet dengan judul: "Penyebab timbulnya revolusi bangsa India." Beliau membuka terang-terangan kesalahan-kesalahan Penguasa-penguasa Inggris terhadap anak negeri India, terutama dan terlebih-lebih terhadap kaum Musliminnya. Phamplet itu beliau sebarkan kemana-mana, bahkan sampai terbaca oleh anggauta-anggauta Parlemen di Inggris. Demikian pula ketika Sir W.W. Hunter menulis buku yang berjudul: "Orang-orang Islam India adakah mereka terikat kesadaran terhadap pembrontakan melawan Ratu!"3 Syed Ahmad Khan telah menjawabnya dengan suatu pandangan yang menakjubkan. Karier syed Ahmad yang gemilang itu telah membuka kesadaran kaum Muslimin India. Penyair yang mashur, Maulana Hali, penulis riwayat hidup syed Ahmad Khan, mencatat suatu peristiwa tahun 1867, ketika beberapa orang Hindu dari Benares dengan sepenuh daya upaya mengusulkan penghapusan bahasa Urdu dan tulisan Persia dalam kantor pemerintahan serta memasukkan sebagai gantinya bahasa Bhasa (suatu logat Hindu) yang bertuliskan Sankrit. Syed Ahmad Khan seorang pengawas situasi yang tajam serta cepat menangkap makna dan tujuan dari orang-orang Benares itu, merasa terkejut dan menyadari bahwa tidaklah mungkin kiranya bagi orang-orang Muslim dan Hindu untuk bersatu. Dari peristiwa itulah lahirnya satu benih baru yang kemudian tumbuh menjadi suatu gagasan dan akhirnya terlaksana kelak menjadi suatu negara untuk orang-orang Islam (Pakistan). Apa yang telah beliau tempuh sebagai suatu cara terbaik konstruktif serta sangat dirasakan manfaatnya oleh bangsa Islam India, ialah dibinanya suatu pendidikan yang menyeluruh bagi semua tingkatan Muslimin. Ketika beliau pindah dari Ghazipur ke Aligarh pada bulan April 1864, syed Ahmad Khan memindahkan seluruh kekayaan yang dimilikinya dan diserahkan untuk masyarakat ilmu pengetahuan Aligarh. Putera beliau yang mashur, syed Mahmud Ahmad, seorang ahli hukum, cendikiawan, saling bahu membahu dengan ayahnya dalam merintis suatu pendidikan buat semua Muslimin. Melalui Aligarhnya yang terkenal itu terbukalah jalan lempang bagi keluasan aspirasi dan dinamika kaum Muslimin maupun bangsa India. Dari Aligarh Universitynya syed Ahmad Khan kelak lahir suatu badan pendidikan bagi Muslim India, menyusul ,gerakan Universitas Muslim India, kemudian Liga Ummat Islam India. Semua itu telah mengangkat kepribadian Muslims, harga diri, serta semangat untuk berjuang. Suatu kemustahilan logika di atas tanah jajahan Inggris, telah terjadi di India. Realita yang menggembirakan kaum tertindas muslimin, hasil jerih-payah syed Ahmad Khan. Tokoh-tokoh Pujangga besar Urdu seperti Nasir Ahmad, Shibli, Hali, Zakaullah, Wahiduddin Salim, Abdul Halim Sharar, Dr. Maulvi Abdul Haq, Zafar Ali Khan, Hazrat Mohani, dan lain-lain adalah alumni-alumni Universitas Aligarh syed Ahmad Khan. Pujangga besar Pakistan, DR. Mohammad Iqbal, menulis tentang syed Ahmad Khan: "Pengaruh dari syed Ahmad meluas ke seluruh India. Beliaulah kiranya seorang modernisir yang dengan tangkasnya menangkap kilatan sinar dari watak zaman yang datang. Obat mujarrab bagi tubuh Islam yang sakit, telah diberikan oleh beliau, sebagaimana di Russia diberikan oleh Mufti Alam Jan. Obat mana tidak lain ialah pendidikan buat setiap Muslim. Akan tetapi letak kebesaran yang sesungguhnya dari syed Ahmad Khan, ialah bahwa beliaulah Muslim India yang pertama kali nnerasakan perlunya pembaharuan alam pemikiran kaum Muslimin, dan beliau pulalah orang pertama yang melaksanakannya. Kita boleh saja berbeda pendapat dalam masalah Agama dengan beliau, akan tetapi kita tidak bisa menolak suatu kenyataan dari beliau, bahwa pengabdiannya yang tulus Ikhlas itu, telah menjadikan zaman kehidupan ummat Islam semerbak harum."4 Catatan kaki: 1 lih. Maryam Jameelah, Islam and Modernism, hal. 50/54: (In an attemp to reconcile political servility to Islam, Sir sayyid Ahmad Khan cited the example of Yoseph who served the Egyptian Pharaoh loyally and obediently even though the latter was not a Muslim.") 2 lih.Jamil-ud-Din Ahmad, Early Phase of Muslim Political Movement, 1967, Publishers United Ltd. Lahore, hal.42: (When my late mented friend, mr. Shakespeare, whose I shared and who share mine, wished to give me the taluka of Jahanabad belonging to a prominent family of syeds and yielding an annual income of over one lakh rupees my hearth was deeply grieved. I said to my self no one would be more despicable then I if, at a time when my nation was facing.ruin I should become a talukadar (lanlord) by acception this property. I refused to accept it and said that I had no intention of stayins in India. This was a fact.") 3 lih. Haroon Khan Sherwani, Islam Tentang Administrasi Negara, Jakarta, Tinta Mas, terjemah M.Arief Lubis, 1964, hal.l98: (The Indian Muhammedans, are they bound in conscience to rebel against the Queen.") 4 lih.The influence of Sir syed Ahmad Khan remained on the whole confined to India. It is probable, however, that he was the first modern Muslim to catch a glimpse of the positive character of the age which was aoming. The remedy for the ills of Islam proposed by him, as by Mufti Alam Jan in Russia, was modern education. But the real greatness of the man consists in the fact that he was the first Indian Muslim who felt the need of a fresh orientation of Islam and worked for it. We may differ from his religious views, but there can be no denying the fact that his sensitive soul was the first to react to the modern age.") hal. 277, syed Abdul Vahid, Thoughts and Reflections of Iqbal. --------------------------------------------- Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah Abdullah Hasan Alhadar PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980 Jln. Tamblong No.48-50, Bandung Telp. 50708, 57177, 58332 |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |