|
di Panggung Sejarah |
|
JERITAN GOLGOTTA TERULANG Kali ini Mirza Ghulam Ahmad menjabat sebagai nabi Ibrahim India dengan mu'jizat yang terkenal, memadamkan api. Ia sendiri dengan bangga berkata: "Zaman Nabi Ibrahim a.s. sudah lampau. Aku atas perintah Allah Ta'ala mewakili beliau diabad ini. Boleh lihat kalau ada musuh yang mencampakkan aku ke dalam api, dengan karunia Allah Ta'ala api itu akan menjadi dingin untukku."1 Kemudian tuhan Mirza menyatakan padanya: "Aku selalu menjaga keselamatanmu dan memerintahkan: wahai api (mereka yang menentangmu) dinginlah engkau pada Ibrahim ini dan damailah padanya."2 Demikian jaminan tuhan pada Mirza Ghulam Ahmad sebagai Ibrahim abad 19 masehi. Pada suatu hari nabi Ibrahim ini telah mempraktekkan mujizatnya dengan hasil memuaskan. Diceritakan oleh cucunya, Mirza Mubarak Ahmad, bagaimana kakeknya Ibrahim Mirza itu telah berhasil menyembuhkan penyakit t.b.c. seorang pemuda yang hampir mati. Ceritanya begini, kata si cucu: "Pada sekali peristiwa Lala Malawamal ini diserang penyakit t.b.c.; keadaannya sangat payah, bahkan tidak ada harapan sama-sekali. Pada suatu hari ia menghadap Hazrat Masih Mau'ud Mirza Ghulam Ahmad dan menceritakan penyakitnya sambil menangis-nangis tersedu-sedu. Ia minta dengan kerendahan hati agar hazrat Mau'ud mendoakannya. Pemuda Malawamal itu seorang musuh Islam juga tetapi hatinya mengakui kesucian beliau a.s. Melihat keadaan Malawamal demikian beliau merasa kasihan dan terus mendoakannya dengan tawajuh yang khusus, sehingga turun kepada beliau ilham: 'qul ya naaru kuni bardan wa salaaman.'"3 Ilham tersebut oleh Ahmadiyah diterjemahkan menjadi: "Wahai api penyakit, dinginlah engkau bagi anak muda ini, jadilah engkau sebagai penjaga dan keselamatan baginya."4 Karena ilham itulah maka pemuda Malawamal menjadi sembuh. Bahkan menurut Ahmadiyah ia mencapai usia 100 tahun. Maknanya jika usia setua itu dihubungkan dengan tahun-tahun masehi sekarang ini mungkin sang pemuda itu masih hidup saat ini. Sayang sekali bahwa Ahmadiyah tidak mengambil foto pemuda Malawamal itu. Apakah ia sudah tidak memusuhi Islam lagi, apakah ia sudah Ahmadiyah? Soal-soal itu tidak penting bagi kita untuk mengetahui maupun menyelidiki kebenarannya. Yang penting sebenarnya terletak pada diri "sang penyembuh" itu sendiri, yakni Mirza Ghulam Ahmad. Sungguh suatu surprise bahwa hanya dengan do'a semata-mata penyakit t.b.c. yang hampir merenggut nyawa anak muda itu dapat dilenyapkan oleh Mirza. Padahal jika sejarah memperhatikan jalan hidup Mirza Ghulam Ahmad, akan diketahui secara menyolok bahwa sang penyembuh Mirza itu sendiri ternyata tidak pernah sembuh dari sakit. Bahkan kematian yang merenggut Mirza Ghulam Ahmad dikarenakan ia menderita sakit berak-berak yang kronis (diarrea) Latar-belakang kehidupannya merupakan rangkaian dari penyakit-penyakit berat yang menahun sehingga meruntuhkan seluruh kekuatan tubuh maupun jiwanya. Ia ternyata mengidap penyakit penyakit "diabetes" dan "vertigo" di mana-mana kedua penyakit itu benar-benar menerkam hidup Mirza sepanjang hayatnya. Mengapa tidak disembuhkan penyakit- penyakitnya itu oleh doktor pribadinya Nuruddin sang Khalifah? mungkin obatnya tidak ada atau mungkin karena jabatan-jabatan Mirza yang kelewat batas itu membawa effek-effek yang berat bagi penyembuhannya. Kedua kemungkinan itu ternyata tidak dibenarkan oleh Ahmadiyah baik oleh anaknya cucunya maupun oleh pengikut-pengikutnya. Mereka mempunyai alasan kuat mengapa penyakit-penyakit Mirza Ghulam itu tidak sampai disembuhkan. Mereka tidak kehilangan langkah untuk membela situasi nabinya itu. Bashiruddin Mahmud Ahmad berkata membela ayahnya. "Penyakit-penyakit yang diderita Mirza Ghulam Ahmad itu sudah termaktub, artinya bahwa Al-Masih Al Mau'ud akan menderita dua penyakit. Separoh dari bagian tubuhnya ke bawah mengidap penyakit diabetes dan separoh dari bagian tubuhnya ke atas mengidap penyakit vertigo."5 Demikianlah penyakit-penyakit itu sudah termaktub sebagai hiasan hidup Al Masih Mirza Ghulam Ahmad Qadiani. Jadi sudah takdir baginya untuk menerima penyakit-penyakit itu. Usaha-usaha untuk menyembuhkannya hanya akan menentang takdir Allah saja. Bukankah Mirza Ghulam Ahmad pada saat-saat itu sedang memangku jabatan Nabi Ayyub a.s.? Bedanya, kalau nabi Ayyub tidak kena diabetes dan vertigo. Andaikata kena seperti Mirza Ghulam mungkin beliau tidak akan sanggup memangku jabatan kenabiannya. Justru Mirza Ghulam adalah sebaliknya, ia sanggup; sanggup untuk mempertontonkan seluruh karier hidupnya menjadi berantakan. Mirza Ghulam Ahmad sebenarnya sangat menderita karena penyakit-penyakitnya itu. Rasanya ia tidak bisa menerima kalau penyakit-penyakitnya itu adalah takdir Allah yang harus ia rasakan sepanjang hidupnya. Jangankan dengan diabetes dan vertigo, dengan sakit-sakitan yang sangat tidak berarti saja, Mirza Ghulam Ahmad sudah mengeluh merana. Buktinya pada suatu hari Mirza Ghulam pada salahsatu jari tangannya sakit, mungkin bengkak nanah (cantengan) atau kena sayat pisau. Ia sudah mengaduh-aduh dan tidurnya tidak nyenyak lagi.6 Dalam keadaan sakit yang demikian itu ternyata tuhannya menaruh rasa kasih pada Mirza. Bagaimana sembuhnya? Cukup dengan kabar wahyu dari Tuhan: "Sejuklah tanganmu wahai Mirza dan relaxlah engkau"7 Maka dengan wahyu Tuhan di atas sakit jari Mirza Ghulam ternyata sembuh samasekali. Sungguh enak baginya bahwa hanya dengan wahyu saja ia segar kembali. Pernah pada suatu hari Mirza Ghulam Ahmad kena sakit demam. Inipun Tuhannya sangat menaruh kasih padanya. Maka turunlah kabar wahyu kepadanya: "Assalamu alaikum wahai Mirza, semoga damai engkau serta"8 Dengan wahyu itupun Mirza Ghulam waras dari sakit demamnya. Kita ingin bertanya, jika dengan penderitaan "sakit salah satu jarinya dan sakit demam" saja Mirza Ghulam Ahmad sudah mengeluh merana, maka bagaimana dengan sakit-sakit beratnya itu? Ahmadiyah dalam hal ini tidak pernah mempertontonkan penderitaan nabinya karena penyakit-penyakit diabetes dan vertigo itu. Mereka tidak mau bicara tentang itu. Akan tetapi ilmu pengetahuan tentang kesehatan mau dan bisa berbicara tentang pasien yang menderita penyakit sakit gula (diabetes) dan sakit bingung (vertigo) itu. Ensiklopedi kesehatan mengatakan bahwa penderita sakit gula dalam beberapa hal dan keadaan mengalami: kebingungan serta mudah tersinggung hatinya tanpa ada sebab; sakit bagian saraf kepala, radang saraf; kerabunan pada mata, sangat sayu pandangannya, akhirnya sering tak sadarkan diri.9 Adapun pada penderita sakit bingung (vertigo) dalam beberapa hal dan keadaan mengalami: tingkah laku yang abnormal, gejolak emosi meluap-luap, depressi yang memilukan, perasaan rendah diri, jeritan putus-asa, bahkan sering jatuh pingsan.10 Mirza Ghulam Ahmad dengan diagnosa sebagai "pasien penderita sakit gula dan sakit bingung" yang diakui dan dinyatakan sendiri oleh Ahmadiyah serta oleh puteranya Bashiruddin Mahmud Ahmad11, dengan sendirinya mengalami komplikasi-komplikasi di atas yang sangat parah. Bahkan sialnya ia mengidap penyakit-penyakit itu secara kontinyu. Bagaimana dalam keadaan yang parah itu ia bisa mengimbangi ambisinya yang meluap-luap? Tentu saja ia berbuat bertingkah berpose sebagai tokoh yang abnormal. Gagal dalam cinta, gagal dalam karier, gagal dalam akhlak dan gagal menjaga stamina tubuh serta jiwanya. Bashiruddin Mahmud Ahmad khalifah kedua Ahmadiyah, putera penerus Mirza Ghulam Ahmad berkata tentang ayahnya yang bergelar nabi, rasul, almahdi dan almasih yang dijanjikan itu: "Keadaan kesehatan badannya Hazrat Masih Mau'ud a.s., ada begitu lemah, sampai sering ketika penyakit datang kepada orang-orang yang di sekitarnya menganggap bahwa beliau telah wafat."12 Dengan anggapan bahwa beliau telah wafat, sebenarnya Mirza Ghulam Ahmad telah jatuh pingsan yang lama. Pandangan matanya akan sayu bahkan redup menyusul keadaan tak sadar diri. Mungkin dalam situasi di alam tak sadar itulah Mirza Ghulam mencetuskan segala gagasan-gagasannya yang bernama: Ahmadiyah. Ia sering mengalami hallucinatie; justru pada saat-saat itulah lahir segala tingkah laku yang abnormal. Bagaimana dengan, "jeritan putus asanya" yang histeris itu? Sungguh tidak terlintas dalam pikiran bahwa sejarah mengulangi dirinya. Pada peristiwa GOLGOTTA kurang lebih 1800 tahun yang lalu, konon terdengarlah jeritan Yesus Kristus mengakhiri hayatnya pada kayu salib13. Jeritan itulah yang terulang pada sejarah hidup nabi India abad 19 masehi. Jauh dari Jerusalem menuju ke timur meliwati gurun gunung dan padang rumput, melalui negeri-negeri Mesopotamia, Persia, Afghanistan, menerobos lembah subur Kashmir, singgah di Srinagar kemudian masuk ke anak benua India, menuju ke Propinsi Punjab langsung ke distrik Gurdaspur dan berakhir pada sebuah desa bernama QADIAN, di situlah muncul seorang laki laki bernama MIRZA GHULAM AHMAD, mengaku sebagai Nabi dan Rasul, Al-Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan. Entah karena apa, entah dalam keadaan bagaimana, pada suatu saat yang menegangkan, tiba-tiba tersembur dari mulut Mirza Ghulam Ahmad rintihan suara histeris: "ELI, ELI LAMA SABACHTANI (TUHANKU, TUHANKU, MENGAPA ENGKAU TINGGALKAN AKU."14 Persis suara rintihan Jesus Nazareth di lembah Golgotta, bahkan dalam bahasa yang sama, bahasa: I b r a n i ! Itulah tokoh Qadian Mirza Ghulam Ahmad, apa sebab ia menjerit dengan bahasa Ibrani pula?! Fatal, frustasi, gagal total, ataukah ia juga dipaku salib oleh penyakit- penyakitnya yang berat itu?! Catatan kaki: 1 Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mau'ud a.s., hal.62 2 Muslim Herald, London, vol. l2 - February l972, no.2 hal. 21. (we have turned our eyes towards you and have ordered: O fire (of opposition) cool down on this Abraham and bring peace on him. 3 Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mau'ud a.s., hal.44. 4 Mirza Mubarak Ahmad,.Masih Mauud, hal. 45. 5 Bashiruddin Mahmud Ahmad, Ahmadiyya movement, hal. 45: (Again it was written that the Messiah would suffer from two disorders, one affecting the upper half of his body and the other affecting the lower half. Accordingly the promised Messiah suffered from vertigo and diabetes). 6 The Muslim Herald-London-vol. 12 February 1972 no. 2, hal. 23: (hazrat Ahmad had once a severe pain in his forefinger. He feared its intensity might not allow him to have peaceful sleep). 7 idem hal 23: (he them immediatly had this revelation: "cool down and bring peace.") 8 idem - hal. 26: (the hazrat had fever when it was revealed to him "assalamo alaikum, i.e. may peace and long life be with you." Shortly afterwards he recovered his health. 9 Randolp Lee Clarks and Russel W. Cumley, The Book of Health, a medical encyclopedia for every one, 1962, D. Van Nostrand Company, Inc. Princetton New Jersey, hal. 333: (in some cases, the patient may become nervous and irritable without cause, exhaustion, or even fainting preceding, cataracts, neuralgias, meuritis ate. 10 idem (emotional strain, generalized or lower abdominal distress, abnormality of the bowel habit (hal. 418) and nervous or emotional basis sunstrekke the patient may become unconscous, may experience "crying pell" a feeling of depression, and general lislessnes. (hal. 325 dan 653). 11 Bashiruddin M.A., Ahmadiyya Movement, hal. 45/46. 12 Bashiruddin Mahmud Ahmad, Djasa Imam Mahdi a.s., hal. 14. 13 Perjanjian Baru. 14 Mirza Ghulam Ahmad, Tukhfah Bagdad, hal. 29. --------------------------------------------- Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah Abdullah Hasan Alhadar PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980 Jln. Tamblong No.48-50, Bandung Telp. 50708, 57177, 58332 |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |