|
di Panggung Sejarah |
|
MIRZA JUMPA "TUHANNYA" Mungkin dikarenakan gagal memperoleh balasan cintanya pada dara ayu Muhammadi Begum, mungkin dikarenakan gagal menyembunyikan perangai-perangainya yang buruk dan kejam, mungkin juga dikarenakan gagal melaksanakan tugasnya sebagai nabi palsu, atau mungkin dikarenakan gagal memelihara kondisi tubuhnya maupun jiwanya, atau last but not least dikarenakan jeritannya yang pilu di lembah Golgotta Qadian itu, maka orang ini yakni Jesus Kristus dari India Mirza Ghulam Ahmad, mendapat simpati dan belas kasih dari BAPAKNYA di sorga untuk istirahat serta mendapat cuti. Mirza Ghulam Ahmad tidak cuti ke Srinagar Kashmir menziarahi Jesus Kristus IsraeIi atau cuti ke London menghadap tuannya British, melainkan ia cuti naik ke atas, ke langit ketujuh terus lagi ke Sidrah Muntaha, terus lagi dan terus lagi sampai ke tempat dimana tuhan Bapaknya bertahta. Tentu saja kisah cuti berlibur Mirza Ghulam Ahmad itu adalah kisah "Mi'raj"nya yang paling hebat, lebih hebat dari pada, seandainya ia sanggup mengeringkan lautan India. Inilah dia jalan cerita "mi'raj" Mirza Ghulam Ahmad: KISAH TENTANG "TETES-TETES MERAH"1 "Waktu itu musim panas bulan Mei atau Juni 1884, ketika Hazrat Ahmad selesai sembahyang subuh pada suatu pagi menyingkir ke sebuah kamar sebeIah timur dari mesjid Mubarak. Tempat itu sejuk disebabkan tembok-temboknya baru dilepa (diplaster). Beliau membaringkan diri di atas sebuah carpai (semacam balai-balai tempat tidur dengan alasnya tali yang dianyamkan pada bingkainya) yang beliau biasa sediakan di sana. Carpai itu tak berlapik atau bantal. Beliau berbaring menghadap ke utara dengan kepala ke arah barat. Lengannya yang sebelah dijadikan sebagai bantal dan lengan yang satu beristirahat di atas kepala. Maulvi Abdullah Sanauri mulai memijiti kaki beliau sebagaimana lumrahnya orang timur untuk memperlihatkan rasa hormat dan bakti; dan beIiau ini mengatakan bahwa waktu itu ialah hari Jum'at, hari ke 27 bulan Ramadhan. Beliau tengah menekuri dan merasa-rasakan akan besarnya nikmat yang melimpah atas diri beliau, tiba-tiba sekujur badan Hazrat Ahmad sekonyong-konyong menggigil. Hazrat Ahmad menoleh kepada Maulvi Abdullah Sanauri yang dapat melihat bahwa kedua belah mata hazrat Ahmad berlinang-linang. Beberapa saat sesudah itu beliau melihat setetes cairan berwarna merah di atas salahsatu kaki hazrat Ahmad, di dekat mata kaki, dan nampaknya baru saja saat itu menetes. "Saya raba dengan satu tangan kanan saya," kata beliau, dan kemudian saya menciumnya, tetapi tidak ada baunya. Kemudian saya perhatikan ada lagi tetes besar di kemeja beliau di betulan rusuk beliau. Tetes itu juga masih baru. Saya berdiri perlahan-lahan dan melihat ke sekitar kamar untuk menyelidiki sumber atau sebab dari pada tetes-tetes itu. Kamar itu ukurannya kecil berlangit rendah, dan saya selidiki dengan cermat tiap sudut supaya saya merasa puas tetapi tidak nampak sesuatu jejak yang kiranya dapat menjadi sebab adanya tetes-tetes merah itu. Oleh karena itu saya duduk lagi di atas carpai dan mulai memijit-mijit kaki Hazrat Ahmad. Beberapa detik kemudian beliau bangkit lalu keluar dari kamar dan duduk di mesjid. Saya mengikuti ke sana dan duduklah saya di belakang beliau untuk memijit pundak beliau. Lalu saya bertanya pada beliau tentang tetes-tetes itu. Beliau menjawab dengan acuh tak acuh, tetapi saya bertanya lagi atas pertanyaan itu beliau kembali bertanya, bahwa tetes-tetes apa yang saya maksudkan. Saya menunjuk pada tetes yang melekat di kemeja beliau. Beliau melihatnya dan kemudian menerangkan kepada saya dengan beberapa tamsil akan gejala-gejala suatu kashaf dengan mana beberapa hal yang nampak dalam pandangan ghaib, benar-benar terwujud ke dalam alam fisika. Apa yang telah terjadi dituturkan oleh Hazrat Ahmad sebagai berikut: "Didalam kashaf dalam keadaan bangun, nampak padaku suatu gedung yang anggun lagi indah. Di dalamnya ada sebuah sofa yang di atasnya duduk seseorang yang berkepribadian hebat. Dia adalah TUHAN sendiri. Pikiranku merasa seolah-olah aku menjadi seorang petugas di dewan Ilahi. Aku telah menuliskan dekrit-dekrit tertentu yang kupersembahkan di hadapan YANG MAHA KUASA untuk di tandatanganiNya. Aku diajakNya duduk di atas sofa itu dengan rasa kasih dan sayang yang mendalam seperti seorang ayah. Kemudian IA mencelupkan tangkai pena-NYA ke tempat tinta, digoyangkanNYA sedikit, dan kemudian menandatangani dokumen- dokumen itu. Tetes-tetes merah yang kaulihat adalah dia itu yang jatuh dari tanganNYA tatkala IA menggoyangkan NYA." Kemudian Hazrat Ahmad meminta kepada Maulvi Sanauri untuk melihat apakah barangkali ada tetes-tetes yang jatuh pada bajunya; dan alangkah gembiranya beliau ketika dilihatnya bahwa satu tetes terdapat pula pada kopiyah beliau sendiri. Maulvi Sanauri Abdullah sangat tergerak hatinya dan terkesan oleh gejala yang ajaib itu, dan karena beliau merupakan saksi dari tindakan kecil dari penciptaan Ilahi, beliau meminta kepada hazrat Ahmad untuk memberikan kemeja yang dibekasi oleh tetes-tetes merah itu. Hazrat Ahmad yang mempunyai roh seperti Rasulullah s.a.w. agak segan dan ragu-ragu, takut kalau-kalau di kemudian hari para pengikut beliau akan memuja-muja kemeja itu akan tetapi ketika Maulvi Sanauri mendesaknya juga, akhirnya Hazrat Ahmad memberikannya kepada beliau dengan satu syarat, bahwa kemeja itu harus dipendam bersama beliau apabila beliau meninggal dunia. Maulvi Abdullah Sanauri ketika itu berusia duapuluh tahun. Beliau datang ke Qadian dua tahun sebelum itu. Beliau tetap sebagai seorang sahabat imam Mahdi yang setia sampai akhir hayat beliau. Beliau pulang ke rahmatullah pada hari Jum'at tanggal 7 Oktober 1927. Beliau dikebumikan dengan mengenakan kemeja peringatan yang dibekasi tetesan tinta kudus itu yang beliau bawa serta selama-lamanya ke mana-mana, siang malam selama 43 tahun lamanya. Beliau tidak pernah bercerai dari kemeja itu. Kemeja itu merupakan suatu tanda yang murni dari Tuhan dan suatu hadiah yang berharga yang seorang manusia dapat peroleh dari atas. Beliau simpan benda pusaka itu baik-baik di dalam sebuah peti kayu yang khusus dibuat untuk itu, yang sebelah atasnya dipakaikan kaca, dan kemeja itu dilipatnya sedemikian rupa hingga tetes-tetes merah itu dapat terlihat. Atas perintah dari Hazrat Khalifatul Masih II (imam jema'at yang sekarang, Khalifah II meninggal tahun 1965 - pen.) beliau suka mempertunjukkan kemeja itu kepada orang-orang sehingga saksi-saksi dari pertanda ilahi itu mungkin sudah berjumlah ribuan orang banyaknya. Diantara saksl-saksi itu dapat disebutkan bapak Maulvi Zaini Dahlan, bapak Maulvi Abubakar Ayyub H.A, bapak Maulvi Ahmad Nurdin dan lain-lain dari Indonesia yang sedang belajar di Qadian pada waktu itu. Acapkali beliau memandangnya dengan air mata menggenangi kedua mata beliau karena dirangsang oleh perasaan suka dan duka. Muka beliau akan menjadi bersinar-sinar layaknya sewaktu memandangi benda hadiah yang amat berharga itu dan tiba-tiba saja akan berubah menjadi lesu dan sayu, karena kenangan beliau sampai kepada seorang yang beliau cinta dan khidmati setiap detik seumur hidup beliau.2 Demikianlah cerita kejadian yang unik tentang tetes-tetes merah itu. Suatu peristiwa yang merupakan saksi dari tindakan kecil, kata Ahmadiyah, dari penciptaan llahi. Suatu tindakan kecil dari Tuhan? Amboi, itu adalah sebaliknya; itu adalah suatu peristiwa besar, peristiwa hebat, maha hebat. Itu adalah kissah mi'raj nabi dari india, kisah pertemuan mesra dengan tuhannya kisah pertemuan anak dengan Bapaknya, kisah penanda-tanganan dekrit, kisah baliknya sang nabi dengan dokumen bertanda-tangan TUHAN. Itu adalah kisah jatuhnya tinta Tuhan ke dunia, kisah pemberian hadiah orisinil dari atas, kisah ribuan mata saksi-saksi dari kemeja sang nabi yang kena tinta merah Tuhannya. Bahkan itu semuanya adalah kejadian yang terhebat yang pernah terjadi dalam sejarah ummat manusia. Maka ketahuilah, inilah bukti yang tidak bisa dibantah oleh seorangpun dari pengikut-pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Setiap Ahmadiah harus meyakininya. Menanggapi kisah tetes-tetes merah dan kisah mi'raj nabi Qadian itu, baik dari segi alam spirituil yang mempunyai hukum-hukum tersendiri, maupun dilihat dari segi dimensi lain yang tidak tertangkap oleh sembarang orang, maka tidak seorang immaterialispun yang akan percaya pada peristiwa yang dialami Mirza Ghulam. Lebih-lebih lagi orang beriman tauhid akan mencampakkan cerita dari Ahmadiyah itu ke keranjang sampah. Itu adalah suatu kejenakaan dan suatu kegilaan! Peristiwa itu lebih berani dari pada peristiwa Isa a.s. yang diangkat oleh kaum Keristen sebagai anak Tuhan sekaligus sebagai tuhan Yesus. Alam spirituil yang manakah yang akan mempercayai cerita Mirza Ghulam Ahmad itu? Kalau tidak kebatilan-kebatilan yang sengaja menyusup ke dalam Islam. Mirza Ghulam Ahmad telah menjadi arsitek tuhannya, melihat tuhannya sebagai "Seseorang yang berpribadian hebat, sedang duduk di atas sofa dalam suatu gedung yang anggun lagi indah, kemudian Mirza mengajukan dokumen dan tuhannya menandatanganinya, dengan mencelupkan dahulu tangkai penanya yang kemudian di-goyangkanNYA dan karena goyangan itu maka beberapa tetes telah jatuh ke dunia, di India-Punjab- Gundaspur-Qadian, tepatnya di dalam bilik Mirza Ghulam Ahmad dan langsung kena kaki, kemeja dan kopiah sang nabi itu." Mirza Ghulam Ahmad telah menunjukkan bukti dari pengalamannya itu, dan kebetulan sekali kita semua menghendaki bukti Akan tetapi sayang sekali kita tidak mendapat barang bukti "Setetes-tetes merah" itu sebagai bahan bukti, sebab maulvi Sanauri Abdullah lekas mati. Lebih sayang lagi barang bukti kemeja yang kena tinta tuhan itu dibawanya ke liang kubur. Sehingga laboratorium tidak mungkin lagi dapat meneliti tinta Tuhan itu untuk dijadikan bukti. Akan tetapi kiranya dapat dijadikan suatu jaminan bahwa tetes-tetes merah alias tinta Tuhan itu tetap terpelihara di dalam tanah, baik warna maupun zatnya. Bukankah itu tinta Tuhan? Warna itu sendiri, ah sayang sekali tidak sama dengan warna ke Islaman selama ini. Alangkah senangnya bila tinta Tuhan itu berwarna hijau cocok dengan bendera-bendera lambang- lambang keislaman yang kita pakai selama ini. Juga sayang bahwa tinta Tuhan itu tidak berbau sedap, padahal tinta parker yang kita pakai selalu itu segar baunya. Walhasil barang bukti telah lenyap dalam tanah, kecuali jika khalifah Ahmadiyah yang sekarang memberi izin untuk membongkar kubur Sanauri Abdullah mengambil kemeja yang bertinta Tuhan itu dan memeriksakannya ke laboratorium. Jika tidak mungkin, bagaimana dengan bukti yang lain? Yaitu dokumen-dokumen yang ditanda-tangani tuhan Mirza? Tidakkah itu masih tersimpan aman di Qadian atau di Rabwah? Dari betapa besar hasrat hati ummat manusia sedunia untuk melihatnya, melihat TANDA-TANGAN TUHAN! Orang-orang Ahmadiyah yang tanpa berpikir lagi langsung meyakini cerita-pengalarnan nabinya bertemu denganTuhan, adalah bukti nyata dari berbagai-bukti lainnya, tentang kejahilan alam pikiran mereka dan kebekuan hati mereka. Mereka dengan penuh kesadaran, tanpa malu telah menunjukkan pada dunia di luar organisasi mereka akan tingkah laku nabinya yang aneh dan gila itu. Suatu hallusinasi dari Mirza Ghularn Ahmad disebabkan penderitaan sarafnya, radang otak kesadarannya, pengaruh diabetes dan komplikasi yang lain, telah mengelabui mata, pikiran Seorang Alim, seorang Sufi, seorang Wali Allah dan sanggup atau dapat memperoleh ru'yah, dapat berkashaf dalam bangun atau dalam tidur menjelajah alam jagad, alam arwah, atau alam malakut, akan tetapi tidak dengan kashaf itu lalu bertemu dengan Tuhan! Maha ghaib Allah, maha suci DIA yang telah menjalankan hambaNya dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha, kemudian naik ke atas sampai pada suatu tempat dimana tidak seorang Rasul maupun Malaikat bisa sampai kesana. Akan tetapi tidak dengan mi'raj itu beliau s.a.w. telah melihat Tuhan. Akan tetapi pada abad ke-XIX Masehi, justru muncullah seorang dari Qadian India, yang mengaku Al-Mahdi, Al-Masih Nabi dan Rasul, pergi ke atas dan melihat Tuhan. Ia amat berani untuk tidak merahasiakan keajaiban pengalaman- pengalamannya itu ia berani sebab ia adalah seorang yang diutus IBLIS untuk mengobrak-abrik ajaran- ajaran Islam, meracuni alam pikiran kaum muslimin serta merusak iman rnereka. Ia, Mirza Ghulam Ahmad ini, adalah Musailamah modern abad ke-19 Masehi dan kumpulan dari DAJJAL yang disabdakan Nabi Muhammad s.a.w dalam sabda beliau: "Tidak akan datang hari kiamat sebelum muncul tigapuluh DAJJAL yang masing-masing mengaku dirinya adalah NABI." (shahih Muslim-Ahmad bin Hambal) Catatan kaki: 1 Majalah Ahmadiyah "Sinar Islam" judul: "Suatu Kejadian Yang Unik" no. 4/5/6 th. XIV, April/Mei/Juni, 1964, Jakarta Djemaat Ahmadiyah Indonesia, hal. 47. 2 Sinar Islam, no. 4/5/6. th. XIV 1964, April/Mei/Juni, hal. 45/48. --------------------------------------------- Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah Abdullah Hasan Alhadar PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980 Jln. Tamblong No.48-50, Bandung Telp. 50708, 57177, 58332 |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |