Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

SESEPUH MIRZA GHULAM AHMAD TERJUN KE GELANGGANG
 
Beralih kembali pada pembahasan yang  semula  yakni  perihal
Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyahnya, sejarah Islam bertanya,
sampai sejauh mana Mirza Ghulam  Ahmad  terjun  dalam  medan
perjuangan  ummat  Islam,  baik  pada tahun 1831 maupun pada
tahun 1857 itu?
 
Jika dilihat pada  tahun  kelahirannya  (1835)  maka  ketika
terjadi  perang  sabil  pimpinan  syed Ahmad Berelvi melawan
kekuasaan Sikh, Mirza  Ghulam  Ahmad  ternyata  masih  belum
lahir  ke  dunia  ini.  Akan  tetapi  kakeknya,  ayahnya dan
pamannya  sebagai  orang-orang   sesepuhnya,   sudah   dapat
berbicara  tentang  perang  sabil  itu.  Bahkan  situasi dan
pengalaman pahit yang dialami  kaum  Muslimin  berada  dalam
kesaksian mereka.
 
Satu  hal  yang  jelas  ialah bahwasanya sejarah Islam tidak
pernah berbicara tentang  kegiatan  yang  dilakukan  sesepuh
Mirza  Ghulam Ahmad pada tahun-tahun dominasi kaum Sikh atas
kaum Muslimin di Punjab maupun tahun-tahun terjadinya perang
sabil  1831  itu.  Namun  satu hal yang menggembirakan ialah
justru  Ahmadiyah  sendiri  yang  banyak  berbicara  tentang
pengalaman-pengalaman  sesepuh  Mirza  Ghularn.  Bahkan yang
banyak mengungkap pengalaman-pengalaman mereka adalah  Mirza
Ghulam  Ahmad  dan  puteranya Bashiruddin Mahmud Ahmad, yang
kebenarannya pasti dijamin oleh Ahmadiyah. Dari  bahan-bahan
Ahmadiyahlah maka pengalaman-pengalaman sesepuh Mirza Ghulam
ini diungkap kembali, sebagai  suatu  jalan  termudah  untuk
mengenal mereka.
 
Sebagaimana  telah  disinggung  dalam  bab III, Mirza Ghulam
Ahmad adalah keturunan Haji Barlas, raja  daerah  Kesh  yang
jadi   paman   Amir  Tughlak  Taimur.  Tatkala  Amir  Taimur
menyerang  Kesh,  lalu  haji  Barlas   sekeluarga   terpaksa
melarikan diri ke Khurasan dan Samarkhand. Dan mulai tinggal
di sana. Tetapi dalam abad ke sepuluh hijrah  atau  abad  ke
enam  belas  masehi,  seorang  dari  keturunan  haji  Barlas
bernama  Hadi  Beg  beserta  200  pengikutnya  hijrah   dari
Khurasan  ke  Hindustan karena beberapa-beberapa hal. Mereka
tinggal di  daerah  sungai  Bias  dengan  mendirikan  sebuah
kampung  bernama  Islampur,  9  km  jauhnya dari sungai itu.
Mirza Hadi Beg adalah seorang cerdik pandai, sebab itu  oleh
pemerintahan  pusat  Delhi diangkat sebagai Qadi (hakim atau
jaksa) untuk daerah sekelilingnya...1  Demikianlah  keluarga
Barlas   itu   pindah   dari   Khurasan   ke   Qadian  untuk
selama-lamanya.  Selama  kerajaan   Moghol,   keluarga   ini
senantiasa  memperoleh  kedudukan  yang mulia dan terpandang
dalam pemerintahan negara. Setelah jatuhnya kerajaan  Moghol
keluarga  ini  tetap  menguasai  daerah  60  pal  sekeliling
Qadian, sebagai suatu kerajaan merdeka. Tetapi  lambat  laun
bangsa  Sikh mulai berkuasa dan kuat, dan dalam pemerintahan
Sikh inilah keluarga Mirza Ghulam menderita kesusahan.
 
Betapa tidak, bukan saja keluarga Mirza  Ghulam  Ahmad  yang
menderita kesusahan di bawah pemerintahan Sikh, bahkan semua
ummat Islam mengalami penderitaan juga. Namun satu hal  yang
perlu  diulang  kembali  dari pengalaman-pengalaman keluarga
Mirza Ghulam Ahmad yaitu bahwa kerajaannya yang merdeka  itu
ditengah-tengah kekuasaan Sikh, mulai mendapat cobaan-cobaan
yang beruntun. Diceriterakan oleh Ahmadiyah  bahwa  beberapa
suku  bangsa  Sikh dari Ramgarh setelah mereka bersatu mulai
berperang dengan keluarga ini, yakni keluarga Mirza  Ghulam.
Selama   itu   buyut   dari   Mirza   Ghulam   Ahmad   tetap
mempertahankan diri dari  serangan  musuh.2  Ahmadiyah  juga
mengutip dari bukunya Sir Lepel Griffin "Punjab-Chiefs" yang
menceriterakan tentang keluarga  Hazrat  Ahmad  itu  sebagai
berikut,
 
  "Gul Muhammad dan puteranya Ata Muhammad (buyut-buyut
   Mirza Ghulam Ahmad) terus menerus berperang dengan
   suku-suku Sikh dari Ramgarh dan Kanhis yang menguasai
   daerah-daerah sekitar Qadian." Akhirnya suku-suku Sikh
   itu dapat juga menguasai Qadian dengan jalan mengadakan
   perhubungan rahasia dengan beberapa penduduk Qadian.
   Dan semua anggota keluarga ini ditawan oleh Sikh."3
 
Maka  tammatlah  riwayat  kerajaan  merdeka  keluarga  Mirza
Ghulam  Ahmad. Bersama kaum Muslimin yang lain, keluarga ini
tentu akan  mengalami  penderitaan-penderitaan  yang  hebat.
Sejarah   Islam   sudah   mencatat   bagaimana   kaum   sikh
memperlakukan kaum Muslimin dengan kejamnya. Juga  Ahmadiyah
menceriterakan  cara-cara  mereka bertindak dan Mirza Ghulam
Ahmad  lah  yang   secara   mendetail   mengungkap   kembali
kebuasan-kebuasan  mereka.  Cucu  dari  buyut dan kakek yang
dikalahkan kaum Sikh ini mulai menceriterakan tentang  musuh
besarnya kaum Sikh sebagai berikuti
 
  "Pemerintahan Sikh mencerminkan kegalakan serta
   kebuasan. Adat Istiadatnya ialah merampok dan merampas.
   Mereka sangat benci pada orang-orang Islam. Orang Islam
   tidak dibolehkan menyerukan adzan dengan suara keras.
   Mesjid-mesjid dikuasainya dan mereka gunakan untuk
   membacakan kitab suci mereka yaitu Granth ..." Rasa
   kebencian di kalangan orang-orang Sikh terhadap
   orang-orang Islam tak ada hingganya. Orang-orang Islam
   baik lelaki maupun perempuan bahkan anak-anak mereka
   bunuh dengan sangat kejamnya. Kampung-kampung orang
   Islam mereka musnahkan, perempuan-perempuannya
   diperkosa dan ribuan mesjid telah dimusnahkan."
 
Dan akhirnya mengenai keadaan  yang  mengerikan  itu,  Mirza
Ghulam Ahmad menulis:
 
  "Sampai saat ini kaum Muslimin tak dapat melupakan masa
   yang ngeri itu, ketika orang-orang Islam sangat
   menderita dalam tungku yang dinyalakan oleh
   tangan-tangan kaum Sikh. Oleh karena kebuasan mereka
   bukan saja keduniaan orang Islam yang rusak binasa,
   bahkan keadaan keagamaan mereka telah lebih jelek dari
   itu. Jangankan akan melakukan kewajiban-kewaJiban
   keagamaan, setengah orang telah dibunuh mati
   semata-mata karena menyerukan adzan." (surat siaran
   tgl. 10/7/1900)4
 
Lebih  jauh  Hadrat  Mirza  Ghulam  Ahmad   a.s.,   demikian
Ahmadiyah,   menulis  tentang  kebuasan  kaum  Sikh  sebagai
berikut:
 
  "Barangsiapa yang telah berusia 60 atau 70 tahun tahu
   benar bahwa kita telah mengalami kekuasaan orang Sikh.
   Betapa hebatnya melapetaka yang menimpa kaum Muslimin
   ketika itu bukanlah satu hal yang tersembunyi lagi;
   dengan mengingatnya saja seramlah bulu roma kita dan
   gemetarlah jantung kita. Orang Islam dihalangi
   melakukan amal-ibadat dan kewajiban-kewajiban
   keagamaan, yaitu satu tugas yang mereka anggap lebih
   mulia dari jiwa mereka sendiri. Adzan yang menjadi
   pendahuluan bagi sembahyang itu, tidak mereka bolehkan
   melakukannya dengan suara keras. Kalau kedengaran
   seorang muadzdzin mengucapkan "Allahu Akbar" dengan
   keras walaupun tidak disengaja mereka membunuh
   muadzdzin itu. Begitu pula mereka berlaku
   sewenang-wenang dalam soal-soal yang dihalalkan oleh
   Islam. dalam suatu peristiwa penyembelihan seekor sapi
   telah dibunuh 5000 (lima ribu) orang Islam yang tak
   berdaya itu. Seorang sayid yang karena menggores
   sedikit kulit sapi dengan ujung pedangnya, akan
   dibunuh, tapi tak jadi, hanya tangan sayid itu
   dipotong. Mesjid-mesjid mereka jadikan tempat minum
   ganja, dan tempat kuda mereka." (perselah pertemuan
   untuk mendoa Desember th. 1900)5
 
Demikian kejahatan-kejahatan kaum  Sikh  yang  diceriterakan
kembali  oleh  Mirza  Ghulam Ahmad dan Ahmadiyahnya. Sungguh
suatu malapetaka yang tiada  taranya,  suatu  musibah  besar
kaum Muslimin India abad 19 masehi.
 
Akan  tetapi di dalam bencana, malapetaka, dan musibah besar
yang  menghantam  kaum  Muslimin  itu,   terdapatlah   suatu
kejadian  vang  ajaib,  unik dan menarik. Dimanakah letaknya
keajaiban itu? Jika kita menyusuri kembali  jalan  kehidupan
keluarga  Mirza Ghulam Ahmad baik pada masa berperang dengan
kaum Sikh  maupun  sesudahnya,  maka  disitulah  letak  dari
keajaiban  itu  terjadi.  Sebagaimana diketahui para sesepuh
Mirza Ghulam adalah orang Islam  yang  taat  pada  agamanya.
Kedua,  mereka  memiliki  satu  kerajaan  merdeka yang cukup
lumayan daerah  kekuasaannya.  Dan  ketiga,  keluarga  Mirza
Ghulam  ini bertempur melawan kaum Sikh dengan gigih. Dengan
sendirinya, baik keluarga Mirza  Ghulam  Ahmad  maupun  kaum
Sikh,    kedua-duanya    memandang   masing-masing   sebagai
musuh-besarnya. Maka ketika peperangan antara  keduanya  itu
berakhir   dan   kemenangan  berada  di  pihak  Sikh  dengan
menguasai Qadian dan menawan seluruh keluarga  Mirza  Ghulam
Ahmad  maka  apakah  gerangan  kiranya  yang  akan dilakukan
bangsa Sikh yang biadab itu terhadap keluarga  Mirza  Ghulam
Ahmad?
 
Pasti dan tidak ayal lagi tungku yang dinyalakan oleh bangsa
Sikh untuk menggoreng keluarga Mirza ini  akan  lebih  hebat
nyala  apinya.  Bayangkanlah,  jika hanya karena adzan keras
seorang Muslim dibunuh. Karena  menyembelih  sapi,  limaribu
Muslimin  dibunuh,  maka  apakah  yang terjadi jika Muslimin
keluarga Mirza Ghulam Ahmad  ini  bermusuhan  dan  berperang
dengan  kaum Sikh? Jelas sekali dan tidak ada rasa ragu-ragu
lagi untuk menyatakan, bahwa tidak seorangpun dari  keluarga
Mirza Ghulam Ahmad akan luput dari kematian yang mengerikan.
 
Akan tetapi apa yang terjadi, sungguh diluar logika manusia,
diluar dugaan  dan  diluar  kepastian  yang  mesti  terjadi.
Itulah  sebabnya  ada  keajaiban telah terjadi pada keluarga
Mirza  yang  tertawan  itu.  Dan   inilah   keajaiban   itu.
Bashiruddin  Mahmud  Ahmad  putera Mirza Ghulam menceritakan
sejarah keluarganya sesaat sesudah mereka  jatuh  ke  tangan
bangsa Sikh, sebagai berikut:
 
  "Setelah semua keluarga ditawan oleh Sikh, maka selang
   beberapa hari kemudian, keluarga ini diizinkan untuk
   meninggakan daerah Qadian, dan mereka lalu pergi ke
   kesultanan Kapurtalah dan tinggal 16 tahun lamanya
   disana."6
 
Bayangkanlah  sekali  lagi,  bagaimana  bisa  terjadi   itu?
Keluarga  Mirza  Ghulam  Ahmad musuh besarnya kaum Sikh yang
kalah perang dan tertawan diizinkan untuk pergi begitu saja.
Bagaimana  itu  bisa  terjadi,  apa  karena  kaum Sikh sudah
berhasil memiliki  kerajaan  keluarga  Mirza,  yang  60  pal
sekeliling  Qadian itu? Ataukah suatu mu'jizat telah terjadi
pada keluarga Mirza karena dari keluarga ini akan lahir sang
Brahman avatar atau sang Kreshna Mirza Ghulam Ahmad?
 
Pertanyaan-pertanyaan   tersebut   tidak   perlu   dicarikan
jawaban-jawabannya, sebab jika masih akan dijawab jua,  maka
jawab  dari  soal-soal  itu adalah: "nonsense" belaka. Namun
jika  hendak  dicari  jawaban  atas  soal-soal   itu,   maka
Ahmadiyahlah   yang   akan   menjawabnya.   Dalam   hal  ini
Bashiruddin Mahmud  Ahmad  yang  menjawab:  Apa  yang  telah
disampaikan  oleh  Bashiruddin  bukan  soal keajaiban, bukan
karena kaum Sikh memiliki 60 pal kerajaanya bukan karena ada
mu'jizat,  dan  juga  bukan  karena  akan lahir Sang Kreshna
Mirza Ghulam Ahmad, melainkan suatu jawaban yang wajar saja.
 
Sebelum  sampai  pada  jawabannya,  sejarah   bisa   menarik
kesimpulan  yang konkrit dari pengalaman-pengalaman keluarga
Mirza Ghulam  Ahmad  ini.  Jika  kaum  Sikh  telah  membunuh
anak-anak,   kaum   wanita  dan  muslimin  begitu  kejamnya,
sedangkan  keluarga  Mirza  Ghulam  Ahmad   yang   berperang
diizinkan   pergi  begitu  saja,  maka  sejarah  tidak  akan
ragu-ragu untuk menyatakan bahwa sebenarnya  keluarga  Mirza
Ghulam  Ahmad  tidak pernah mengangkat senjata dan berperang
melawan Sikh. Jika mereka pernah  mengangkat  senjata,  maka
mereka  hanya  mengangkat  senjata di dalam bentengnya saja,
seolah-olah menunggu kaum Sikh. Dan  jika  kaum  sikh  telah
sampai   di   Qadian,   maka  keluarga  Mirza  ini  langsung
menyarungkan pedangnya kemudian  menyambut  kedatangan  Sikh
dan menyilahkan masuk dan memiliki kerajaannya. Hanya dengan
sikap inilah mungkin kaum  Sikh  bisa  lunak  pada  keluarga
Mirza  Ghulam  Ahmad.  Andaikata  sikap itu belum memastikan
lunaknya kaum  Sikh,  maka  sejarah  akan  menyatakan  bahwa
sebenarnya keluarga Mirza Ghulam Ahmad adalah sekongkol kaum
Sikh yang membantu dan bahu membahu ketika berhadapan dengan
pasukan  sabillillah  pimpinan  syed  Ahmad  Berelvi. Apakah
tidak mungkin dari golongan-golongan  Muslim  yang  membalik
membantu  Sikh  dalam  peristiwa  pertempuran  Balakot  itu,
terdapat golongan keluarga Mirza Ghulam?
 
Akan tetapi demi  kepentingan  argumentasi  Ahmadiyah,  maka
pernyataan-pernyataan  sejarah  itu lebih baik ditinggalkan,
sebagai sangkaan-sangkaan belaka.  Dengan  demikian  sejarah
belum  mempunyai  suatu kepastian tentang apa sebab-sebabnya
kaum Sikh tidak mengganggu sama-sekali keluarga Mirza Ghulam
Ahmad.
 
Masih  merupakan  satu  soal dalam sejarah, dimana Ahmadiyah
juga tidak mau  menjawabnya.  Namun  demikian  hal-hal  yang
tersembunyi,  pada  suatu saat akan dibuka dengan jelas oleh
waktu  dan  keadaan.  Pengalaman-pengalaman  keluarga  Mirza
Ghulam Ahmad setelah diizinkan pergi ke Kapurtalah selama 16
tahun disana, merupakan kunci pembuka dari tertutupnya  soal
yang hampir-hampir tidak bisa diketemukan oleh sejarah Islam
itu.
 
Diceritakan oleh Bashiruddin  Mahmud  Ahmad,  bahwa  setelah
datang zaman kekuasaan dari maharaja RANJIT SINGH yang dapat
menguasai semua raja-raja kecil, maka maharaja Ranjit  Singh
mengembalikan  sebahagian  dari  harta-benda pada ayah Mirza
Ghulam Ahmad, yakni  Ghulam  Murtaza  yang  berjasa  bersama
saudara-saudaranya bekerja dalam tentara maharaja tersebut.7
Pada halaman berikutnya,  Bashir  mengatakan  bahwa  sesudah
Ranjit Singh berkuasa, maka ia lalu memanggil kembali Ghulam
Murtaza ke Qadian, dan mengembalikan sebahagian dari warisan
kekayaan  kepadanya.  Oleh  karena itu Ghulam Murtaza dengan
saudara-saudaranya masuklah dalam  tentara  kerajaan  Ranjit
Singh,  dan menjalankan kewajiban-kewajiban yang berharga di
tapal batas kasmir dan tempat-tempat lain.8
 
Dari dua cerita yang agak berbeda  itu,  yang  lebih  tampak
kebenarannya   adalah  cerita  yang  pertama.  Yaitu  karena
keluarga Mirza Ghulam  Ahmad  telah  berjasa  dalam  tentara
maharaja  Ranjit  Singh, maka mereka peroleh kembali sebagai
hadiah mengabdi, sebagian  dari  kekayaannya.  Ranjit  Singh
adalah  orang  Sikh  yang  jelas-jelas  memusuhi  Islam  dan
ummatnya. Suatu pengabdian keluarga Muslimin pada kaum  Sikh
adalah   perbuatan-perbuatan   yang  hina.  Ahmadiyah  telah
memberi predikat baik pada raja Ranjit Singh ini.  Dikatakan
oleh  Ahmadiyah  bahwa  pemerintah  Ranjit  Singh  di  zaman
kejayaannya dianggap satu  kerajaan  yang  agak  baik;  akan
tetapi  pemerintahan Sikh yang sebelum dan sesudah itu boleh
dikatakan   betul-betul   pemerintahan   yang   mencerminkan
kegalakan dan kebuasan bangsa Sikh.9
 
Ulasan Ahmadiyah itu hanya suatu tipuan kata-kata saja. Agak
baiknya raja Ranjit Singh oleh karena keluarga Mirza  Ghulam
Ahmad  termasuk  dari  tentara  sewaannya.  Dan agak baiknya
lagi, oleh karena kekayaan keluarganya dikembalikan.  Diluar
keluarga  Ahmadiyah sesepuh Mirza Ghulam itu, pasukan Ranjit
Singh akan selalu berhadapan dengan kaum Muslimin  yang  tak
berdaya  itu,  dan seenaknya melakukan pembunuhan-pembunuhan
yang kejam.
 
Lebih lanjut peranan apakah yang  dilakukan  keluarga  Mirza
Ghulam  Ahmad  sesudah  pemerintahan  Ranjit  Singh Berakhir
(1839)? Menurut Ahmadiyah pemerintahan Sikh  sesudah  Ranjit
Singh  merupakan  pemerintahan  yang galak dan buas terhadap
kaum Muslimin.10 Maka sudah sewajarnya bila  keluarga  Mirza
akan   menarik   diri  dari  ketentaraan  Sikh.  Namun  pada
kenyataannya keluarga Mirza  tetap  berdinas  dalam  pasukan
Sikh  itu.  Satu  keluarga yang sudah terlanjur berbuat hina
dengan jalan mengabdi pada bangsa  musyrik  yang  anti  pada
Islam,  seperti  yang  dilakukan  oleh keluarga Mirza Ghulam
Ahmad ini, maka darah yang mengalir dalam tubuh mereka  akan
meninggalkan  noda-noda  yang kekal. Dari darah yang bernoda
itu akan menonjolkan watak-watak: menggunting dalam lipatan,
menohok   kawan   seiring   bahkan   memamah   daging-daging
saudaranya.
 
Keluarga Mirza Ghulam Ahmad adalah contoh  yang  jelas  dari
watak-watak itu. Pada waktu pemerintahan Sikh sesudah Ranjit
Singh,  yakni  pada  zaman  Nao  Nihal  Singh,  waktu  pusat
kerajaan berada di Lahore, Ghulam Murtaza, ayah Mirza Ghulam
Ahmad, selamanya memegang jabatan dalam tentara  raja  Nihal
Singh  tersebut.11  Dalam  tahun  1841, ia dikirim ke daerah
Mandi dan Kulu beserta jendral Ventura. Pada tahun  1842  ia
memimpin   tentara   yang  dikirim  ke  Peshwar,  dan  dalam
kerusuhan di Hezarah ia berjasa besar.  Dalam  pemberontakan
tahun  1848;  ia  tetap  setia  pada  pemerintah dan beserta
saudaranya  Ghulam  Muhyiddin  ikut  membantu  pemerintah.12
Perlu  diketahui  bahwa  jenderal  Ventura  adalah  jenderal
berkebangsaan Perancis yang bersama pasukannya  disewa  oleh
Ranjit  Singh  maupun raja Sikh sesudahnya, untuk menghantam
kaum  Muslimin.  Mereka,  pasukan   gabungan   Sikh   dengan
pasukan-pasukan sewaannya yang dipimpin jenderal Ventura itu
memukul hebat pasukan Mujahidin Muslimin pada pertempuran di
Panjtar.13  Dalam pasukan Ventura itulah Ghulam Murtaza ayah
Mirza dan saudaranya  mengabdi.  Pengabdian  pada  musyrikin
yang anti Islam dengan jalan membunuh sesama saudaranya yang
dilakukan keluarga Mirza itu adalah merupakan  pengkhianatan
pada Islam, pengkhianatan pada ALLAH dan RASUL-NYA.
 
Jika   demikian   keadaan   keluarga   Mirza  Ghulam  Ahmad,
mungkinkah dari keluarga  yang  berkhianat  pada  Allah  dan
Rasul-Nya,  lahir  seorang Mujaddid Islam, seorang Reformer,
seorang Imam zaman?
 
Catatan kaki:
 1 Bashiruddin Mahmud Ahmad, Riwayat Hidup Hz. Ahmad a.s.,
   hal. 3.
 2 Bashiruddin Mahmud Ahmad, riwayat Hazrat Ahmad a.s.,
   hal. 3/4.
 3 idem
 4 Abu Bakar Ayub, Bantahan Lengkap Terhadap Tuduhan
   majallah Gema Islam, I Juli 1962 atas Jemaat Ahmadiyah
   dan pendirinya, Jakarta, Jemaat Ahmadiyah Indonesia,
   1962, hal 28/29.
 5 idem
 6 Bashiruddin Mahmud Ahmad, Riwayat Hazrat Ahmad a.s.,
   hal. 5.
 7 Bashiruddin, Riwayat Hazrat Ahmad, hal. 5.
 8 idem, hal. 7.
 9 M. Abdul Hayee H.P., Ahmadiyah dan Inggris, 1969, Djemaat
   Ahmadiyah Indonesia, Bandung, hal. 8.
10 idem
11 Bashiruddin Mahmud Ahmad, riwayat Hazrat Ahmad, hal. 7/8.
12 idem
13 Jamiluddin Ahmad, Early Phase of Muslim Political
   Movement, 1967, Publishers United Ltd, Lahore, hal. 22:
   (The Sikh led by the French General Ventura, who was in
   the service of Ranjit Singh; launched an offencive
   against the Mujahidin at Panjtar).
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team