Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

YESUS INDIA (INKARNASI SRINAGAR)
 
Pada waktu Ismail  Sahib  melancarkan  tuduhan-tuduhan  pada
Mirza  Ghulam,  orang  yang  terakhir ini sudah berada dalam
puncak kemuliaannya. Di samping pangkatnya sebagai Al-Mahdi,
nabi, ia terkenal pada pengikut-pengikutnya sebagai Al-Masih
Al-Mau'ud pula. Perihal dirinya sendiri, Mirza berkata:
 
  "Saya keelokan yang elok dalam abad ini, barangsiapa
   meninggalkan saya, meninggalkan DIA yang mengutus saya.
   Lihatlah saya memegang lampu di tangan saya, maka
   barangsiapa datang padaku, akan memperoleh sebagian
   dari cahayaku dan barangsiapa memilih melarikan diri
   dari saya, karena ragu-ragu dan sak wasangka atau
   takhayul akan dilemparkan ke dalam kegelapan dan
   kebinasaan."1
 
Kemudian tentang hakikat dirinya yang  superior  itu,  Mirza
berkata:
 
  "Saya ini adalah baruz (titisan) nabi Isa a.s. karena
   saya diutus dalam roh dan kuasa beliau dan budi pekerti
   yang sama. Demikian pula saya menerima nama Muhammad
   Ahmad berdasarkan jabatan saya sebagai pembangun lagi
   daripada pelanggaran-pelanggaran kepada hukum Tuhan.
   Karena itu saya diutus buat mengembangkan ke-Esaan
   Allah dalam roh dan kuasa serta budi-pekerti yang
   bersamaan dengan nabi Muhammad. Dengan kemurahan Allah
   dan PengasihNya maka saya dijadikan ahli waris kedua
   gelaran itu dalam abad ini dan keduanya tergabung
   menjadi satu ternyata atas diri saya... dan batin saya
   ini ialah pergabungan kedua nabi yang mulia itu."2
 
Pada suatu  ketika  yang  tidak  terduga-duga  Mirza  Ghulam
berkata lagi tentang dirinya:
 
  "Aku melihat dalam mimpi bahwa aku ini jadi Allah."3
 
Dengan gabungan baruz  Nabi  Isa  dan  Nabi  Muhammad  serta
sekaligus  dalam  mimpi Mirza Ghulam Ahmad telah jadi Allah,
maka ahlak yang ia miliki tentu saja  akhlak  termulia.  Ini
cocok  dengan  kata-kata  pujian  dr. Meer dan Mirza Mubarak
Ahmad, bahwa Mirza Ghulam  Ahmad  adalah  seorang  pengampun
pada  mereka  yang  bersalah,  berbudi  pekerti baik, rendah
hati, suka memberi maaf, wajahnya selalu  tersenyum,  dimana
dalam  hidupku saya belum pernah melihat seorang sepertidia,
lebih berbtidi lebih  pemurah  lebih  berkasih  sayang,  dan
seterusnya, dst.4
 
Maka marilah meneliti bagaimana orang Qadian yang mimpi jadi
Allah   itu   bertingkah-laku  ketika  menghadapi  kritikan-
kritikan Muhammad Ismail Sahib dari Aligarh itu. Siapa  yang
sebenarnya  dikatakan  tuduhan-tuduhan,  fitnahan-fitnahan
Ismail Sahib  tidak  lain  hanyalah  bantahan-bantahan  yang
sederhana saja. Ia katakan bahwa Mirza:
 
  "Tidak tahu sastra, tidak percaya bahwa ia seorang yang
   telah dapat wahyu, tidak percaya bahwa buku-buku itu
   adalah karangan Mirza, dan Mirza mempunyai tenaga sihir
   serta menggunakan tenaga itu."
 
Maka   andaikata   Mirza   Ghulam   Ahmad   tidak   membalas
tuduhan-tuduhan  atau fitnahan itu, hal mana itu adalah yang
terbaik baginya. Bagi seorang yang memiliki dua roh kenabian
dan  sekaligus  mimpi  jadi Allah, hanya akan membuang waktu
dan tenaga saja bila melayani obrolan Ismail Sahib itu.
 
Namun pada kenyataannya tidak demikian  dengan  nabi  Qadian
itu. Justru ia menjadi marah dan meradang. Ia berkata dengan
seluruh emosinya:
 
  "Maulvi Ismail Sahib telah tenggelam dalam kegelapan,
   tenggelam dalam keinginan yang mementingkan diri
   sendiri serta kesukaan yang sia-sia. Saya (Mirza Ghulam
   Ahmad) tidak menaruh penghargaan lebih besar dari pada
   terhadap cacing yang sudah mati. Tuan seorang yang
   dungu, ulama yang tidak cakap. Faham tuan sudah
   ketinggalan zaman. Tuan berada dalam kehinaan tuan
   bertabiat mencurigakan, fikiran jahat dan berbuat
   kejahatan, tuan terbawa dalam ketakhayulan, tuan tidak
   mempunyai pikiran sehat, tuan berputar lidah, tidak
   mengerti, keras hati dan congkak dan tak berbudi. Tuan
   seperti orang-orang munafik zaman Isa, tuan seperti
   Fir'aun, tuan seperti Abu Jahal, tuan pendusta, tuan
   kafir."5
 
Sungguh kasihan Maulvi Ismail Sahib  mendapat  balasan  yang
demikian  dari Mirza. Namun itu sudah seharusnya bahwa orang
seperti Maulvi Ismail  berani  menyerang  nabi  Qadian  itu.
Balasannya  kelihatan  setimpal.  Akan  tetapi kalau ditilik
kembali derajat orang Qadian yang kena serang  Maulvi  Sahib
itu  maka  ada  kejanggalan-kejanggalan  yang menyolok dalam
tingkah  lakunya.  Pada  waktu  itu  ia  sudah  jadi   nabi,
Al-Mahdi,  Al-Masih  Al-Mau'ud.  Maka pada kedudukan yang ia
miliki itu, selayaknyalah jika ia merasa malu atas kata-kata
yang  telah  ia  lontarkan  pada  lawannya yang juga dikenal
sebagai muslim. Tidak diketemukan  dalam  sejarah  keagamaan
kiranya,  betapapun  ia  dari  desa, yang membalas kata-kata
lawannya  dengan  kata-kata  pedas  serta  mengutuk,  bahkan
mengkafirkan!
 
Maka  gambaran apakah yang lebih terang tentang Mirza Ghulam
Ahmad ini?  Itu  semua  sudah  terlalu,  menyamakan  seorang
pengumpat,  penghina,  pengutuk macam Mirza Ghulam Ahmad ini
dengan pribadi Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad s.a.w. Apakah
mereka  telah  rabun  mata terhadap sejarah sepak-terjangnya
yang berlebih-lebihan itu? Ismail Sahib seorang ulama Islam,
imam  mesjid Aligarh, sekedar mengatakan tentang nabi Qadian
itu, bahwa ia  tidak  percaya,  lalu  datang  balasan  Mirza
Ghulam Ahmad dengan kata-kata:
 
  "Kamu tidak berbudi, kamu jahat, cacing mati lebih
   kuhargai dari padamu, kamu munafik, kamu pendusta, kamu
   kafir."
 
Seorang yang mengaku Al-Masih tidak layak berkata  demikian.
Justru kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam pribadi Mirza
Ghulam Ahmad dan jemaatnya selalu kita temukan bentuk-bentuk
kepalsuan  dan  penipuannya. Rombongan Musailamah modern ini
masih banyak mempertontonkan kisah-kisah ajaib serta ketidak
warasan   logika   pada  mereka  yang  akan  membuat  mereka
telanjang bulat di atas panggung sejarah Islam.
 
 
1 Mirza Ghulam Ahmad, Kemenangan Islam, hal. 57.
2 Sudewo, Asas-asas Ahmadiyah Lahore, 1937, tansocijbing,
  Sukabumi, hal. 47.
3 Sudewo, asas-asas Ahmadiyah Lahore, hal. 70:
  (wa raaitani fil manaam 'ainullah.)
4 M.B. Ahmad, Seerati Tayyiba, A.Q. niaz Lion Press,
  Lahore, 1960, hal. 68: 18 dan Mubarak Ahmad,
  Masih Mau'ud a.s., hal. 85/86.
5 Mirza Ghulam Ahmad, Kemenangan Islam,
  hal. 36 sampai dengan hal. 45.
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team