Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

MIRZA GHULAM TOKOH PENJELMAAN
 
Lebih banyak lagi  kita  mengenal  tumpukan  pangkat,  gelar
maupun  ibarat-ibarat yang dimiliki Mirza Ghulam Ahmad, maka
kita akan lebih meyakini letak hakiki dari  tokoh  Ahmadiyah
itu dalam sejarah Islam. Tidak lebih kalau kita mengumpulkan
seluruh pangkat yang  ada  dalam  sejarah  kerohanian  semua
Agama, maka Mirza Ghulam Ahmad merupakan juara, baik sebagai
kolektor maupun sebagai pemilik dari hasil-hasil  koleksinya
itu. Ia berkata tentang dirinya:
 
  "Akulah hajar aswad yang dimiliki bumi ini, aku dicium
   ummat manusia guna memperoleh berkahnya."1
 
Selanjutnya Mirza mengaku  sebagai  khalifah  akhir  zaman,2
juga  bergelar  sebagai  Guru Jagat3 yakni guru bagi seluruh
ummat manusia. Karena sifatnya  yang  meliputi,  maka  Mirza
Ghulam  Ahmad  mengambil  langkah-langkah  baru  agar  dapat
memperoleh simpati dari ummat Hindu dan  Buddha.  Untuk  ini
Mirza Ghulam berkata:
 
  "Sebagaimana kita ketahui di negeri India, seorang nabi
   telah lama pergi beberapa abad yang silam, yakni yang
   dikenal dengan nama: Krishna. Ia juga dipanggil,
   Ruvaddar Gowpal, si perusak sekaligus juga si
   pembangun, nama itu semua juga diberikan padaku. Sejak
   waktu itu bangsa Arya menanti-nanti kedatangan kembali
   sang Kreshna. Maka ketahuilah, aku inilah Sang Kreshna.
   Tuhan telah memberi kabar padaku bahwa Kreshna yang
   sedang dinanti-nantikan kedatangannya itu, tidak lain
   adalah aku raja bangsa Aryan."4
 
Mirza Ghulam Ahmad menerangkan bahwa dari  gelarnya  sebagai
Ruvaddar  yakni  si perusak tidak lain bahwa ia adalah orang
yang  akan  membunuh  musuh-musuhnya  dengan   dalih   serta
alasan-alasan  yang  kuat.  Dengan  pengertian yang demikian
itu, maka  Mirza  Ghulam  Ahmad  telah  merobah  makna  asal
daripada  kata-kata  Ruvaddar  atau sang Perusak sebagaimana
yang terdapat dalam agama Hindu.
 
Kedudukannya sebagai raja bangsa Aryan dan sekaligus sebagai
Kreshna,  menurut  Ahmadiyah  telah dinubuwatkan dalam kitab
suci kaum Hindu, dimana dikatakan bahwa  akan  datang  kelak
seorang  Autar  yang  mempunyai  spirit dan martabat seperti
Kreshna,  atau  sebagai  buruz  dari  padanya,   dan   sudah
dipastikan,  demikian  Mirza  Ghulam,  bahwa aku inilah sang
Kreshna.
 
Untuk lebih meyakinkan  terhadap  kedudukannya  itu,  putera
Mirza,   Bashiruddin  M.A.  pernah  mengatakan  bahwa  Tuhan
sendirilah  yang  mewahyukan  pada  Mirza  bahwa  ia  adalah
Kreshna. Antara lain Tuhan menurunkan wahyu:
 
  "Engkau ya Mirza adalah Kreshna, namaku telah
   dinyanyikan dalam kitab suci Gita."5
 
Peristiwa diatas tersebut, yakni turunnya wahyu  pada  Mirza
sebagai  sang  Kreshna,  mempunyai  keistimewaan  yang perlu
digarisbawahi. Mula-mula Tuhan sendirilah  yang  mengabarkan
bahwa  dalam  kitab  suci  Gita  pujian terhadap Mirza telah
dinyanyikan. Dan yang  menarik  lagi  bahwa  wahyu  di  atas
disampaikan  pada  Mirza  Ghulam  oleh  Tuhan,  dalam bahasa
India. Maka tidak ragu-ragu  lagi  kalau  orang-orang  India
akan meyakini kabar tersebut! Dengan kata lain, Mirza Ghulam
Ahmad maupun puteranya dan alirannya ingin menunjukkan sikap
berbaik  hati  dan  bertoleransi  bahkan  telah beriman pula
terhadap kitab suci kaum Hindu. Bukankah Tuhan  Mirza  alias
Tuhannya  ummat  Islam,  yang  menyebut-nyebut "Gita," kitab
suci  orang-orang  Hindustan  itu?  Apakah  Ahmadiyah   akan
mengatakan  bahwa  Tuhannya  Mirza juga menyebut-nyebut nama
kitab  suci  golongan  Kristen,  yakni  kitab  Beibel  untuk
kepentingan Mirza Ghulam?
 
Mungkin  kalau  Mirza  Ghulam  yang  berkompromi dengan kaum
Hindu, itu masih bisa diterima, akan tetapi kalau Tuhan yang
berbuat  demikian  untuk  diri  Mirza,  maka jelas sudah itu
hanya suatu obrolan kosong. Lebih menarik  lagi  jika  Tuhan
sampai-sampai menurunkan wahyu pada Mirza dengan kata-kata:
 
  "Engkau juga adalah Brahman Avatar, dan engkau adalah
   seorang yang telah dinubuwatkan semua nabi-nabi."6
 
Terus-menerus tiada henti-hentinya,  Mirza  Ghulam  menyusun
seluruh  pangkat  dan  gelar-gelarnya.  Ia juga seorang yang
digelari  Rahmat  Mujassam,  yakni  rahmat  untuk  keluarga,
rahmat   untuk  kawan,  rahmat  untuk  musuh,  rahmat  untuk
tetangga, pembantu-pembantu, peminta-peminta dan untuk ummat
manusia.7  Rahmat  (?)  yang diberikan pada musuh, tetangga,
dan ummat manusia oleh Mirza,  akan  merupakan  cerita  yang
menarik dan sangat mengesankan.
 
Selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad dikenal juga sebagai Sultanul
Kalam, yakni raja di raja penulis yang karya-karyanya  tiada
tolok  bandingannya.8  Sebagai  Sultanul-kalam, Mirza Ghulam
ternyata memiliki mu'jizat bahasa  Arab  dan  untuk  ini  ia
mengajukan  tantangan pada siapa saja yang berani menandingi
keistimewaan  bahasa  Arabnya.  Bashiruddin   Mahmud   Ahmad
berkata:
 
  "Tuhan telah mengkurniai Mirza Ghulam Ahmad ilmu bahasa
   Arab yang luar-biasa, bahkan tidak dapat ditandingi
   sekalipun oleh mereka yang empunya bahasa itu sendiri.
   Untuk menyebarluaskan permaklumannya itu, ia telah
   menulis dan menerbitkan buku-buku dalam bahasa Arab
   kemudian menantang musuh-musuhnya, termasuk
   penulis-penulis di negeri Arab, Mesir dan Syria,
   andaikata mereka ini masih meragukan kedudukan Mirza
   Ghulam Ahmad. Tentu saja jawaban atas tantangannya
   harus dengan bahasa Arab pula. Namun kalau dilihat pada
   karya-karya Mirza, bagaimana keindahan sastranya,
   syair-syairnya, dan kehebatan serta kepadatan maknanya,
   maka tidak seorangpun yang akan berani muncul sebagai
   penantangnya. Buku-buku hasil karyanya itu sampai
   sekarang masih ada, dan kami masih membuka front bagi
   siapa yang berminat menandinginya."9
 
Siapa pula yang berani menantang bahasa Arab  Mirza  Ghulam?
Tidak  seorangpun  yang menjawab tantangan itu! Bahkan, kata
Ahmadiyah melanjutkan, juga syed Rasyid  Ridha  yang  pernah
mendapat  tantangan  itu,  tidak  berani  menjawabnya.10 Apa
sebab Mirza Ghulam Ahmad konon  menguasai  bahasa  Arab  tak
terkalahkan? Ahmadiyah menjawab:
 
  "Perbendaharaan kata-kata beliau bertambah secara
   sangat ajaib, 40.000 kata dasar diperoleh Mirza Ghulam
   hanya dalam waktu satu malam saja!"11
 
Akhirnya Bashiruddin M.A. putera Mirza Ghulam itu, berkata:
 
  "Kemu'jizatan bahasa Arab Mirza Ghulam Ahmad, menyamai
   kemu'jizatan Al-Qur'an ul-Karim."12
 
Jika demikian kedudukan bahasa Arab Mirza  Ghulam,  maka  ia
benar-benar  raja  di  raja  pena. Apakah ia juga raja untuk
bahasa  Urdu,  Parsi  dan  Inggris?  Kita  akan  tahu  kelak
bagaimana  contoh  dari bahasa Arabnya Mirza Ghulam yang tak
terkalahkan itu.
 
Dan yang paling menarik dari  kehebatan  bahasa  Arab  Mirza
Ghulam  Ahmad,  ialah  sebagaimana  yang diceritakan sendiri
olehnya,  bahwasanya  segala  yang  diucapkan  Mirza  Ghulam
adalah     ayat-ayaf     suci     yang     diawali    dengan
Bismillahir-Rahmanir-Rahim,   serta   meyakini   isi    dari
ayat-ayatnya   sebagaimana  meyakini  ayat-ayat  Al-Qur'anul
Karim.13 Itulah ciri-ciri khasnya bahasa Arab Mirza.
 
Masih meneruskan tentang pangkat-pangkatnya, dikatakan  oleh
Ahmadiyah  maupun oleh Mirza sendiri, bahwa dari sudut tugas
memperbaiki keadaan ummat  dan  membereskan  masalah-masalah
yang   dipertikaikannya  baik  yang  menyangkut  Sunnah  dan
Hadits, beliau  Mirza  Ghulam  Ahmad  adalah  Imam  Mahdi.14
Kemudian  dilihat  dari  sudut  tugas  menghadapi Dajjal dan
fitnah-fitnahnya yang hebat di akhir  zaman  ini  dan  tugas
menghadapi  musuh-musuh  Islam  dengan keterangan-keterangan
yang nyata dan tak terpatahkan, beliau adalah Al-Masih  yang
dijanjikan.
 
Perihal  kedudukannya  sebagai  Al-Masih  itu,  oleh  karena
munculnya  di  kalangan  Islam,  maka  Mirza  Ghulam   Ahmad
bergelar Al-Masih Al-Muhammady, sebab Al-Masih yang pertama,
yakni  Isa  Al-Masih  adalah  Al-Masih  Al-Israeli.15  Mirza
Ghulam   Ahmad   ternyata   masih  menggosok-gosokkan  lampu
aladinnya, atau ia semacam lipan berkaki  seribu,  ambisinya
untuk  memiliki seluruh pangkat kerohanian, masih disusunnya
lagi. Dan inilah  klimax  dari  cita-citanya.  Mula-mula  ia
mengaku  sebagai  Nabi,  akan tetapi bukan Nabi yang membawa
syari'at melainkan sebagai  Nabi  Ummati,  yakni  nabi  dari
ummatnya  nabi  Muhammad  s.a.w.  Sebagai nabi ummati, Mirza
Ghulam bisa juga memakai  gelar-gelar  seperti:  nabi  ghair
tasy'ri',   nabi  buruzi,  nabi  zilli,  nabi  majazi,  nabi
lughowi, yang kesemuanya hanya menunjukkan sebagai  bayangan
atau pantulan atau nabi dari ummat nabi Muhammad s.a.w.
 
Akan   tetapi  karena  Mirza  memiliki  lampu  Aladdin,  apa
kehendaknya pasti terkabul. Bahkan ternyata  ia  bukan  saja
sebagai  nabi  bayangan  tetapi  sebagai  nabi  yang membawa
dekrit dari Tuhan yang mungkin disetarakan dengan syari'at.
 
Last but not least, Mirza Ghulam ternyata mengangkat dirinya
sebagai  Rasul  Allah  dengan sekaligus memperolen sanjungan
s.a.w. (sallallahu alaihi wasallam).16
 
Apa lagi yang belum menjadi miliknya? Ternyata  Mirza  masih
mengumpulkan  lagi pangkat-pangkat yang luar-biasa. Ia harus
menjadi segala-galanya. Ia berkata dengan bangga:
 
  "Sesungguhnya Allah telah memberiku semua nama-nama
   dari para Nabi."17
 
Yakni  bahwa  Mirza  Ghulam  Ahmad  boleh  dipanggil  dengan
panggilan nama-nama semua nabi.. Sesungguhnya, berkata Mirza
Ghulam:
 
  "Bukan saja, aku ini dipanggil dengan nama Isa anak
   Maryam, bahkan semua nabi baik nama mereka maupun
   martabat mereka telah aku terima dari Allah. Itulah
   sebabnya sebagaimana yang dijanjikan Tuhan dalam
   Baraheen Ahmadiyya, aku ini adalah Adam, aku Nuh, aku
   Ibrahim, aku Ishaq, aku Ya'kub, aku Ismail, aku Musa,
   aku Daud, aku Isa, anak Maryam, dan aku Muhammad dalam
   arti buruznya."18
 
Dengan martabat para nabi yang ia  miliki  itu,  maka  Mirza
Ghulam Ahmad sanggup menonjolkan beberapa mu'jizat dari para
nabi,  maupun  mengalami  beberapa  peristiwa  seperti  yang
dialami mereka.
 
Satu   nama   lagi  yang  ia  terima  dari  Tuhannya  ialah:
Abdulkadir, entah untuk panggilannya itu ia  sejajar  dengan
sayidina  Abdulkadir  Jaelani,  atau  Abdulkadir  yang lain,
kurang jelas.19
 
Demikianlah cerita tentang nama, pangkat gelar dan kedudukan
yang   dimiliki   Mirza  Ghulam  Ahmad.  Dan  sekedar  untuk
menyegarkan pikiran, inilah keseluruhannya itu: Mirza Ghulam
Ahmad  adalah  kibriti  ahmar,  hajar  aswad pelindung telur
Islam, penjaga kebun Allah, bulan purnama,  satu  Nur,  Guru
Jagat,  Fadhlan  kabiran,  Rahmat  Mujassam, Sultanul kalam,
Raja  Aryan.  Mujaddid,  Mujaddid  Akbar,  Khatamul  Aulia',
Khatamul  Khulafa',  Imam Zaman, Imam Mahdi Al-Ma'hud, Hakim
yang adil,  Al-Masih  Al-Mauud,  nabi  buruzi,  nabi  dengan
dekrit  Tuhan,  Rasul  Allah  s.a.w., Abdulkadir, Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa, Ya'kub, Ishaq, Daud, Ismail,  dan  semua
nabi.  Aku  adalah  Kreshna,  Brahman Avatar, dan aku adalah
Kodrat Tuhan yang berjasad.20 Perihal akhlak dan perangainya
maka  Mirza  GhulamAhmad  adalah:  Seekor  singa jantan yang
tampil ke depan,  pemaaf,  penutup  kekurangan  orang  lain,
pemurah, setia,   rendah hati, sabar, syukur, memadakan yang
ada,  pemalu,  tunduk  mata,  menjaga   diri   dari   segala
keburukan,  rajin, mencukupkan dengan yang dapat, tidak suka
formalitas, sederhana, menyayangi, adab Ilahi,  adab  Rasul,
dan   orang-orang   suci   Agama,   pendamai,   tidak   suka
berlebih-lebihan, suka melaksanakan kewajiban, suka memenuhi
janji,  terampil, bersimpati, suka menyebar agama, mendidik,
indah dalam pergaulan, pengamat harta, berwibawa,  kesucian,
periang,   penyimpan  rahasia,  ghairat,  ihsan,  pemelihara
martabat  orang,  baik   sangka,   bersemangat,   ulul'azam,
penjaga-diri,   tenang  berpikir,  menahan  amarah,  menahan
tangan dan lisan dari perbuatan lancang, berkorban, waktunya
selalu  penuh,  mengatur  perkembangan  ilmu  dan  ma'rifat,
pencinta Tuhan dan RasulNya, pengikut Rasul  yang  sempurna,
mempunyai  daya tarik magnitis, satu daya penarik yang ajaib
disegani, berbakat kecintaan,  katanya  mengesankan,  doanya
makbul.21
 
Itulah  Mirza  Ghulam  Ahmad, tidak ada satu kekurangan lagi
bukan? Itulah keinginannya dan untuk itulah puteranya maupun
pengikut-pengikutnya percaya tanpa reserve. Siapa yang tidak
percaya  dan  tidak  mengakui  sebagai  Imam  Zaman   dimana
tercakup   kenabian  dan  kerasulannya,  maka  matinya  mati
jahiliyah of mati kafir.22
 
Catatan kaki:
 1 Analyst, Facts about Ahmadiyya Movement, 1951,
   Ahmadiyya Anjuman Isha'at-l-Islam, Lahore, hal. 28: (I
   am that Hajar-i-Aswad that has been accepted on this
   earth by the people and is touched by them for
   blessing).
 2 lih. Mirza Ghulam Ahmad, Khutbat-ul-ilhamiyah, hal. 82.
 3 lih. Malik Aziz Ahmad Khan, Jasa Imam Mahdi a.s., hal. 139
 4 lih. The Review of Religions, March 1966, Rabwah,
   hal.79: (we find that in the country known as India, a
   Prophet of God has gone before, in the ages of past,
   who bore the name "Kreshna," he was also called
   Ruvaddar Gowpal (i.e. destroyer, on one side, sustainer
   and developer, on the other). This name too, has
   bestowed on me. Since, therefore, the Aryan people,
   these days, are awaiting the second advent of the Lord
   Krishna, I am that Krishna. I am not making claim
   purely on my own behalf; Allah has revealed to me, time
   and time again, that the Knshna expected to appear
   towards the latter days, was none other than my self -
   King of the Aryans.)
 5 lih.Basharuddin M.A, Ahmadiyya Movement, hal. 4:
   (Brahman av-tar sa mo-kwa-bi-la achha na-heen. Aye
   Krishna dar Go-pal teri meh-ma Geeta men hai. (Thou an
   the Blessed Krishna, the cherisher of Cows, and thy
   praise is chanted in the Gita.)
 6 lih. Bashiruddin M.A., Ahmadiyya Movement, hal.4
 7 lih. Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mau'ud a.s., hal. 47
 8 lih. Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mau'ud a.s. hal. 47
 9 Bashiruddin M.A., Ahmadiyya Movement, hal. 115:
   (..., he made an announcement that God has bestowed
   upon him an extraordinary knowledge of and command
   over, the Arabic language which could not be matched
   even by those whose mother tongue was Arabic. In
   persuance of this announcement he wrote and published
   several books in Arabic and called upon his opponents,
   including the people of Arabia, Egypt, and Syria, if
   they doubted his claim, to write books in Arabic, which
   should, in point of literary style, purity of diction,
   beauty of composition and the excellence and pregnancy
   of meaning, match those written by himself, but none
   has so far dared to take up the challange. The books
   written by him are still extant, and we still claim
   that they cannot be matched, and that God's hand would
   be raised against any person who presumes to make an
   attemp to match (them.)
10 lih. Bashiruddin M.A., Invitation, Rabwah, Ahmadiyya
   Muslim Foreign Missions 1961, hal. 97: (Arabs were
   included in the challenge, one book being specially
   addressed to Syed Rashid Riza of Al-Manar. The Syed did
   not accept the challenge.)
11 lih. Bashiruddin M.A., Invitation, hal. 97: (When
   the Ulama had done their worst, God granted him special
   knowledge of the Arabic language. His vocabulary grew
   miraculously to 40.000 root-words in a single night.)
12 lih. Bashiruddin MA., Invitation, hal. 97. (This
   miracle of language imitates the miracle of the Holy
   Quran. It is a sign of the Promissed Messiah's truth.)
13 lih. Mirza Ghulam Ahmad, al-Istifta', hal.77: (wa
   nu'minu biha kama nu'minu bi kitabillah khaliqil Anaam,
   wahii hadzihi: bismillahirRahmanirRahim)
14 lih. Saleh A.Nahdi, Selayang Pandang Ahmadiyah, hal.
   29, serta hampir semua kitab-kitab Ahmadiyah.
15 lih. Mirza Ghulam Ahmad, al-Khutbat-ul-Ilhamiyah,
   hal. dzal dan hal. zai. Juga oleh sdr. Drs Bahrum
   Rangkuti (sekjen) Departemen Agama pada puisinya yang
   berjudul "Silaturahmi (II)" pada halal bihalal di-Bali
   Room dari masyarakat Sumut 29/12/'69, menyebut Isa a.s.
   sebagai al-Masih al-Israeli.
16 M.G.A., Khutbat-ul-Ilhamiyah, hal. muka, perlunya
   seorang Imam zaman, hal. 32, Tuhfah Bagdad, hal. muka
   dan lainnya.
17 lih. Mirza Ghulam Ahmad, al-lstifta', hal. 82:
   (sammani rabbi ibrahim wa kadzanka sammani bi jama'i
   asmail-anbiya min adam ila khatimurusl)
18 lih. The Review of Religions, Mart 1966, hal.10:
   (But, in the heavenly records. Isa, the son of Mary, is
   not only the name given to me: I have other names as
   well, twenty six years ago, which Allah made me put
   down in the pages of Baraheen-i-Ahmadiyya. There is no
   prophet of God whose name and qualities Allah has not
   bestowed on me. Therefore, as God has promised in
   Baraheen-i-Ahmadiyya, I am Adam. I am Noah, I am
   Abraham, I am Isaac, I am Jacob, I am Ismail, I am
   Moses, I am David, I am Isa, the son of Mary; and I am
   Muhammad, in a sense and manner I call burzi.)
19 lih. Mirza Ghulam Ahmad, Thuhfah Bagdad, Rabwah
   Matba'ah An-Nadrah, 1377, hal 29: (ya Abdulkadir inni
   ma'aka asman wa araa).
20 lih. Mirza Ghulam Ahmad, al-wasiyat-Neraca Trading
   Company-Jakarta 1949, hal . 12
21 lih Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mauud a s, hal. 85/86
22 lih. Mirza Ghulam Ahmad, perlunya seorang Imam
   Zaman, hal. 10/32.
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team