Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

AHMADIYAH SEBAGAI ISOLASIONISME
 
BIANG KELADI
 
Pada tahun 1933 di kota  Lahore  India,  terjadi  huru-hara.
Pada  mulanya  para  Ulama  bersama-sama  kaum muslimin yang
dikenal dengan sebutan   -  Golongan  Ahrar    -  mengajukan
appeal  pada  Pemerintah agar aliran Qadiani atau yang lebih
dikenal dengan nama: AHMADIYAH,  dinyatakan  sebagai  aliran
non-Islam.  Mereka  juga  minta  agar  Sir  Zafrullah  Khan,
seorang tokoh dari kelompok Ahmadiyah, dipecat dari  kabinet
India.1
 
Zafrullah  Khan  di samping seorang negarawan terkenal, juga
seorang diantara tokoh-tokoh Salvation Army  Ahmadiyah  yang
giat   menyusun   kekuatan  di  atas  terutama  mempengaruhi
kalangan pemerintahan maupun militer.
 
Kepala  pemerintahan  daerah  Punjab  barat,   tuan   Mumtaz
Daultana,  enggan  sekali untuk turun tangan serta mengambil
sikap bertolak belakang  dengan  keinginan  para  Ulama;  Ia
merasa  akan mengakibatkan timbulnya kekeruhan dalam suasana
politik di negerinya.2
 
Bagaimanapun juga  pada  akhirnya  pertemuan  dengan  mereka
tidak  bisa  dielakkan  lagi.  Dalam  suatu perundingan yang
lama, antara para ulama dengan  perdana  menteri  Nazimuddin
serta  tuan  Mumtaz  Daultana, tokoh-tokoh dari pemerintahan
India ini ternyata  bersikap  kaku,  lamban  bahkan  menolak
untuk mempertimbangkan tuntutan mereka itu.
 
Suasana  hangat  dalam pertemuan itu, kiranya telah menembus
ke luar gedung meliputi  massa  kaum  Muslimin  yang  sedang
menunggu   hasil-hasilnya.  Kegelisahan  pada  mereka  telah
merata, kesabaran telah lenyap, dan tanpa menanti lebih lama
lagi,  mereka mulai bergerak turun ke jalan-jalan mengadakan
demonstrasi. Kemarahan dan emosi  membawa  mereka,  bagaikan
arus  yang  menyisihkan  setiap  rintangan  di  depan bahkan
kekerasanpun terjadi di sana-sini.3
 
Pemerintah cepat-cepat turun tangan. Melalui  campur  tangan
militer,  keadaan  yang penuh ketegangan itu berubah menjadi
keadaan yang mencekam  dada,  pekik  dan  tangis  terdengar,
ketakutan  tampak  pada  wajah-wajah mereka. Suatu peristiwa
yang  sulit  untuk  dilupakan,  telah  terjadi   di   tempat
berkumpulnya  kaum  Muslimin  itu. Pada suatu ketika, sebuah
jeep  dengan  kecepatan  yang  luar  biasa  mendadak  muncul
menerjang  ke  arah  kelompok-kelompok  massa kaum Muslimin,
sambil  melepaskan  tembakan-tembakan  membabi  buta.   Maka
jatuhlah korban yang tidak sedikit jumlahnya.
 
Seorang  Ahmadiyah  yang  fanatik  berkata, bahwa "peristiwa
jeep"  itu  adalah  suatu  mu'jizat,   dan   para   penembak
didalamnya  tidak  lain  adalah Malaikat-malaikat Tuhan yang
dikirim untuk menolong Ahmadiyah.4
 
Suatu kenyataan yang jelas  ialah,  bahwa  pemerintah  dalam
bertindak  telah  berdiri berat sebelah. Dalam suatu laporan
tertulis yang disampaikan oleh  hakim-hakim  Mohammad  Munir
dan  M.R.  Kayani,  dimana  kedua  orang tersebut menghakimi
seluruh sidang-sidang perkara Ahrar,  ternyata  isi  laporan
mereka  itu  sangat kabur serta merugikan para Ulama. Naseem
Saifi, seorang tokoh Ahmadiyah  kelahiran  Qadian,  mengutip
isi laporan tersebut, sebagai berikut:
 
   "Jelas sudah, bila pemimpin-pemimpin Ahrar itu
    mengetengahkan pada publik hanya soal-soal perbedaan
    dalam Agama, maka suguhan mereka itu tidak akan
    berpengaruh apa-apa. Akan tetapi bila pada mereka
    diissuekan bahwa Ahmadiyah telah menghina Nabi Muhammad
    dengan cara mengumumkan kenabian baru sesudah kenabian
    akhir Muhammad s.a.w. bahkan nabi baru itu jauh lebih
    mulya. Maka disinilah jebakan pemimpin-pemimpin Ahrar
    itu mengenai sasarannya dengan tepat. Ummat Muslimin
    akan tergugah, terkejut, bahkan murka mendengar
    pidato-pidato semacam itu."5
 
Sesudah laporan  Munir  dan  Kayani  tersebut,  datang  lagi
laporan  dari  Badan  Penyelidik  Kejahatan Pemerintah, yang
nadanya  lebih  keras  serta  memberatkan  pemimpin   Ahrar.
Ahmadiyah mengutip isi laporan tersebut:
 
   "Sesungguhnya para pemimpin Ahrar itu tidak menyadari
    bahwa mereka sebenarnya telah bermain api. Mereka
    sedang membangkitkan kemarahan di kalangan ummat Islam
    sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan
    seperti terjadinya korban-korban jiwa,
    kerusakan-kerusakan, penghinaan dan lain-lain tidak
    dapat dielakkan lagi. Suatu tindakan keras harus segera
    diambil!"6
 
Demikianlah tindakan tangan besi pemerintah telah  merenggut
jiwa  kaum  Muslimin tidak sedikit. Sungguh patut disesalkan
bahwa telah terjadi peristiwa tragis  semacam  itu;  padahal
benih-benih  yang  menyebabkan timbulnya api kemarahan ummat
yang  sekaligus  telah  merenggut  jiwa  mereka  yang  tidak
sedikit itu, masih tetap bercokol.
 
Sudah  selayaknya  bila  pemerintah  India  pada  waktu  itu
menelaah jauh-jauh  sebelumnya  sebab-sebab  dari  timbulnya
kemarahan kaum Muslimin. Bahwasanya apa yang telah diucapkan
oleh pemimpin-pemimpin  Ahrar  itu,  tidak  semuanya  fitnah
semata-mata.  Munculnya  nabi  baru  sesudah  kenabian akhir
Muhammad   s.a.w.,   memang   telah   dipropagandakan   oleh
Ahmadiyah,  dimana Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah itu
sendiri yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru di kalangan
ummat  Islam.  Justru  inilah, nabi baru itu, benih diantara
benih-benih yang ditanam Ahmadiyah, yang  telah  menimbulkan
kemurkaan ummat mencapai puncaknya.
 
Tiga  tahun  kemudian  setelah  terjadinya  peristiwa  Ahrar
tersebut, DR. Mohammad Iqbal, Failosoof dan  Pujangga  besar
Islam  mengirim  sepucuk  surat  pada  Pandit  Nehru, dimana
beliau mengutarakan  pendiriannya  terhadap  Ahmadiyah.  Isi
dari  surat  beliau  tersebut  yang bertanggal 21 Juni I936,
berbunyi:
 
"Sahabatku Pandit Jawahar Lal,
 
    Terima-kasih atas surat anda yang telah kami terima
    kemarin Pada saat saya menulis jawaban atas
    artikel-artikel anda, saya merasa yakin bahwa anda
    tidak menaruh minat apapun terhadap sepak-terjang
    orang-orang Ahmadiyah itu. Kendatipun demikian adanya
    saya menulis juga jawaban tersebut, ialah semata-mata
    didorong untuk membuktikan, terutama pada anda,
    bagaimana sikap loyalitas kaum Muslimin di satu pihak,
    dan bagaimana sebenarnya tingkah laku yang ditontonkan
    oleh gerakan Ahmadiyah itu. Setelah diterbitkan risalah
    kami, saya mengetahui benar-benar bahwa tidak seorang
    Muslimpun yang berpendidikan, menaruh perhatian atas
    asal-usul maupun perkembangan ajaran-ajaran Ahmadiyah.
    Selanjutnya perihal artikel-artikel yang anda tulis
    itu, bahwasanya bukan saja penasihat-penasihat Muslim
    anda yang berada di Punjab yang merasa cemas, bahkan
    hampir di seantero negeri mereka semua cemas. Hal ini
    lebih membuat mereka gelisah, bila memperhatikan
    bagaimana orang-orang Ahmadiyah bersorak-sorai karena
    artikel anda itu. Tentu saja dalam hal ini surat kabar
    Ahmadiyah banyak membantu sepenuhnya timbulnya
    prasangka dan kecemasan-kecemasan itu. Namun demikian,
    pada akhirnya saya sungguh bergembira bahwasanya anda
    tidak sebagaimana yang kami cemaskan itu. Selanjutnya
    perlu saya utarakan di sini bahwa perhatian saya
    terhadap ilmu ke-Tuhan-an, kurang. Akan tetapi saya
    mulai gandrung padanya, ketika saya harus mengenal
    Ahmadiyah dari asal-usulnya. Ingin saya meyakinkan anda
    di sini, bahwa risalah yang saya tulis itu adalah
    semata-mata untuk kepentingan Islam dan India. Kemudian
    saya tidak pernah ragu untuk menyatakan disini,
    bahwasanya orang-orang Ahmadiyah itu, adalah
    pengkhianat-pengkhianat terhadap Islam dan India.
    
    Saya menyesal sekali tidak mendapal kesempatan menemui
    anda di Lahore. Saya jatuh sakit pada hari-hari itu dan
    tidak keluar dari bilik. Bahkan hampir selama dua tahun
    terakhir ini saya berada dalam keletihan dikarenakan
    sering jatuh sakit. Harap anda kapan saja bila anda
    datang lagi ke Punyab. Kemudian apakah anda telah
    menerima surat saya yang berkenaan dengan usul anda
    mengenai penyatuan hak-hak kemerdekaan kaum sipil.
    Ketika anda tidak menyinggung lagi hal tersebut dalam
    surat anda, saya merasa kuatir bahwa anda tidak pernah
    menerimanya. Wassalam, sahabatmu,"
    
                                        Sd. Mohammad Iqbal.7
 
Apa sebab DR. Iqbal termasuk diantara mereka yang  menyerang
Ahmadiyah, bahkan menyatakan sebagai pengkhianat-pengkhianat
terhadap Islam dan India?  Justru  pendirian  beliau  inilah
yang  harus digaris-bawahi sebagai suatu problema yang patut
diteliti sejauh mungkin. Beliau sendiri tidak  berkesempatan
untuk  menulis  tentang  dalih-dalih maupun dasar-dasar dari
pernyataannya  yang  drastis  itu   secara   luas,   mungkin
dikarenakan  kesehatannya yang banyak terganggu. Akan tetapi
beliau tidak lupa memberikan metode-metode yang  baik  dalam
rangka mengenal Ahmadiyah.
 
Sebaliknya  bagi  pemerintah  India,  sudah  sewajarnya bila
pernyataan  Iqbal  tersebut  dijadikan  sebagai  titik-tolak
daripada penelitian yang seksama terhadap gerakan Ahmadiyah.
Setidak-tidaknya  bertindak  sebagai  penengah   yang   suka
mendengar  suara-suara  ulama yang tidak diragukan identitas
maupun kwalitasnya, termasuk suara Iqbal.
 
Jika tidak, maka apa yang terjadi kemudian  ialah  timbulnya
gerakan-gerakan estafet para Ulama maupun kaum muslimin yang
bersikap menentang hadirnya  aliran  Ahmadiyah  dalam  tubuh
Islam.
 
Bukti-bukti  timbulnya  gerakan-gerakan  estafet  telah ada.
Peristiwa-peristiwa yang hampir sama  dan  dari  sebab-sebab
yang  sama  telah  terjadi;  mengambil  tempat di anak benua
India kembali.
 
Catatan kaki:
1 (1). Iih. I.H. Qureshi, a Short History of Pakistan,
  1967, University of Karachi, hal. 245: ( suddenly they
  reentered public life with their old demand for having
  the Qadianis declared non Muslim Ö without waiting for
  the result they started a vigorous agitation for the
  removal of Zafrullah Khan, a recognised leader of the
  Qadiani community, from the central Cabinet.).
2 lih. Syed Sharifuddin Pirzada, Evolution of Pakistan,
  1963, Lahore, The All Pakistan Legal Decisions, hal.
  444: (The chief minister of West Punjab, Mumtaz
  Daultana, was not reluctant to take any vigorous stand
  against it because he felt that it would be politically
  dangerous).
3 lih. I.H. Qureshi   A Short history of Pakistan  hal.
  245 (the agitation grew in violence and threatened to
  destroy ordered life.).
4 Ucapan seorang Ahmadiyah bernama: Mohammad Idris,
  dengan alamat: Gg. H. Murtadho XII/A. 280 Matraman
  Jakarta, bekerja pada perpustakaan kedutaan Pakistan
  Jakarta. Ia tinggal di India selama 12 tahun, berada di
  Lahore ketika  peristiwa Ahrar tersebut terjadi.
5 lih. Naseem Saifi Our Movement Lagos The Islamic
  Literature 1957 hal. 14: (if they had carried on this
  religious controversy, as other religious controversies
  are carried on, they not have perhaps attracted much
  support. But they clever enough to recognise that the
  feelings of a muslimin are nowhere more easily and
  bitterly aroused and his indignation awakened than over
  a real or fanciful insult to the Holy Prophet. They
  therefore, began to give out that their activities were
  meant to preserve the nubuwat of the Holy prophet and
  to repel attacks on his famous (honor) which had been
  made by Ahmadis in propagating the belief that the Holy
  Prophet was not the last of the prophets and that
  another prophet had appeared who claimed not only to be
  equal superior to the Holy Prophet. The trick succeeded
  ...).
6 lih.: Naseem Saifi-Qur Movement-hal. 16: (The D.I.G.,
  C.I.D. said in his report: The Ahrar leaders probably
  do not realise that they are playing with fire. A
  certain amount of buffoonery can be overlooked, but
  where feelings are inflamed to such an extent that the
  murders, riots, the heaping of insults, etc; are
  threatened, a halt must be called!).
7 lih. Syed Abdul Vahid Thoughts and Reflections of
  Iqbal Lahore 1964  SH. Mohammad Ashraf Lahore Hal. 306:
  (My dear Pandit Jawahar Lal, Thank you so much for your
  letter which I receieve yesterday. At the time I wrote
  in reply to your articles I believed that you had no
  idea of the political attitude of the Ahmadis. Indeed
  the main reason why I wrote a reply was to show,
  espesially to you, how Muslim loyalty had originated
  and how eventually it had found a revelational basis in
  Ahmadism: After the publication of my paper I
  discovered, to my great surprise, that even educated
  Muslim had no idea of the historical causes which
  shaped the teachings of Ahmadism. Moreover your Muslim
  advisers in the Punjab and elsewhere felt pertubed over
  your articles as they thought you were in sympathy with
  the Ahmadiyya movement. This was mainly due to the fact
  that the Ahmadis were jubilant over your articles. The
  Ahmadi press was mainly responsible for this
  misunderstanding about you. However I am glad to know
  that my impression was erroneous. I myself have little
  interst in theology but had to dabble in it a bit in
  order to meet the Ahmadis on their own ground. I assure
  you that my paper was written with the best of
  intensions for Islam and India. I have no doubt in my
  mind that the Ahmadis are traitors both to Islam and to
  India.
  
  I was extremely sorry to miss the opportunity of
  meeting you in Lahore. I was very ill in those days and
  could not leave my room. For the last two years I have
  been living a life practically of retirement on account
  of continued illness. Do let me know when you come to
  the Punjab next. Did you receive my letter regarding
  your proposed union for Civil liberty? As you do not
  acknowledge it in your letter I fear it never reached
  you, your sincerely, Sd. Mohammad Iqbal.
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team