|
di Panggung Sejarah |
|
MIRZA TUKANG LAKNAT Pada suatu hari seorang ulama maulvi sahib dari Aligarh bernama Muhammad Ismail Sahib telah melontarkan tuduhan tuduhan pada Mirza Ghulam Ahmad. Menurut Mirza sendiri ulama tersebut adalah imam dari mesjid Aligarh, seorang sastrawan yang kenamaan. Akan tetapi celakanya, kata Mirza melanjutkan, bahwa ulama itu telah melancarkan tuduhan-tuduhan gila pada Mirza. Ia menggunakan kecurangan dan kebohongan terhadap diri Mirza. Segala fitnahannya itu telah diterbitkan oleh sahabat Mirza Ghulam Ahmad bernama dokter Jamaluddin.1 Maulvi Muhammad Ismail Sahib dalam fitnahannya menuduh Mirza Ghulam Ahmad dengan kata-kata: "Orang ini, yakni Mirza, sama sekali tidak berwenang dan tak mencapai apa-apa dalam lapangan sastra." Mendengar tuduhan Ismail sahib itu, Mirza bangkit marahnya spontan menjawab: "O, tuan, saya tidak mendakwai suatu kearifan atau ilmu tentang dunia ini; apakah yang saya buat dengan ilmu kelicikan duniawi itu, tetapi bagi saya satu hal saja sudah cukup yakni bahwa kemurahan tuhanku telah datang membantu saya dan memberkati saya dengan ilmu pengetahuan yang tak berasal dari sekolah atau sekolah tinggi manapun juga, melainkan dari Guru dari langit jua. Jika saya buta-huruf bagaimana kehormatan saya direndahkan karenanya? Bahkan sebaliknya itu adalah kebanggaan bagi saya sebab bukan saja pengajar saya melainkan juga pengajar seluruh makhluk-makhluknya sendiri (yakni Nabi Muhammad) adalah seorang buta huruf atau ummi." Jelasnya Mirza Ghulam Ahmad tidak merasa terhina dengan tuduhan Ismail Sahib itu, sebab ia tidak belajar dari sekolah tapi dari langit jua. Itulah kemuIiaan sebagaimana yang diterima setiap nabi. Kemudian Maulvi Muhammad Ismail Sahib meneruskan tuduhan-tuduhannya pada Mirza Ghulam Ahmad dengan perkataan perkataannya yang tajam: "Saya tidak dapat percaya bahwa orang itu (Mirza) juga menulis karangan-karangan yang baik." Maka Mirza Ghulam Ahmad dengan emosi tak tertahankan menangkis kata-kata lawannya itu dengan jawaban-jawaban lantang: "Tak mengherankan kalau saudara tak percaya sebab kepercayaan seperti itu tak tercapai oleh orang-orang kafir yang melihat sendiri nabi suci sekalipun dan jika mereka itu tidak diberi malu, keunggulan nabi suci tak akan dapat jadi terang atau nyata bagi mereka... Dan apa yang keluar dari mulut Maulvi Sahibpun boleh jadi benar juga, sebab tidak syak lagi kata-kata Qur'an suci jauh melebihi kemampuan akal nabi di dalam hal gaya bahasanya pilihan kata-katanya dan kearifannya... Demikian pula buku-buku yang dikarang dan juga diterbitkan oleh hamba yang hina ini sesungguhnya hasil dari bantuan Ilahi dan buku-buku itu sungguh melampaui kecakapan dan kemampuan yang sebenarnya dari pada hamba yang hina ini... Bahwa ada orang yang berkata kemudian bahwa buku-buku ini bukan hamba yang mengarangnya." Terasa legalah bagi Mirza Ghulam setelah seluruh emosi kemarahannya terlontarkan pada Ismail Sahib. Padahal tanpa mengeluarkan kemarahan demikian Mirza Ghulam seharusnya sudah lega dengan serangan lawannya itu. Bukankah ia sudah diidentikkan nasibnya dengan nabi Muhammad s.a.w.? Perbedaannya di sini ialah bahwa pada zaman Mirza yang meragukan maupun yang membantah ialah seorang muslim, bukan seorang kafir. Bagi Ismail Sahib sendiri, la tidak menghentikan serangannya sampai di situ melainkan ia bertambah gencar serangannya. Berkata Ismail pada Mirza: "Sayid Ahmad seorang Arab yang saya kenal sebagai seorang yang berkata benar..., setelah hadir pada setiap kesempatan yang penting untuk menguji dan menyelidiki dia (Mirza Ghulam) maka dia (sayid) itu berpendapat bahwa dia (Mirza Ghulam) memiliki tenaga-tenaga sihir dan menggunakan tenaga itu" Mau apa lagi Mirza Ghulam Ahmad? Empat belas abad yang silam nabi Muhammad s.a.w. dituduh juga sebagai seorang yang memiliki tenaga sihir dan menggunakan tenaga itu. Seharusnya Mirza Ghulam lebih lega lagi dengan tuduhan itu. Akan tetapi dengan kemarahannya yang meluap berkata: "Mari kita panggil anak-anak lelaki kamu dan anak-anak lelaki kami dan perempuan-perempuan kamu dan perempuanperempuan kami dan orang-orang kamu dan orang-orang kami, kemudian baiklah kita berdo'a dengan sungguh-sungguh dan memohon laknat Allah atas pendusta." Ismail Sahib tidak ambil-pusing dengan panggilan anak-anak kamu dan anak-anak kami itu, melainkan ia terus melancarkan serangannya pada Mirza dengan berkata: "Kalau saya memikirkan kalimat-kalimat yang diwahyukan padanya maka saya sekali-kali tak dapat percaya bahwa kalimat-kalimat itu wahyu." Ada-ada saja yang dituduhkan Ismail pada Mirza Ghulam; dengan sendirinya kalau ia tidak percaya pada kenabian Mirza Ghulam Ahmad, bagaimana ia bisa percaya pada kalimat-kalimat wahyunya itu? Namun demikian tuduhan sudah terlanjur dilontarkan dan bagi Mirza sendiri tidak ada alternatip lain selain melabrak lawannya itu dengan pukulan-pukulan yang jitu. Mirza Ghulam Ahmad berkata: "Tentu saja, keturunan-keturunan yang tentang mereka itu tuhan berkata: Dan mereka itu menolak pekabaran-pekabaran kami dengan mendustakannya. Keturunan-keturunan itupun tidak percaya. Fir'aun tidak percaya; alim ulama dan orang farisi (orang-orang munafik di zaman nabi Isa) tidak percaya; Abu Jahal dan Abu Lahab tidak percaya." Maka Ismail Sahibpun termasuk dari keturunan-keturunan yang tidak percaya itu. Celakalah ulama Islam dari Aligarh ini, ia telah dipersamakan dengan kaum kafir zaman nabi. Akan tetapi bagi Ismail Sahib sendiri, ia mempunyai alasan kuat untuk tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad, baik sebagai nabi maupun sebagai Al Masih Al-Mauud. Itulah sebabnya ia masih suka melancarkan serangannya untuk Mirza Ghulam Ahmad yang pemarah itu. Ia berkata pada Mirza: "Bahwa ia Mirza Ghulam Ahmad mengaku dirinya penerima ilham atau wahyu itu tidak selaras dengan kuasa ghaib dan menjawab dengan berkata: bahwa orang yang menolak harus datang melihat adalah suatu alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan." Mirza Ghulam Ahmad menjawab: "Perkara-perkara ini bukan dari seorang manusia melainkan dari DIA... maka pemuja kebenaran yang manakah dapat menolaknya sebagai perkara-perkara palsu?" Demikian beberapa tuduhan Ismail Sahib pada Mirza Ghulam Ahmad yang sangat mirip dengan tuduhan kaum kafir pada nabi Muhammad s.a.w. Suatu kebahagiaan buat Mirza jika ia menerima tuduhan itu apa adanya. Bukankah ia senasib dengan nabi? Catatan kaki: 1 Mirza Ghulam Ahmad, Kemenangan Islam, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta, 1960, hal. 31. --------------------------------------------- Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah Abdullah Hasan Alhadar PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980 Jln. Tamblong No.48-50, Bandung Telp. 50708, 57177, 58332 |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |