Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

AHMADIYAH SEBAGAI ISOLASIONISME
 
TANTANGAN RUTIN
 
Bahkan  jika  masih  ada  niat   untuk   berhadapan   dengan
Ahmadiyah,  janganlah  coba-coba melakukannya. Naseem Saifi,
seorang tokoh Ahmadiyah kelahiran Qadian, dengan  lantangnya
berkata:
 
 "Coba tunjukkan padaku, apa yang telah dicapai oleh
  mereka (Ulama-ulama) yang memusuhi Ahmadiyah itu?
  Adakah hasil yang mereka peroleh, ataukah mereka
  sanggup membendung masuknya orang-orang ke dalam
  Ahmadiyah?
 
Jelas sekali, mereka telah gagal, bahkan  jika  seribu  satu
macam  kitab  diterbitkan  untuk menentang Ahmadiyah, mereka
pasti gagal!"1
 
Dengan tantangan  yang  begitu  gigih  itu,  maka  Ahmadiyah
dengan segala kerapiannya mempertontonkan diri di mata orang
lain, dalam bentuk ke-Islamannya yang baik. Apa yang  logis,
yang  segar  dan  mudah  untuk  dicerna kaum Muslimin, telah
disuguhkan  oleh   Ahmadiyah.   Lebih   banyak   kitab-kitab
Ahmadiyah   disertakan   didalamnya  dengan  catatan  maupun
mukaddimah, bahwa Syahadat Ahmadiyah  adalah  syahadat  kaum
Muslimin,  bahwa rukun Islam dan rukun iman Ahmadiyah adalah
sama dengan kaum Muslimin, memang  pada  kenyataannya  sama.
Hal  ini  tidak  perlu dibantah, bahkan Ahmadiyah menegaskan
lagi:
 
 "Ahmadiyah sehelai rambutpun tidak menyimpang dari
  ajaran Qur'an dan Sunnah Rasul kita Muhammad s.a.w.
  Untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam di seluruh dunia
  Ahmadiyah melalui cara dan jalan yang dihalalkan oleh
  Islam dan dibenarkan oleh undang-undang dan peraturan
  yang berlaku di mana Ahmadiyah berada dengan
  menekankan: mengirimkan muballigh-muballighnya ke
  seluruh dunia; menyiarkan Al-Qur'an dalam berbagai
  bahasa yang hidup di dunia seperti bahasa-bahasa:
  Inggris, Jerman, Perancis, Italy, Belanda, Spanyol,
  Scandinavia, Persia, dan lain-lain; mendirikan
  mesjid-mesjid di seluruh dunia termasuk mesjid-mesjid
  di Eropah, Amerika Serikat, Afrika dan lain-lain;
  menyiarkan buku-buku secara cuma-cuma tentang berbagi
  masalah seperti perbandingan agama, sistim ekonomi
  dalam Islam, Kapitalis dan Komunis. Dan seterusnya."2
 
Excelent dan menyilaukan bukan? Justru karena  inilah,  maka
usaha-usaha  untuk menemukan bentuk yang lama dari Ahmadiyah
yakni bentuk fitrahnya, akan mengalami kesulitan dan mungkin
kegagalan  seperti  yang  dilantangkan Naseem Saifi di atas.
Hal ini telah diduga sebelumnya dan dinyatakan oleh Pujangga
besar Isla,  DR. Mohammad Iqbal. Beliau berkata:
 
 "Para Ulama di India yang menggunakan pedoman atau
  hujjah-hujjah Theologis untuk berhadapan dengan aliran
  Ahmadiyah, pada kenyataannya tidak berhasil mencapai
  kesempurnaan buat menengok kebagian sebelah dalam dari
  Ahmadiyah. Cara-cara mereka itu bukan suatu methode
  yang effektif. Bahkan bila mereka mencapai suatu
  success, itu hanya semu (sementara) belaka."3
 
Justru karena pedoman atau  hujjah  theologis  yang  dipakai
para Ulama itu, Ahmadiyah kemudian berputar haluan, berganti
taktik, merobah sikap dan menutup segala  kemungkinan  untuk
mengenal   asal-usul   maupun  bentuknya  yang  semula.  Ini
terbukti dari adanya kegiatan  missi  Ahmadiyah  yang  lebih
banyak  menonjolkan kerja dan jasa atas nama Islam, daripada
mengungkap-ungkap    lagi    perihal    kedudukan     maupun
jabatan-jabatan pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad. Sudah tentu,
dari suatu organisasi yang baik  dan  sempurna,  lebih-lebih
dengan keuangannya yang padat, Ahmadiyah sanggup menonjolkan
dirinya sebagai organ Islam yang militant.
 
Banyak  pujian-pujian  datang  dari  Ulama-ulama   di   luar
Ahmadiyah,    lebih-lebih    dari    tokoh-tokoh   Ketimuran
(Orientalist), antara lain yang perlu disebut di sini  ialah
Prof.  H.A.R.  Gibb,  seorang  Guru  besar  bahasa Arab pada
Universitas  Oxford  dan  Harvard.  Gibb   berkata   tentang
Ahmadiyah
 
 "Ahmadiyah adalah gerakan yang giat melawan penyiaran
  Agama Kristen baik di Indonesia di Afrika selatan
  maupun di Timur dan Barat."4
 
Tidaklah penting untuk memperbanyak halaman-halaman di  sini
dengan   mengutip   berbagai   pujian   terhadap  Ahmadiyah,
melainkan yang penting untuk dicatat ialah hasrat  terpendam
yang ingin dicapai Ahmadiyah, yaitu menarik orang-orang baik
yang belum memeluk Islam  maupun  yang  sudah  Muslim,  pada
aliran Mirza Ghulam Ahmad. Kemudian dari setiap pribadi yang
kena pengaruh itu, dimintanya untuk  berbai'at,  setia,  dan
taat  serta  meyakini  seluruh  pangkat, gelar dan kedudukan
yang dimiliki Mirza Ghulam tanpa mempersoalkannya lagi.
 
Lebih daripada itu, aliran  Mirza  Ghulam  Ahmad  ini  telah
menyatakan   dirinya  sebagai  Organisasi  bentukan  Tuhan5,
sebagai Islam sejati6 dan sebagai "illa wahidah" hanya  satu
yang   masuk   sorga  dari  73  pecahan  ummat  Islam  itu7.
Karenanya, kedudukan illa  wahidah  pada  gerakan  Ahmadiyah
itu,  telah mendorong orang-orang Ahmadiyah untuk tugas suci
mengIslamkan kembali kaum Muslimin, atau dengan  kata  lain,
meng"ahmadiyah"kan mereka.
 
Jelas di sinilah letaknya benih pemecah-belah kesatuan Islam
serta mengobrak-abrik ketentraman iman mayoritas ummat Islam
yang  telah  berjalan  hampir  empat-belas  abad  itu.  Maka
tidaklah ragu  untuk  menyatakan  bahwa  pujian-pujian  yang
datang   dari  orang-orang  Barat  kepada  Ahmadiyah  adalah
semata-mata  untuk  tujuan  menyuburkan  benih  pemecah  dan
pengacau iman itu.
 
Di  Indonesia,  hampir  di setiap kota-kota besar, Ahmadiyah
dapat memperoleh  tempat  yang  subur  buat  pertumbuhannya.
Meskipun  gerakannya  lambat namun aliran ini kian hari kian
meluas serta membawa bekas. Bahkan di suatu tempat  di  Jawa
Barat,  dekat  kota  Cirebon,  sebuah  desa  atau  kecamatan
bernama Kayu Manis, Ahmadiyah  telah  menjadikannya  sebagai
proyek daerah tauladan, dimana hampir seluruh penduduknya di
sana menganut faham yang diajarkan Mirza Ghulam.
 
Juga   dengan   cara   berdiskusi   sambil    lalu,    dalam
kelompok-kelompok  kecil  baik  dengan  golongan awam maupun
sampai pada golongan mahasiswa, ataupun, mampir  bertamu  ke
rumah   teman-teman,  gerakan  Ahmadiyah  aktif  menyuguhkan
ajaran-ajarannya yang  menarik.  Sekian  jauh  mereka  telah
berhasil  menanam  benih-benihnya.  Di  Indonesia, di Afrika
selatan, di Eropah maupun di Amerika, Ahmadiyah  menonjolkan
dirinya     dengan     mesjid-mesjid,     madrasah-madrasah,
poliklinik-poliklinik dan perpustakaan-perpustakaan mereka.
 
Bukti-bukti inilah  mungkin  yang  menjadi  sebab,  sehingga
penulis  dari  majallah  Tempo,  saudara  Syu'bah  Asa, yang
mungkin  juga  masih  ajar  kenal  dengan  Ahmadiyah,  telah
menulis:
 
 "Bahwa lebih penting daripada mengemukakan ajaran
  Ahmadiyah dalam perbandingannya dengan faham kaum
  Muslimin (yang kontra) ialah usaha mencatat
  perkembangan alam pikiran keagamaan di Indonesia
  sebagai suatu bagian dari sejarah kita dimana ajaran
  Ahmadiyah ternyata mempunyai bekas yang bisa diraba
  meskipun nyaris tak pernah disinggung. Bahkan dengan
  asumsi pertama bahwa dari mereka banyak bisa diambil
  hal-hal yang   kedudukan ajaran ini dalam sejarah
  pemikiran Islam di Indonesia."8
 
Jalan  pikiran  Syu'bah  Asa  tersebut  di  atas  sebenarnya
merupakan  garis-garis sentuhan baru dari Ahmadiyah terhadap
mereka yang masih belum mengenalnya. Dengan  cara-cara  yang
menarik  dan  flexible,  Ahmadiyah berusaha memperlunak diri
dari  kekerasan  mengisolir  dirinya;  Mungkin  suatu  usaha
berkompromi  telah  disodorkan  ke  tengah-tengah masyarakat
Muslimin, dengan penuh harap pada mereka yang berada di luar
Ahmadiyah,  agar  tidak  berjerih  payah  atau meniliti atau
memikirkan sebab-sebab, sehingga Mirza Ghulam Ahmad  pendiri
Ahmadiyah   itu,  telah  memiliki  gelar-gelar  pangkat  dan
kedudukan begitu komplex  dan  penuh;  melainkan  dimintanya
untuk menaruh perhatian yang saksama akan bukti-bukti maupun
kenyataan-kenyataan  yang  ada  yang  telah   dicapai   oleh
Ahmadiyah  dengan  success-success  missinya. Itulah harapan
Ahmadiyah!
 
Apakah mungkin bagi kaum muslimin  mengabaikan  begitu  saja
akan   pangkat-pangkat,   gelar-gelar  dan  kedudukan  Mirza
Ghulam?   Padahal   pengikut-pengikut   Ahmadiyah    sendiri
meresapkan   ke   dalam   dada   mereka  seluruh  pendakwaan
pemimpinnya  itu.  Dan  bagaimana  mungkin,  padahal   untuk
pangkat-pangkat  itulah  justru Mirza Ghulam Ahmad muncul di
tengah-tengah kaum Muslimin,  dengan  berbagai-bagai  alasan
demi kepentingan dirinya. Bahkan dalam keterangan-keterangan
pendakwaannya itu, Mirza Ghulam maupun Ahmadiyahnya  membuat
suatu   surprise   di   kalangan   kaum   Muslimin,   dengan
mengemukakan  dalil-dalil  al-Quran  dan  Hadits,   meskipun
cara-cara    pemakaian    maupun    pengertiannya,    sangat
dipaksa-paksakan.
 
Catatan kaki:
1 Naseem Saifi, Our Movement, hal. 8.
2 Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah membantah tuduhan-tuduhan
  Ustadz Bakry Wahid B.A. Ujung Pandang, Djema'at
  Ahmadiyah Indonesia, 1972, hal. 4.
3 Syed Abdul Wahid, Thoughts and Reflections of Iqbal,
  hal. 269: (Suffice it to say that the real nature of
  Ahmadism is hidden behind the mist of mediaeval
  mystcism and theology. The Indian Ulama, therefore took
  it to be a purely theological movement and came out
  with theological weapons to deal with it. I believe,
  however, that this was not the proper method of dealing
  with the movement; and the success of the Ulama was,
  therefore only partial.")
4 Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terjemah L.E.
  Hakim, Jakarta Tinta Mas 1954, hal. 77.
5 Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah di mata orang lain, hal. 7.
6 Saleh A.,Nahdi, Ahmadiyah membantah tuduhan Wahid
  Bakry! hal. 14.
7 Majallah bulanan Ahmadiyah, Sinar Islam, Jajasan
  Wisma Damai, no. 13 th. XV/1965, hal. 34 dan lihat
  Saleh Nahdi, Ahmadiyah membantah Wahid Bakry, hal. 99.
  NOTE: di majalah Sinar Islam tersebut Ahmadiyah
  menyebut angka 75 pecahan ummat Islam, akan tetapi di
  batahan atas Wahid Bakry, 73 saja, manakah yang dipakai
  oleh Ahmadiyah dari dua angka yang berbeda itu?
8 Tempo, 24 Sept. 1974, no. 29, Jakarta Grafiti Pers
  hal. 3/ 50.
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team