Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

SETUMPUK ASAL-USUL
 
What is in a  name?  Untuk  apa  Mirza  maupun  Ahmadiyahnya
memberi   embel-embel,   komentar  terhadap  namanya  dengan
ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits? Andaikata Mirza Ghulam tidak
berbuat  itu  semua,  maka segala kepalsuannya tidak secepat
itu  ditemukan.  Tapi  apa  boleh  buat,  mungkin  dikiranya
alasan-alasan  itu  yang  mendukung  sepenuhnya, bahkan yang
bisa diterima  kaum  Muslimin  di  luar  alirannya.  Padahal
justru alasan-alasan itulah yang membuka kedok kepalsuannya.
Demikian juga pada hal-hal lain yang digunakan Ahmadiyah dan
pendirinya,  selalu  dijumpai  sikap-sikap  yang ceroboh dan
menggelikan.
 
Beralih dari nama-namanya pada  keturunannya  kembali,  maka
yang  inipun  tidak  kurang  hebatnya. Sebagaimana diketahui
bahwa dari  pihak  ayah  dan  kakek-kakeknya,  Mirza  Ghulam
merangkap   dua   keturunan,   yaitu  keturunan  Moghol  dan
keturunan Parsi.
 
Akan tetapi yang lebih menarik dari hal keturunan Mirza ini,
ialah  dari  pihak  ibunya  maupun  nenek-neneknya. Meskipun
Mirza   Ghulam   jarang   bahkan   hampir    tidak    pernah
menyebut-nyebut   nama  ibunya  maupun  nama  nenek-neneknya
apalagi  membanggakannya,  namun  demikian  ternyata  mereka
memegang  posisi  yang  menentukan  di  dalam  karier  Mirza
Ghulam. Justru keturunan mereka  itulah  yang  lebih  mantap
bagi  Mirza  Ghulam  untuk meletakkan dirinya pada kedudukan
yang paling menarik dan jempolan .
 
Ternyata keturunan  Mirza  dari  pihak  ibunya  lebih  baik,
bahkan  lebih istimewa dibanding dengan keturunan dari pihak
ayahnya. Mula-mula Mirza Ghulam membantah dengan tegas bahwa
ia  dari  kaum Turki.1 Tidak dimengerti mengapa Mirza sampai
membantah dirinya sebagai kaum Turki. Mungkin ada  kaitannya
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Turki, pada waktu
ia  hidup.  Akhir-akhir  dari  abad  ke  19  masehi  sekitar
tahun-tahun  1881  sampai dengan tahun 1900-an, Sultan Abdul
Hamid  Turki  yang  berkedudukan  sebagai   Khalifah   Islam
bersama-sama  Sayid  Jamaluddin Al-Afghani, seorang agitator
yang paling ditakuti oleh kekuasaan kolonial Barat, terutama
Inggris,  telah  mendirikan  organisasi Pan Islamisme. Suatu
gerakan propaganda gencar anti Barat yang militant, effeknya
yang    mendalam    dan    kuat   memaksa   kolonial   Barat
memperhitungkannya     dengan     sungguh-sungguh.      Kota
Konstantinopel  menjadi  pusatnya  semua  orang  fanatik dan
agitator anti Barat seperti  Jamaluddin.2  Seorang  pemimpin
Islam India berseru kepada kekuasaan Brittania:
 
  "Saya berseru kepada pemerintahan Brittania yang
   sekarang supaya mengubah politik permusuhannya dengan
   Turki, untuk menjaga supaya gunung kemarahan jutaan
   rakyat Islam jangan meletus, yang akan membawa
   kebinasaan dahsyat."3
 
Demikian  hebatnya  Pan  Islamisme  menentang  dunia   Barat
terutama  kolonialisme  Inggris.  Sebaliknya,  Inggris telah
menancapkan   cengkeramannya   dalam-dalam   terhadap   kaum
Muslimin  India.  Adanya  kontradiksi  yang  hebat itu, maka
tidak  mustahil  atau  bisa  diduga-duga  jika   orang-orang
seperti  Mirza  Ghulam Ahmad cepat-cepat mencari posisi yang
enak di tengah-tengah arena politik kaum Muslimin India yang
hangat.  Dan yang paling enak atau paling mudah untuk bersih
diri, ialah membantah dirinya dari kaum Turki.
 
Kalau tidak henar perkiraan di atas atau sama  sekali  tidak
beralasan  maka  setidak-tidaknya  Mirza Ghulam Ahmad maupun
Ahmadiyahnya sanggup  membuat  suatu  catatan  kecil,  yaitu
memberi   penjelasan,  mengapa  sampai-sampai  Mirza  Ghulam
menolak diri  sebagai  kaum  Turki;  dan  mengapa  kata-kata
"Turki"  itu sempat disisipkan diantara berita wahyu yang ia
terima dari Tuhannya.
 
Kembali pada keturunan  dari  pihak  ibunya,  Mirza  C,hulam
Ahmad    ternyata    mempunyai   keistimewaan   yang   tidak
tanggung-tanggung. Dengan bangga ia berkata:
 
  "Ketahuilah, bahwasanya Al-Masih Al-Mau'ud itu
   datangnya dari golongan QUREIS, sebagalmana Isa
   datangnya dari Bani Israel."4
 
Al-Masih Al-Mau'ud yang dimaksud  ialah  Pendiri  Ahmadiyah,
Mirza  Ghulam.  Ia  memperoleh  gelar  itu,  dan banyak lagi
gelar-gelar yang ia peroleh dari Tuhannya. Lebih  meyakinkan
lagi tentang keturunan Qureisnya, Mirza Ghulam Ahmad berkata
yakin:
 
  "Adalah suatu keharusan bahwa Khalifah ini dari
   keturunan Qureis."5
 
Gelar khalifah inipun termasuk  milik  Mirza  Ghulam  Ahmad.
Satu   persatu   dari  gelar-gelarnya  akan  dikenal  nanti.
Demikianlah pendakian telah sampai ke  puncaknya.  Keturunan
QUREIS   pada  diri  Mirza  Ghulam  Ahmad  merupakan  target
terpenting  dari  planningnya.  Sambil  bertepuk   dada   ia
berkata:  "Ketahuilah  siapa aku ini! Jika kamu abaikan maka
akan kau hadapi  kerugian-kerugian  dalam  hidupmu."  Qureis
mungkin  masih  agak  luas ruang lingkupnya, karena ia masih
terdiri dari keluarga-keluarga besar. Maka tidak salah  lagi
jika  Mirza  Ghulam  Ahmad  maupun Ahmadiyahnya memilih satu
keluarga saja di dalam satu  rumah  yang  paling  mulia  dan
dimuliakan manusia. Dengan perasaan bangga ia berkata:
 
  "Sesungguhnya akulah Al-Mahdi itu, juga Al-Masih
   Mau'ud, dimana kedudukannya sudah jelas bahwa untuk
   jabatan kedua pangkat ini harus dipegang oleh seorang
   dari Bani Fatimah."6
 
Apa  sebab  Mirza  memilih  Bani  Fatimah  unluk  melengkapi
dirinya?  Tidak  lain,  karena  ia akan mengambil alih sabda
Nabi Muhammad s.a.w. yang tersebut:
 
  "Dari Ummu Salamah r.a. aku telah mendengar Rasul Allah
   bersabda: Mahdi itu dari anak cucuku, dari anak
   Fatimah."
 
Maka Mirza Ghulam Ahmadlah yang menyatakan diri sebagai anak
dari  anak-anak  Fatimah r.a. Kemudian dengan lantang sekali
lagi ia berkata:
 
  "Daripada kakek-kakekku, aku ini keturunan Parsi,
   sedang daripada nenek-nenekku aku ini keturunan
   Fatimah. Maka bergabunglah pada diriku dua kemuliaan."7
   
Jika dua kemuliaan saja, itu masih  kurang.  Harus  ditambah
lagi  kemuliaan  yang  di  atas segala-galanya. Last but not
least inilah kemuliaan-kemuliaan itu. Mirza berkata:
 
  "Daripada Tuhanku, telah turun wahyu padaku, bahwa dari
   pihak nenek-nenekku, aku ini keturunan Fatimah ahli
   baitin nubuwah.
 
Demi Allah, telah bersatu pada diriku Nasl (keturunan)  Nabi
ISHAQ dan nasl (keturunan) Nabi ISMA'IL."8
 
Bagaimana  Mirza Ghulam Ahmad mengaku menjadi anak-cucu Nabi
Ishaq a.s.? Apakah benar ia keturunan  Nabi  Ishaq?  Mungkin
ada  yang  tidak  beres  di sini, dan yang tahu persis bahwa
Mirza tidak beres, adalah  ia  sendiri.  Akan  tetapi  kalau
Ahmadiyah  mengatakan  bahwa  itu  benar  dan tidak ada yang
perlu dibereskan, maka kita ucapkan hallo-hallo pada  Mirza.
Dengan  nasl  Ishaqnya  itu, maka orang boleh berkata pasti,
bahwa Mirza Ghulam Ahmad juga  dari  keturunan  YAHUDI!  Nah
bergembiralah ya Mirza Israeli.
 
Demikianlah   keturunan-keturunan   istimewa  milik  pendiri
Ahmadiyah. Satu lagi keturunan yang  tidak  boleh  diabaikan
juga   hak  milik  Mirza  Ghulam  Ahmad.  Negeri  dimana  ia
dilahirkan dan dibesarkan, INDIA, juga merupakan salah  satu
daripada   keturunan-keturunan  yang  ia  miliki.  Ahmadiyah
menjelaskan bahwa dalam buku agama Hindu  (yang  mana?)  ada
tersebut  bahwa  Messiah  yang  dijanjikan  itu adalah orang
INDIA.9
 
Akhirnya, demikian Bashiruddin Mahmud Ahmad  menutup  cerita
tentang identitas ayahnya, berkata:
 
  "Maka sempurnalah sudah apa yang telah termaklum dalam
   kitab-kitab Ummat Parisi, Ummat Nasrani, Ummat Islam
   dan Ummat Hindu tentang datangnya Al-Masih yang
   ditunggu-tunggu zaman, yaitu MIRZA GHULAM AHMAI)."10
 
Itulah bunyi gong Bashiruddin; orang-orang  Ahmadiyah  boleh
merasa  bangga  terhadap  kedudukan  maupun  keturunan  yang
dimiliki pemimpinnya. Andaikala semua keturunan-keturunannya
disandangkan  di  belakang  namanya,  maka inilah dia: Mirza
Ghulam Ahmad AL-MOGHOLI,  AL-PARISI,  AL-QUREISY,  AL-FATIMI
ahli  Batin  Nubuwah  dan AL-ISRAELI dan lagi AL-HINDUSTANI.
Sungguh suatu keistimewaan yang menggelikan.
 
Catatan kaki:
 1 lih. Mirza Ghulam Ahmad, al-Istiftaa', hal. 75: (wa
   lakinnal-lah auhi ila annahum kanu min bani faras la
   min al-aqwaam ut-turkiyah).
 2 lih. L Stoddard, Dunia Baru Islam, terjemahan
   Panitya, Jakarta, 1966,hal. 65.
 3 lih. L Stoddard, Dunia Baru Islam, terjemahan
   Panitya, Jakarta, 1966,hal. 66, 67.
 4 lih. Mirza Chulam Ahmad, Al-Khutbat-ul-Ilhamiyah,
   hal. (ha'): (wa innahu ma ja'a min-al Qureisy kama inna
   Isa ma Ja'a min-bani Israel).
 5 lih. Mirza Ghulam Ahmad, al-Khutbat-ul-Ilhamiyah,
   hal. 13. (wa wajaba anla yakun hadzal Khalifah
   min-al-Qureisy).
 6 lih. Mirza Ghulam Ahmad, al-Khutbat-ul-Ilhamiyah,
   hal. 46: (inni ana Al-mahdi alladzihuwa Al-masih
   muntadzir al-mau'ud, wama jaa fihi annahu min-bani
   Fatimah)
 7 idem, idem, hal. 87: (wa ja'alahu min haisul aba'
   min abna Faras wa min haisul ummahaat min bani Fatimah
   liyajmau fihil jalaal waljamaal).
 8 lih. Mirza Ghulam Ahmad, al-Istiftha', hal. 75: (wa
   ma'a dzalika akhbarani rabbi bian ba'da ummahati min
   banil Fatimah wa min-ahli baitin-nubuwwah; wallahu
   fihim nasl Ishaq wa Ismail min kamalil hikmah wal
   mushalahah).
 9 lih. Bashiruddin Mahmud Ahmad, Ahmadiyya Movement,
   Rabwah The Ahmadiyya Muslim Foreign Missions Office,
   1962, hal. 47: (from the books of the Hindus it
   appeared that the promised Messiah was an Indian).
10 lih. Bashiruddin M.A., Ahmadiyya Movement, hal. 47:
   (in short, in him were fulfilled all the prophecies
   contained in the books of the Christians, the Parsees,
   the Hindus and Muslims), note: semua kitab tersebut di
   atas dalam jumlah lebih dari satu; setidak-tidaknya
   Ahmadiyyah dapat menyebut masing-masing dua?
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team