|
di Panggung Sejarah |
|
QUR'AN MADE IN QADIAN Satu hal lagi yang menarik dari tingkah laku nabi India itu ialah koleksi wahyu-wahyunya. Di antara kitab-kitab yang ia tulis ada semacam kitab suci, di mana di dalamnya terdapat kumpulan-kumpulan wahyu yang ia terima dari tuhannya kemudian wahyu-wahyu itu ia gabungkan dengan potongan-potongan ayat suci Al-Qur'anul Karim. Ayat-ayat Al-Qur'an yang dibajak Mirza Ghulam Ahmad itu dimasukkan dalam karangannya secara terpotong-potong. Kemudian ia rangkaikan potongan-potongan ayat suci itu dengan ucapan-ucapannya sendiri dan hasilnya mirip firman-firman Tuhan dalam Al-Qur'an, namun pada kenyataannya merupakan Qur'an baru made in Qadian. Bila hendak memulai membaca kitab suci Qadian itu, bagi orang-orang Ahmadiyah ditanam pada lubuk hati mereka keimanan bahwa kitab suci Mirza Ghulam Ahmad sama dengan kitab suci Al-Qur'anul Karim. Tentu saja keimanan yang demikian itu harus tertanam pula pada orang-orang yang bukan Ahmadiyah apabila mereka bermaksud memasuki aliran Mirza Ghulam. "Kita mengimani sebagaimana kita mengimani kitab yang diturunkan pada Nabi Khaliqil Anam." demikian kata Mirza.1 Mirza Ghulam selanjutnya mengatakan bahwa wahyu-wahyu yang ia terima dari tuhannya itu terkadang ia terima secara langsung, atau secara liwat perantara, yakni liwat malaikat. Ia berkata: "Telah datang kepadaku Malaikat Jibril. Malaikat Jibril dalam kitab Mirza Ghulam Ahmad disebut: Ayl.2 Dimanakah wahyu-wahyu dari tuhannya itu diturunkan? Tentu saja jawabnya di India, jelasnya di Qadian maupun di sekitarnya. Mengenai tempat di mana wahyu itu diturunkan dan mengenai hakikat dari wahyu itu sendiri, tuhan Mirza Ghulam Ahmad berkata padanya: "Sesungguhnya dia (Kitab) itu diturunkan pada tempat yang dekat dengan Qadian. Dengan Kebenaran dia diturunkan, serta dengan Kebenaran pula turunnya."3 Maka inilah dia, Qur'an made in Qadian. Dimulai dengan ucapan: "Bismillahir-Rahmanir-Rahiim.4 Ya Ahmad Barakallah fiika, Ma ramaita idza ramaita wa laakin Allaha rama; Ar-Rahmaan; 'Allamal Qur'an; Litundzira Qauman maa undzira aabauhum wa litastabiina sabilal mujrimin, Qul inni umirtu wa-ana awwalul mu'minin; Qul ja'al haqqu wazahaqal batil innal baatila kana zahuuqa.5 Di halaman yang lain dari kitab suci Qadian itu, Mirza menerima wahyu; "Fantazhiru Avaati hatta hiin; Sanuriihim ayaatina fil afaaq wafi anfusihim, Hujjatun qaaimatun wa fathun mubiin, Innallah yafsilu bainakum innalaha hia yahdi man huwa musrifun kadzdzaab, Wadha'na Anka wizrak alladzi anqadha dhahraq; Waqatha'a dabiral qaumal ladzhiina la yu'minun, quli'malu ala makamatikum inni 'amilun fasaufa ta'malun, Innallaha ma'alladzinat taqau walladzina hum muhsinun, hal ataaka haditsuz zalzalah, idza Zulzilatil ardhu zilzalaha, wa akhrajatil ardhu atsqalaha, waqaalal Insaanu malahaa, yaumaiidzin tuhaddisu akhbaraha, bi anna Rabbaka auha laha, Ahasiban nasu anyutraku, Wama ya'tiihim illa baghtatan."6 Di halaman lainnya lagi dari kitab suci Qadian, Mirza menerima wahyu tuhannya: "Afata'tunas sihra wa antum tubshirun, haihaata haihaata lima tu'adun, man hadzal ladzii huwa mahinum jahilun au majnun, qul indi syahaadah minallah fahal antum muslimun, qul indi syahadah minallah fahal antum mu'minun, walaqad labistu fikum 'umraan min qalbihi afala ta'qilun, hadza min rahmati rabbika yutimmu ni'mataho 'alaika, fabasysyir wamaa anta bini'mati rabbika bimajnun, laka darajah fissaama' wafil ladziina hum yubshirun."7 Itulah di antaranya koleksi wahyu-wahyu Mirza Ghulam Ahmad sebagai kitab suci yang sejajar dengan Al-Qur'anul karim. Pada kitab karangan Mirza Ghulam lainnya yaitu khutbati-Ilhamiyah, terdapat rangkaian bahasa Arab yang dilukiskan sebagai bahasa Arab yang tidak terlawankan ketinggiannya. Bashiruddin Mahmud Ahmad puteranya, berkata: "Keajaiban dari bahasa Arab Mirza Ghulam Ahmad menyamai keajaiban bahasa Al-Qur'an. Itulah salah satu tanda kebenaran missi Al-Masihnya."8 Dan untuk Al-Qur'an sendiri, Mirza Ghulam Ahmad mempunyai pandangan yang menghina. Ia berkata: "Al-Qur'an itu Kitab Allah dan Kalimah-kalimah yang keluar dari mulutku."9 Dengan kata-katanya yang menarik itu, bahwa kitab suci karangannya harus diimani sebagaimana mengimani Al-Qur'an, keajaiban bahasa arabnya sama dengan keajaiban bahasa Al-Qur'an, dan Al-Qur'an sendiri merupakan kalimah-kalimah yang keluar dari mulut Mirza, maka ucapan-ucapan yang demikian itu tentunya dituntun dan diajarkan oleh Iblis. Tidak seorang nabi paIsu yang muncul dalam seJarah Islam lebih berani bertingkah ucap sebagaimana nabi India Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzdzaab. Justru yang dikatakan wahyu-wahyu dari tuhannya itu lebih banyak merupakan sanjungan pada dirinya bahkan sangat berlebih-lebihan cara memujinya. Pernah Tuhan berkagt pada Mirza Ghulam Ahmad: "Tidak aku utus engkau ya Mirza, kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam."10 Lebih tinggi dari itu, tuhan Mirza mengeluarkan emosinya dengan puja-puji yang luar biasa pada Mirza Ghulam Ahmad. Antara lain tuhannya berkata: "Engkau wahai Mirza bagiku adalah seperti tauhidku dan ketunggalanku."11 "Engkau wahai Mirza bagiku adalah seperti anakku- anakku."12 Ahmadiyah dengan cepat mengomentari wahyu tuhan pada nabi India itu, dengan mengatakan bahwa siapa dari orang -orang yang taat pada Tuhan maka mereka adalah anak-anakTuhan, walaupun ini maksudnya bukan dalam arti anak-anak Tuhan yang riil.13 Children of God yang dikomentarkan Ahmadiyah itu kelihatannya sangat mirip dengan ajaran Kristen bahwa kaum Israili ataupun mereka yang taat pada Tuhan adalah juga terkenal dengan panggilan: putera-putera tuhan. Pada kesempatan yang lain, tuhan Mirza lebih menyanjung Mirza Ghulam Ahmad pada posisi yang top yang mungkin telah memadai kedudukannya dengan Yesus Keristus. Tuhan Mirza berkata padanya: "Engkau wahai Mirza bagiku adalah anakku."14 Bagaimana komentar Ahmadiyah; bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah anakTuhan?! Untuk ini kaum Ahmadiyah berkata: "Karena orang-orang masehi dengan bohong dan palsu menempatkan Al-Masih sebagai anak Tuhan yang asli, sebab itu ghairahKu menghendaki supaya AKU mencintai engkau sebagai halnya mencintai anak, sehingga nyatalah kepada dunia bahwa murid dari Nabi Muhammad s.a.w. pun dapat sampai kepada maqam Athfatullah."15 Dengan pangkat yang demikian muluknya Mirza Ghulam telah sampai pada derajat yang tiada terjangkau lagi oleh Yesus Kristus kaum Nasrani. BahkanTuhan berkata pada Mirza Ghulam Ahmad: "Apabila engkau wahai Mirza menghendaki sesuatu apa saja, maka cukup engkau katakan: jadilah, maka jadilah ia."16 Disinilah Mirza Ghulam Ahmad ternyata duduk dalam posisi derajat ketuhanan. Bukan saja lampu Aladin menjadi miliknya, melainkan juga kata-kata "Kun fa yakun" ada dalam kekuasaannya. Apakah ada yang lebih hebat dari itu semua?! Sudah tentu orang yang mempunyai kekuasaan kun fa yakun akan mampu melahirkan segala yang luar biasa termasuk bahasa Arab yang tidak tertandingkan oleh siapapun juga. Mu'jizat bahasa Arab Mirza Ghulam Ahmad sama dengan mu'jizat Al-Qur,an, sebagaimana dikatakan terdahulu. Yang perlu untuk ditilik kehebatan bahasa Arabnya itu ialah bagaimana pada suatu waktu tuhan Mirza mengirim wahyu kepadanya, dengan bahasa Arab yang membuat mata terbelalak. Bukan terbelalak karena keindahan bahasanya melainkan terbelalak karena ketololan kata-katanya. Inilah dia wahyu tuhan pada Mirza itu: "Wahai Maryam tinggallah engkau bersama istrimu di sorga" (Ya Maryam Askun Anta Wa Zaujukal jannata.)17 Kelihatannya di sini tuhan Mirza memang tuhan tolol. Ia tidak bisa bahasa Arab bahkan keliru besar. Mula-mula, nama Maryam itu sendiri adalah nama wanita. Seharusnya kata-kata Anta di situ diganti Anti. Kemudian yang lebih menarik lagi Tuhan mengatakan ya Maryam engkau bersama isterimu, ini jelas berarti perempuan kawin dengan perempuan, apa bukan lesbian yang demikian? Dimanakah letak kewarasan akal Mirza Ghulam Ahmad, puteranya maupun para pengikut-pengikutnya apabila melihat bentuk wahyuTuhan di atas? Jika mereka masih bisa menggoyang lidah dengan memutar-balikkan fakta keblunderan bahasa nabinya itu dengan mengatakan bahwa yang dimaksud nama Maryam itu adalah Mirza Ghulam Ahmad, seorang Ia laki-laki atau lebih jelas yang dimaksud adalah Ibn Maryam sebab Mirza sering dinamakan Al-Masih ibn Maryam; maka dengan cara itu pula berarti Tuhan telah keliru sebut. Maunya sebut Ibn Maryam, yang kena hanya Maryamnya saja. Jika itu maksudnya, maka tuhan Mirza nyatanya sudah keliru juga dalam menyusun bahasanya. Ataukah sebagaimana lazimnya Ahmadiyah akan mengatakan bahwa itu adalah keliru cetak? Tentu saja mana dari yang bisa diterima logika boleh diambil Ahmadiyah. Namun yang pasti gelar Sultanul Kalam yang ada pada Mirza Ghulam Ahmad hanyalah sultan-sultanan saja. Pantas juga sayid Muhammad Rasyid Ridha tidak menjawab tantangan Ahmadiyah itu. Catatan kaki: 1 M.G.A., Istifta', hal. 77: (Wa Numinu kama numinu bi Kitaabillah Khaliqul Anaam). 2 M.G.A., Istifta', hal. 87: (Jaani Ayl). 3 M.G.A., Istifta', hal. 82: (Inna Anzalnahu ghariiban minal Qadiaan wabil haqqi anzalnahu wabil haqqi nazal). 4 M.G.A., Istifta', hal. 77. 5 M.G.A., Istifta', hal. 77. 6 M.G.A., Istifta', hal. 84. 7 M.G.A., Istifta', hal. 78. 8 Bashiruddin Mahmud Ahmad. Invitation, hal. 97. 9 Mirza Ghulam Ahmad, Istifta', hal. 81: (innal Qur"an kitabullah wa kalimaatun kharajat min tuhi.) 10 Mirza Ghulam Ahmad, Istifta', hal. 81 (wa ma arsalnaka illa rahmatan lil 'alamin). 11 Mirza Ghularn Ahmad, Istifta', hal. 82-juga lih. al-Wasiyat, hal. 36. (anta minni bimanzilati tauhidi wa tafridi). 12 M.G.A., Istifta, hal. 82, juga lih. M.G.A., Fountain of Christianty, hal. 45: (anta minni bimanzilati aulaadi). 13 Analyst' Fact about Ahmadiyaa Movement, hal. 18. 14 M.G.A., Istifta', hal. 82.: (anta minni bimanzilati waladi) 15 Mirza Mubarak Abmad, Masih mauud a.s., hal. 15. 16 M.G.A., Istifta', hal. 88: innama amraka idza aradta syai'anan taqula lahu Kun Fa yakun.) 17 M.G.A., Istifta', hal. 79. --------------------------------------------- Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah Abdullah Hasan Alhadar PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980 Jln. Tamblong No.48-50, Bandung Telp. 50708, 57177, 58332 |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |