Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

LOVE AFFAIR MIRZA
 
Sebuah kisah 1001 malam mungkin membuat kita  sedikit  relax
daripada  menceritakan  terus menerus watak-watak keyahudian
Mirza Ghulam  Ahmad  dan  anak-anak  buahnya.  Sebuah  kisah
asmara  dimana  Mirza  Ghulam Ahmad menjadi tokoh Majnunnya,
banyak diketahui masyarakat India.
 
Sheik Abubakar  Najar  seorang  penulis  India  yang  mashur
menceritakan  kisah  seribu  satu  malam  itu  dengan judul:
"Taukah tuan tentang Mirza Ghulam Ahmad yang jatuh cinta?"1
 
Artikel ini tidak ditulis sebagai suatu romance  atau  kisah
humor.  Ini adalah kisah nyata. Meskipun kedengarannya nanti
sebagai suatu romance fantasi, namun cerita ini berasal dari
tulisan  yang  orisinil  dari pahlawan yang ada dalam cerita
tersebut yaitu Mirza Ghulam  Ahmad  dari  Qadian  yang  oleh
pengikut-pengikutnya  diakui  sebagai Almasih, Almahdi, Nabi
dan Rasul.
 
Ketika itu umur Mirza Ghulam Ahmad mencapai 50 tahun  lebih.
Keadaannya   kian   hari  kian  bertambah  lemah  disebabkan
seringnya  penyakit-penyakit  datang  menyerang.   Ia   juga
mendapat serangan penyakit pada matanya.
 
Akan tetapi tidak disangka-sangka pada suatu ketika mendadak
sorot mata Mirza menyala lagi. Apa gerangan yang menyebabkan
mata  sakit  itu  bersinar  kembali.  Ah,  seorang  dara ayu
bernama Muhammadi Begum telah tertangkap oIeh pandangan mata
Mirza. Dara itu adalah puteri dari paman ibunya, Mirza Ahmad
Beg. Maka  sudah  menjadi  suratan  takdir  bahwa  pandangan
pertama Mirza Ghulam menjadi titik mula terbakarnya sang api
cinta dalam kalbunya. Dan  mujurlah  kiranya,  sebab  ketika
Mirza  GhuIam  Atmad  jatuh cinta, ia telah jadi rasul akhir
zaman, sehingga harapannya  untuk  mempersunting  sang  dara
tidak akan menemui kesulitan maupun rintangan.
 
Akan  tetapi  sayang  sekali  bahwa  apa  yang telah terjadi
adalah  sebaliknya.  Ayah  sang  dara  itu  ternyata   tidak
tertarik  pada  kerasulan  Mirza.  Lebih-lebih lagi pinangan
terhadap anaknya, ia tidak sudi  mengorbankan  anaknya  bagi
memenuhi  hasrat  nafsu  Mirza  Ghulam  yang  sudah tua lagi
sakit-sakitan itu. Apalagi  reaksi  sang  dara,  ia  spontan
menolak mentah-mentah pinangan nabi Ahmadiyah itu.
 
Mirza Ghulam Ahmad tidak menduga sama sekali, bahwa ia telah
menerima jawaban yang sangat mengecewakannya; Karena itu  ia
segera  mengumumkan  tentang  wahyu yang baru saja ia terima
dari Tuhannya. Ia berkata bahwa Tuhan telah  mempertunangkan
Mirza dengan dara ayu itu secara ghaib (spirituil). Dan bagi
keluarga dara Muhammadi Begum, demikian  kata  Mirza,  Tuhan
akan   memberi   berkah   bila  nantinya  mereka  menyetujui
pertunangan itu secara resmi. Juga Mirza  tidak  ketinggalan
memberi  satu  peringatan  keras,  yaitu bila mereka menolak
lamarannya itu atau  mengawinkan  anaknya  dengan  laki-laki
lain,  maka suami yang bukan Mirza itu akan mati dalam waktu
dua setengah tahun kemudian, dan ayah sang  dara  akan  mati
dalam   waktu  tiga  tahun  sesudah  perkawinan  itu.  Mirza
mengumumkan wahyu-wahyunya itu melalui risalahnya  serta  ia
bagi-bagikan  pada  khalayak  ramai. Hal ini pernah ia tulis
dalam kitabnya: "ainae kemalati  Islam"  halaman  552.  Juga
tertulis  dalam  kitab  Ahmadiyah  "Facts  About  Ahmadiyyah
Movement" halaman 34.
 
Dalam kitabnya yang lain yaitu "izalatil auham" halaman  396
Mirza mengumumkan, bahwa Tuhan telah bersabda padanya:
 
  "Bahwa puteri Ahmad Beg akan menjadi salah seorang
   isterinya, tetapi keIuarganya akan menentangmu dan akan
   berusaha agar supaya perkawinanmu itu tidak terlaksana.
   Akan tetapi jangan kuatir karena Allah akan memenuhi
   janjiNya dan menyerahkan puteri itu padamu, dan tidak
   seorangpun yang sanggup menghalangi apa yang telah
   dikehendaki Allah."
 
Sungguhpun demikian orang-tua gadis itu  sama  sekali  tidak
terpengaruh  oleh  wahyu  nabi  Qadian itu, dan dengan tegas
ditolaknya lamaran Mirza.  Tatkala  Mirza  Ghulam  mendengar
lamarannya telah ditolak, maka hatinya jadi gelisah kemudian
segera  ia  umumkan  wahyunya  yang  baru  saja  ia  terima,
tersebut  dalam  kitab Asmani Risalat halaman 40 yang isinya
antara lain:
 
  "Aku Allah telah menikahkan gadis itu padamu, hai
   Mirza!" Tak ada perubahan atas kata-kataKu dan bila
   rnereka melihat kekuasaanKu terjelma, mereka akan
   berpaling dan berkata bahwa itu adalah sihir semata."
 
Juga dalam kitabnya yang lain yaitu Tukhfah  Baqdad  halaman
28,  Mirza  berkata  bahwa Tuhannya telah menyampaikan wahyu
padanya, antara lain:
 
  "Bergembiralah engkau hai Mirza, bahwa Aku menikahkan
   engkau dan Aku telah kawinkan gadis itu dengan engkau."
 
Sekali lagi wahyu-wahyu Mirza Ghulam  tersebut  tidak  cocok
dengan  kejadian  yang sebenarnya. Apa yang terjadi kemudian
telah membawa kehidupan  Mirza  Ghulam  jadi  semakin  susah
karena  cintanya  tidak terbalas. Sebaliknya orang-tua gadis
itu tetap menolak serta menganggap segala daya  upaya  Mirza
itu sebagai kejenakaan belaka.
 
Tidak   lama  kemudian  Mirza  kembali  mengumumkan  tentang
dirinya melalui berita berbahasa Arab dan ditujukannya  pada
para Ulama Syeikh-syeikh, dengan kata-kata:
 
  "Telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa, dan waktunya
   telah terjadi bersama-sama berkahNya yang telah
   mengumumkan Muhammad sebagai Rasul dan menjadikan
   beliau sebagai utusan terbaik serta manusia terbaik.
   Maka inilah kebuktian yang disampaikan juga kepadaku,
   bahwa ramalanku menjadi kenyataan dan aku tidak berkata
   tentang sesuatu sebelum Tuhan berkata padaku."
 
Tampaknya Mirza Ghulam  sedang  bergembira  karena  turunnya
wahyu  itu,  tapi  anehnya  ia masih tampak sedih dan letih.
Semuanya  hidupnya  berangsur-angsur  turun  serta  meredup,
akhirnya  ia  menjadi  buah  tertawaan  orang  banyak karena
wahyu-wahyunya selalu meleset.
 
Dengan sisa kekuatan yang ada Mirza  Ghulam  terpaksa  harus
membalas olok-olokan orang-orang itu serta berusaha menutupi
kelemahannya.  Dalam  risalahnya  tertanggal  10  juli  1888
Masehi,  ia  membalas  mereka  yang memperolokkan itu dengan
kata-kata:
 
  "Mereka tidak percaya tanda-tandaku lalu mengejekku;
   tetapi Allah akan menjadikan hidupku jaya dan
   mengembalikan segala ejekan itu pada diri mereka
   sendiri. Inilah wahyu dan inilah kehendak Allah dan Dia
   tidak merobah kehendakNya. Dia berbuat sesukaNya.
   Sesungguhnya hai Mirza Aku beserta engkau dan engkau
   dengan Aku, kelak Tuhanmu akan mengangkat dirimu pada
   kedudukan yang terpuji."
 
Adapun yang dimaksud dengan kata-kata  "terpuji  itu"  ialah
bahwa   perkawinannya  dengan  gadis  itu  akan  terlaksana.
Selanjutnya  ia  mengumumkan  dalam  kitab  Dafa  elwathawis
halaman   228,   sebagai   berikut:   "Biarlah  mereka  yang
mengingkari kebenaran akan diperingatkan dan menyesali  diri
mereka, demikian ramalanku pasti tepat."
 
Semua itu adalah klimaks dari reaksi Mirza Ghulam, dimana ia
telah mengancam  lewat  wahyu-wahyunya.    Bahwa  ia   telah
mengumumkan pertunangannya dengan Begum kemudian pertunangan
itu ternyata diselenggarakan sendiri oleh Allah. Kemudian ia
umumkan    perkawinannya    dan   perkawinannya   itu   juga
diselenggarakan oleh Allah  karena  atas  kehendakNya  pula.
Akhirnya  Mirza menegaskan bahwa semua itu pasti terjadi dan
harus terjadi.
 
Dalam kitab  Ahmadiyah,  "Facts  About  Ahmadiyah  Movement"
halaman 31, seorang bernama Mesum Beg menulis satu pembelaan
terhadap Al-Majnun Mirza Ghulam bahwa keluarga  besar  Ahmad
Beg  dimana  sang  dara itu berada, ternyata mereka ini kena
pengaruh hukum  maupun  tradisi  yang  berlaku  di  kalangan
masyarakat Hindu, yaitu bahwa satu perkawinan antar keluarga
dekat seperti Mirza Ghulam    dengan  Muhammadi  Begum  itu,
tidak  dapat  dibenarkan.  Hal  ini, kata Mesum Beg, terjadi
juga tatkala Nabi Muhammad  akan  mengawini  puteri  Zainab.
Maka jelaslah letak persoalan yang sebenarnya, mengapa Ahmad
Beg menolak mengawinkan  anaknya  dengan  Mirza  yang  masih
kerabat  dekat itu. Rupa-rupanya ia mengikuti satu peraturan
bukan dari Islam. Benarkah itu semua?  Sheik  Najjaar  tidak
banyak menaruh perhatian pada pembelaan Mesum Beg.
 
Bagaimana  kisah  selanjutnya  dari  love  affair Mirza itu?
Sembuhkah sukma Mirza  dari  derita  asmara.  Sayang  sekali
semua  yang diimpi-impikan Mirza tidak terjadi dan bagaimana
dengan  Mirza?  Hatinya  makin  remuk  lebih-lebih   setelah
didengarnya  kabar bahwa keluarga gadis itu memutuskan untuk
mengawinkan puterinya dengan seorang pemuda bernama:  Sultan
Muhammad. Mirza Ghulam sangat sedih ia menangis dan menangis
akhirnya ia menulis surat pada setiap  keluarga  gadis  itu,
mula-mula  memberi peringatan, tapi akhirnya ia mohon dengan
sangat  karena  tak  tahan  lagi  hidup  tanpa  gadis   itu.
Permohonannya  tidak  mendapat  jawaban.  Bahkan  di  antara
mereka yang menolak permohonan Mirza itu adalah  keluarganya
sendiri,  ialah anak isteri dari Fazl Ahmad. Akibatnya Mirza
Ghulam kena pukul lebih hebat lagi.
 
Maka ia lalu  bertindak  sesuatu  yang  tidak  disukai  oleh
Agama,   yaitu   memerintahkan   anaknya  untuk  menceraikan
isterinya dengan segera. Terjadilah  perceraian  itu.  Lebih
dari  itu, puteranya yang lain yang tidak menyukai cara-cara
yang diperbuat ayahnya itu, telah dihardik oleh  Mirza  dari
lingkungannya,  bahkan  ia  tidak  diberi hak untuk mewaris.
Peristiwa ini tersebut dalam kitab  Seeratul  Mahdi  halaman
22.
 
Mirza  Ghulam  Ahmad menjadi seorang pecemburu tidak karuan;
ia mengirim utusan-utusan pada keluarga gadis itu  dan  juga
pada pamannya, mohon belas kasihan agar perkawinan gadis itu
dengan Sultan Muhammad dibatalkan saja. Permohonannya itu ia
umumkan  dalam  kitab  Seeratul  Mahdi  halaman  174.  Namun
utusan-utusan itu tidak membawa hasil yang diharapkan. Mirza
tidak  dikasihani  oleh  keluarga gadis itu, juga tidak oleh
gadis itu sendiri. Bahkan suatu peristiwa  yang  mengejutkan
Mirza  Ghulam  telah  terjadi.  Pada  tanggal  7  April 1892
Masehi, ketika pengikut-pengikut Mirza Ghulam  sedang  asyik
berdo'a  dalam  mesjid  agar  perkawinan  itu  batal, diluar
mesjid  terjadilah  keramaian  dimana  pernikahan  dara  ayu
Muhammadi    Begum    dengan    sultan    Muhammad,   tengah
dilangsungkan.
 
Tidak ada yang lebih  hebat  terpukul  selain  Mirza  Ghulam
Ahmad,  suatu  pukulan  yang  sekaligus  menghantam hati dan
prestigenya. Ia jadi patah hati, putus harap.  Dalam  harian
Al-Hakam vol 5 no. 29 tertanggal 1-8-l90l, ia menulis:
 
  "Sesungguhnya gadis ini belum menjadi isteriku, namun
   demikian jangan kira aku tidak akan mengawininya,
   sebagaimana aku telah katakan sebelumnya. Dan
   barangsiapa yang mencemoohkan aku, akan mendapat malu.
   Karena gadis ini masih hidup maka ia akan menemui aku
   dalam suatu perkawinan yang akan datang. Ini bukan
   hanya harapan melainkan suatu keharusan, karena Allah
   telah menyampaikan padaku tentang ini dan Allah tidak
   rnerobah KehendakNya."
 
Mirza Ghulam menanti-nanti harapannya itu, akan tetapi waktu
yang  dinanti-nantikan tidak kunjung datang, sedang ia telah
terlanjur mengumumkan wahyu-wahyunya, antara lain ia berkata
bila  pinangannya  ditolak,  maka  suami Begum yang sekarang
akan mati setelah dua setengah tahun kemudian, menyusul ayah
sang Begum enam bulan kemudian.
 
Maka  waktu  yang dinanti-nantikan itu telah tiba; dan waktu
itulah yang menjadi bukti kebohongan Mirza Ghulam.   Mungkin
akan  menjadi  kebanggaan  baginya bila yang ia ramalkan itu
akan terlaksana.  Akan tetapi yang  jelas,  kesialan  selalu
mengejar  hidup Mirza Ghulam. Ia hidup berantakan, isterinya
yang pertama tidak bahagia lagi.
 
Dua setengah tahun telah berlalu, dua sejoli itu masih hidup
bahagia.  Ketika perang dunia pertama itu pecah, suami Begum
ikut dalam peperangan, ia mendapat luka-luka tetapi kemudian
sembuh  dan  hidup  kembali bersama isterinya bertahun-tahun
dalam damai dan bahagia.
 
Pada tahun 1908,  jauh  sebelum  perang  dunia  pertama  itu
pecah,  Mirza  Ghulam  Ahmad  sudah  berangkat  mati  akibat
penyakit kolera yang dideritanya. Satu hal  yang  aneh  bagi
orang-orang  yang  mengetahui  kisah Mirza Ghulam ini, ialah
bahwa pengikut-pengikutnya masih bersitegang  ingin  membela
nabi yang sial itu, agar tertutup rasa malu akibat kegagalan
Mirza memikat sang dara Begum.
 
Pembelaan mereka  ditujukan  pada  dunia  diluar  Ahmadiyah,
yaitu  bahwa  apa  yang diramalkan nabi India itu mengandung
makna yang lain  daripada  yang  dikatakan.    Dr.  Nuruddin
khalifah  Ahmadiyah yang pertama, telah mengumumkan apa yang
menjadi   percakapan    orang    banyak,    yaitu    tentang
ramalan-ramalan  Mirza  yang selalu meleset, terutama sekali
tidak jadinya ia kawin dengan gadis pujaannya itu.
 
Dalam Review of Religion, vol. 7, no. 6 tanggal 8 Juni 1908,
Nuruddin berkata:
 
  "Kalau sekiranya salah seorang dari anak-anak atau cucu
   Mirza Ghulam Ahmad kejadian telah mengawini salah
   seorang puteri dari keturunan Muhammadi Begum, maka
   yang demikian itulah yang sebenarnya dari ramalan Mirza
   Ghulam telah terlaksana."
 
Demikian pembelaan kaum Ahmadiyah  terhadap  nabinya.    Dan
demikian  pula kisah yang mengaku rasul, nabi, Al-Masih, dan
Al-Mahdi yang dinanti-nantikan telah menjadi korban  asmara.
Kisah yang sungguh terjadi, kisah Al-Majnun bertepuk sebelah
tangan, lucu dan patut dikasihani.
 
Satu hal yang nyata dan benar dapat diangkat dari kisah yang
diceriterakan kembali oleh Sheik Najjar itu, yaitu kegagalan
Mirza  Ghulam  Ahmad  mempersunting  seorang  dara  yang  ia
dambakan.   Kegagalan  inilah yang menghiasi kehidupan Mirza
dalam segala  aspek.    Ia   adalah   manusia   yang   gagal
segala-galanya.
 
Catatan kaki:
1 Abubakar Najjar, Do  You  know  about  Mirza  in
  love?  Islamic Publication  Bureau Athlone Cape South
  Africa, series no. 5 (terjemahan bebas)
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team