Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

IA TELAH DIFIRMANKAN
 
Maka  apa  yang  telah  dilakukan  Mirza  Ghulam  Ahmad  dan
Ahmadiyahnya  mendominir hadits demi kepentingan  memperoleh
pegangan guna memperkuat dirinya, akan selalu dijumpai dalam
setiap   obrolan  Ahmadiyah.  Sampai-sampai  pada  ayat-ayat
Al-Quran, tidak terlepas dari pemakaian Mirza Ghulam menurut
cara   dan   selera  mereka.  Jelasnya,  menggxunakan  dasar
Al-Qur'an dan Hadits untuk mengukuhkan pegangan dengan jalan
mengartikan  dan mentafsirkan menurut kepentingan dan selera
mereka, adalah watak khas serta  hobby  yang  menyolok  yang
dimiliki Mirza Ghulam Ahmad, puteranya, pengikut-pengikutnya
maupun   alirannya.   Kitab-kitab   mereka   sendiri    yang
membuktikan ciri-ciri khas itu.
 
Beralih kini pada urutan yang ketiga atau yang terakhir dari
nama pendiri Ahmadiyah, yakni nama AHMAD,  maka  untuk  nama
inilah,  Mirza Ghulam, puteranya dan alirannya telah membuat
suatu surprise yang  tidak  tanggung-tanggung,  menarik  dan
istimewa:   Jauh  dari  pada  nama  Mirza,  nama  AHMAD  ini
merupakan  kebanggaan  bagi   yang   empunya   maupun   bagi
pengikut-pengikutnya.  Menurut puteranya, Bashiruddin Mahmud
Ahmad, bahwa acapkali beliau (Mirza) suka  menggunakan  nama
Ahmad  bagi  diri beliau secara ringkas. Maka waktu menerima
bai'at dari orang-orarg beliau hanya memakai nama Ahmad.
 
Dalam  ilham-ilham  acapkali  Allah  s.w.t.  suka  memanggil
kepada beliau dengan nama Ahmad juga.1
 
Bagaimana  dengan  yang  empunya  nama, Mirza Ghulam? Dengan
perasaan bangga akan namanya, ia berkata:
 
  "Bahwasanya Allah sendirilah yang memberi nama Ahmad,
   padaku, ini sebagai pujian untukku di bumi serta di
   langit."2
 
Mau apa lagi? Kalau Tuhan yang memberi  nama  padanya,  maka
jangan ada orang yang mencoba-coba untuk meragukannya.
 
Hanya  sayang  masih ada kekurangan dari ucapan-ucapan Mirza
di atas. Ia maupun Ahmadiyahnya tidak pernah  menceriterakan
bagaimana    cara    Tuhan    memberi    nama   Ahmad   itu.
Setidak-tidaknya ayah Mirza Ghulam ataupun kakeknya,  pernah
kedatangan  ilham atau dapat mimpi atau bagaimana saja, dari
Tuhan Mirza berkenaan dengan nama Ahmadnya.
 
Kendatipun kisah atau cerita pemberian nama itu  tidak  ada,
namun  itu  tidak  berarti  bahwa  pemberian nama dari Tuhan
tersebut, tidak mempunyai bukti. Justru yang paling berkesan
serta meyakinkan, dibuktikan dengan tandas oleh Mirza Ghulam
Ahmad dan alirannya.
 
Adapun  bukti  yang  ditunjukkan  itu  bukan  terjadi   pada
saat-saat  Mirza Ghulam dilahirkan, melainkan pada saat-saat
Nabi Muhammad s.a.w. menerima wahyu.  Jelasnya,  1200  tahun
sebelum  kelahiran  Mirza  Ghulam  Ahmad,  nama  AHMAD  yang
dimilikinya itu, sudah disebut-sebut Tuhan  dalam  KitabNya,
Al-Qur'an  Al-Karim pada surah As-Shaf ayat.6, sebagai AHMAD
yang DIJANJIKAN.3
 
Lebih serius lagi dari pada ulasan  Ahmadiyah  ialah,  bahwa
pangkat  yang  terdapat  pada nama Ahmad dalam surah As-Shaf
itu, yakni pangkat Rasul, adalah juga  milik  Mirza  Ghulam;
berkata Ahmaddyah:
 
  "Jika orang benar-benar meniliti maksud Al-Qur'an itu
   (surah 61:6 tadi) maka akan mengetahui, bahwa yang
   dimaksud dengan nama AHMAD bukanlah Nabi Muhammad saw.
   tetapi seorang RASUL yang diturunkan Allah swt. pada
   akhir zaman sekarang ini. Bagi kami ialah: Hazrat
   (Mirza Ghulam) AHMAD Al-Qadiani."4
 
Demikian tafsir dan makna surah Ash-Shaf ayat 6 yang  diolah
oleh  Mirza  Ghulam dan Ahmadiyahnya. Akhirnya dengan ucapan
yang meyakinkan, Ahmadiyah dengan lantang berkata:
 
  "Dengan demikian jelaslah, bahwa yang dimaksud Rasul
   Ahmad dalam surah Ash-Shaf ayat 6 tersebut, adalah
   pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
   a.s."5
 
Inilah  dia,   obrolan-obrolan   Mirza   Ghulam   dan   para
pengikutnya;   mereka   seringkali  menonjolkan  watak-watak
Yahudinya dengan Yuharrifu nal kalimah an-mawadi'ih, bermain
sulap,   awut-awutan,   tamak   didalam  mengartikan  maupun
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an serta Hadits.
 
Alasan-alasan yang digunakan Ahmadiyah untuk menguasai  nama
Ahmad  dalam  surah  As-Shaf  itu,  seolah-olah kelihatannya
masuk akal; akan tetapi kalau diteliti dengan seksama,  maka
mereka hanya memaksakan agar makna maupun tafsir dari ayat 6
surah As-Shaf itu, dikhususkan pada Mirza Ghulam Ahmad saja.
Dengan  kata lain, Ahmadiyah menafsirkan maupun rnengartikan
ayat-ayat  Al-Qur'an,  menurut  jalan  pikiran  mereka   dan
menurut  kepentingan  mereka.  Sebagai alasan mengapa ayat 6
Ash-Shaf itu untuk Mirza, Ahmadiyah berkata:
 
  "Memang dalam Al-Quran surah 61:6 tertulis nama Ahmad.
   Tidak mungkin nama itu digunakan bagi Nabi Muhammati
   saw. karena disitu tertulis tanda-landa dan
   kejadian-kejadian yang lain, terangnya seperti di bawah
   ini:
 
1. Wa huwa yud'a ilal Islam = dan dia (Ahmad) dipanggil
   (oleh orang-orang yang mengaku dirinya Islam) supaya
   kembali kepada agama Islam. Mengapa demikian? Mereka
   menganggap bahwa Hazrat Ahmad a.s. itu sudah
   kafir-nauzubillah-, disebabkan mengaku dirinya sebagai
   nabi. Marilah kita perhatikan: Nabi Muhammad saw.
   berkewajiban memanggil ummat dunia kepada Islam (lih
   61:8) tetapi pada ayat tersebut malah mereka itulah
   (baca: ummat Islam) yang memanggil Ahmad, supaya
   kembali kepada Islam.
   
2. Yuriduna li yuthfiu nurullahi bi afwahihim: mereka
   itu (baca: seluruh ummat manusia di dunia sekarang ini)
   ingin benar memadamkan cahaya Allah Ta'ala dengan
   mulutnya. Pada zaman Nabi Muhammad saw. yang memusuhi
   Agama Allah (Islam) menghunus pedang, tetapi pada akhir
   zaman ini, yang melawan dan menghantam Islam tidak
   dengan pedang lagi, melainkan dengan "propaganda,"
   dengan alat-alat modern, radio dan tulisan-tulisan.
   Ingatlah pula lidah lebih tajam lagi dari pedang.
   
3. Huwalladzi arsala rosulahu bilhuda wa dinil haqqi
   liyuzhhirahu 'ala dini kullihi: Dia, Tuhan itulah yang
   mengirim Rasulnya dengan petunjuk, agar dapat ia
   (Ahmad) memenangkan agama Allah atas segala
   agama-agama. Terlaksananya ayat ini, hanya di suatu
   zaman, dimana pergaulan dunia antara agama dengan agama
   semuanya, menjadi lebih dekat, jarak antara benua
   dengan benua itu seakan-akan dekat, semuanya disebabkan
   alat-alat teknik yang modern tadi, bahkan antara bangsa
   dengan bangsa kini sudah dapat disatukan (PBB), atau
   bila dengan alat ialah: radio dan pesawat terbang. Bila
   kita mau menganalisa semuanya ini, mustahil bisa
   terkecoh lagi.6"
 
Demikianlah   ocehan-ocehan    Ahmadiyah    mempropagandakan
alasan-alasan  apa  sebab  Mirza Ghulam yang menjadi pemilik
mutlak nama Ahmad itu. Ditambah lagi  dengan  ocehan  tafsir
yang  berlagak berani memperkosa ayat-ayat Tuhan, maka jelas
tidak seorang  mufassirpun  yang  berani  berbuat  demikian,
kecuali mufassir-mufassir Ahmadiyah yang serba awut-awutan.
 
Berbicara  tentang  ayat  7  dari  Surah  Ash-Shaf tersebut,
dimana sebagian dari ayat yang tersurat: wa huwa  (dan  dia)
diajak  pada  Islam,  telah digunakan oleh Ahmadiyah sebagai
landasan untuk menguatkan hak milik Mirza Ghulam  akan  nama
Ahmadnya  itu,  maka  untuk  mengetahui yang sebenarnya dari
Firman  Allah  tersebut,  haruslah   diketahui   keseluruhan
ayat-ayatnya. Dan tidak boleh melepaskan kaitannya yang erat
dengan ayat-ayat yang sebelumnya.  Pada  bagian  akhir  dari
ayat 6 surah Ash-Shaf. tersebut:
 
  "Maka tatkala Rasul datang pada mereka dengan membawa
   keterangan atau bukti-bukti yang nyata, mereka berkata:
   Ini adalah sihir yang terang."
 
dilanjutkan kemudian dengan ayat 7  dari  surah  yang  sama,
tersebut:
 
  "Dan siapakah yang terlebih aniaya daripada orang yang
   mengada-adakan dusta terhadap Allah, pada saat mana ia
   diajak pada Islam? Sungguh Allah tidak memberi petunjuk
   pada orang-orang yang aniaya."
 
Maka jelas sekali di situ bahwa huwa (ia) adalah orang  yang
mengada-adakan dusta terhadap Allah pada saat ia diajak oleh
Nabi Muhammad s.a.w. kepada Islam. Dan  bukan  seperti  yang
diulas  Ahmadiyah, bahwa huwa (ia) adalah Ahmad Mirza Ghulam
yang  diajak  pada  Islam  oleh   orang-orang   Islam   yang
menuduhnya  kafir.  Ini hanya silatan lidah dan sulapan mata
yang dibuat oleh mufassir-mufassir Ahmadiyah.
 
Contoh yang mirip daripada ayat 7  Ash-Shaf  tersebut  ialah
pada surah Az-Zumar ayat 32, yang tersebut:
 
  "Maka siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang
   membuat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran
   ketika sampai padanya? Bukankah dalam neraka tempat
   tinggal orang-orang kafir?"
 
Ayat, ketika sampai padanya ialah, ketika  sampai  kebenaran
yang   dibawa  Muhammad  s.a.w.  pada  ia  (huwa),  maka  ia
mendustakan ayat-ayat Allah itu. Demikianlah  tafsir  maupun
makna yang benar.
 
Alasan yang  kedua  yang  dipakai  Ahmadiyah  bagi  landasan
pegangan   Mirza  untuk  memiliki  nama  Ahmad  ialah  ayat:
yuriduna  li  yuthfi'u  nurullahi  bi  afwahihim.  Ahmadiyah
mengatakan,  bahwa  seluruh  ummat manusia di dunia sekarang
ini ingin benar memadamkan  cahaya  Allah  dengan  mulutnya,
sedang  pada  zaman Nabi Muhammad s.a.w. yang memusuhi Agama
Allah (Islam) menghunus pedang. Akhir zaman ini yang melawan
dan  menghantam  Islam  tidak  dengan pedang lagi, melainkan
dengan propaganda. Dan ingatlah bahwa lidah lebih tajam dari
pedang.  Demikian  ulasan  Ahmadiyah  dari  ayat tersebut di
atas.
 
Inilah bukti kerabunan mata dan kejumutan  pikiran  mufassir
Ahmadiyah.       Mereka       terang-terangan       menutupi
peristiwa-peristiwa  sejarah  Nabi,  ataupun  mereka  sedang
bersilat   lidah   dan   membodohi   ummat   manusia  dengan
ocehan-ocehan tafsirnya itu. Apakah benar pada  akhir  zaman
ini  yang  melawan  dan menghantam Islam tidak dengan pedang
lagi?! Apakah benar pada zaman  Nabi  Muhammad  s.a.w.  yang
memusuhi Agama Allah tidak dengan mulut pula?!
 
Pertanyaan  yang  pertama  akan  dijawab  kelak, tetapi yang
kedua, karena berhubungan dengan obrolan  Ahmadiyah  tentang
nama   Ahmadnya   Mirza   Ghulam,   akan   dijawab;  menurut
dasar-dasar dari Al-Qur'anul Karim.
 
Ayat 78 surah Ali-Imran:
 
  "Di antara mereka itu ada satu golongan yang
   memutar-balikkan lidahnya dengan membaca kitab, supaya
   kamu kira bahwa ia daripada kitab, padahal bukanlah ia
   daripada kitab, dan mereka berkata: ia daripada sisi
   Allah. Padahal bukan ia dari sisi Allah dan mereka itu
   mengadakan dusta atas Allah sedang mereka mengetahui."
   
Ayat 33 surah Al-An'aam:
   
  "Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa engkau (ya
   Muhammad) berduka-cita oleh karena perkataan mereka
   itu, sesungguhnya mereka itu tiada mendustakan engkau,
   tetapi orang yang aniaya itu menyangkal ayat-ayat
   Allah."
   
Surah Al-A'raf ayat 177:
   
  "Amat jahatlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
   ayat-ayat Kami dan orang-orang yang menganiaya dirinya
   sendiri."
   
Surah At-Taubah ayat 65:
   
  "Jika engkau bertanya pada mereka, niscaya mereka
   menjawab: sesungguhnya kami bercakap-cakap dan
   bermain-main. Katakanlah! Patutkah kamu
   memerolok-olokkan Allah dan ayat-ayatNya serta
   RasulNya?"
   
Bagian akhir dari ayat 2 surah Yunus:
   
  "Orang-orang kafir berkata: Sesungguhnya ini (Muhammad)
   ahli sihir yang nyata."
   
Surah Yunus ayat 65:
   
  "Janganlah engkau berduka cita karena mendengarkan
   perkataan mereka. Sesungguhnya kekuatan itu bagi Allah
   semuanya. Dia mendengar lagi mengetahui."
   
Surah Al-Anfal ayat 31:
   
  "Apabila dibacakan ayat-ayat Kami kepada mereka lalu
   mereka berkata: Sesungguhnya telah kami dengar jika
   kami kehendaki niscaya dapat pula kami mengatakan
   seperti ini. Ini lain tidak melainkan dongeng-dongen
   orang-orang dahulu kala."
   
Surat Al-Anbiya' ayat 5:
   
  "Bahkan mereka berkata: (Qur'an ini) mimpi yang kacau
   balau. Bahkan dia mengada-adakannya, bahkan dia seorang
   ahli syair. Sebab itu hendaklah dia mendatangkan satu
   ayat (mu'jizat) buat kami, seperti telah diutus
   orang-orang dahulu."
   
Surat. Ash-Shaffaat, ayat 14/15:
   
  "Apabila mereka melihat ayat (tanda kekuasaan Allah)
   mereka memperolok-olokkannya. Mereka berkata: ini lain
   tidak hanya sihir yang nyata."
   
Surat Shaad ayat 4:
   
  "Mereka takjub karena datang pada mereka pemberi kabar
   takut di antara mereka, dan berkata orang-orang kafir:
   Orang ini tukang sihir lagi pendusta."
   
Surat Az-Zukhruf ayat 7:
   
  "Dan tiadalah datang Nabi kepada mereka melainkan
   mereka perolok-olokkan."
 
Demikianlah,  masih  banyak  lagi   ayat-ayat   Tuhan   yang
mengetengahkan  cara-cara  kaum  musyrikin hendak memadamkan
cahaya Allah dengan mulutnya.  Sesungguhnya  omongan  mereka
itu  keji  hina, nista, jahat dan fitnah-fitnah mereka lebih
biadab daripada pembunuhan .
 
Maka para mufassir Ahmadiyah  pada  kenyataannya  buta  atau
sengaja  hendak  mengelabui ummat dengan mulut mereka. Jelas
bahwa orang Ahmadiyah mengingkari  ayat-ayat  Al-Qur'an  dan
mengingkari sejarah Nabi s.a.w.
 
Lebih daripada itu, Ahmadiyah mengingkari sejarah perjuangan
kaum muslimin pada akhir  zaman,  dengan  kata-kata  mereka:
bahwa  yang  melawan  dan  menghantam Islam akhir zaman ini,
tidak lagi dengan pedang!
 
Alasan ketiga yang dipakai oleh Ahmadiyah untuk  mengukuhkan
Mirza  Ghulam  sebagai  pemilik satu-satunya atas nama Ahmad
dari surat. Ash-Shaf  itu,  ialah  ayat:  Huwalladzi  arsala
rasulahu  bilhuda  wa  dinil  haqqi  li  yuzhhirohu ala dini
kullihi. Ahmadiyah mengartikan ayat tersebut ialah bahwa Dia
Tuhan  itulah  yang mengirim Rasul-Nya dengan petunjuk, agar
dapat  ia  (AHMAD)  memenangkan  agama  Allah  atas   segala
agama-agama.
 
Dengan  kata  lain,  Ahmadiyah  meyakinkan  kita bahwa Mirza
Ghulam  (Ahmad)lah  pendiri   Ahmadiyah   itu,   yang   akan
memenangkan   Islam   diatas   segala  Agama.  Apakah  benar
demikian?  Jika  alasan-alasan  yang  sebelumnya,  Ahmadiyah
telah menyalah-gunakan ayat-ayat AJ-Qur'an, maka alasan yang
terakhir  ini  tentu  saja  dibuat  sedemikian  pula   liwat
ocehan-ocehan   mereka   yang  akan  membuat  kaum  Muslimin
terkecoh.  Kelak  ocehan-ocehan  mereka  itu  akan  terlihat
bentuknya.
 
Catatn kaki:
 1 lih. Bashiruddin MahmudAhmad, Riwayat hidup Hazrat Ahmad
   a.s. hal 2.
 2 lih. Mirza GhulamAhmad, Al-Khutbatul-Islamiyah, Rabwah
   wikalah at-tab-syiir li-tharik uj-jadid, 1388 h., hal. 86:
   (wa-an Allaha sammahu Ahmad bima yahmadu bihi-rRabbul Jalil
   fil-ardhi kama yahmadu fis-sama')
 3 lih. suara ANSHARULLAH, majallah bulanan Ahmadiyah, no. 3
   & 4, Djuni/Djuli th. 1955, P.P. Ansharullah-Pusat Indonesia
   Djogjakarta, hal. 18.
 4 lih idem Suara Ansharullah, hal. 18.
 5 lih. Suara Lajnah Imaillah, majallah kaum ibu Ahmadiyah
   no. 10. th. 11. 1974, B.P L 1. (Badan Penghubung Lajnah
   Imaillah Indonesia), Yogjakarta, hal. 27.
 6 lih. suara Ansharullah, hal. 18/19 (note: aslinya ditulis
   dalam ejaan lama, di sini terlanjur dengan ejaan baru).
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team