| |
|
Oleh karena itu, jika kita ingin mengungkapkan dengan simpel filsafat sosial Islam yang menciptakan keamanan sosial bagi manusia, dapat kami katakan: Islam telah memihak kepada masyarakat (umat) dan membela kaum pekerja ---dengan segala perbedaan pekerjaan dan bidangnya-- dari seluruh anggota umat. Kemudian membiarkan realitas yang terus ber-evolusi dan berubah, untuk memilih dan membentuk "sistem-sistem" yang mendekati "filsafat" ini, sebagai aturan-aturan tertinggi dan ideal untuk diwujudkan dan diimplementasikan. Kita juga dapat melihat Al Qur'an, sunnah Nabi, dan eksprimen pada masa Nabi Saw dan khulafa rasyidin sebagai sumber yang jelas dan mata air yang jernih, serta suatu bentuk konkret dan realistis tentang filsafat sosial Islam. Juga sebagai model aplikatif filsafat tersebut dalam suatu masa tertentu. Sehingga semua itu dapat dijadikan labuhan dan rujukan bagi usaha pembumian filsafat tersebut, dalam era kontemporer, untuk mewujudkan keamanan penghidupan bagi manusia modern dan menumbuhkan sipat kebersamaan yang membawa kepada kesatuan umat, yang telah diberikan amanah untuk mengatur kekayaan dan harta. Seluruh bumi ini, dan seluruh kekayaan yang berada di dalam perut bumi, maupun yang berada di permukaannya, telah dianugerahkan oleh Allah SWT untuk seluruh manusia:
Seluruh masyarakat (jama'ah) dan ummat (karena Allah SWT menggunakan redaksional plural) adalah makhluk yang mendapatkan mandat untuk menggunakan dan mengatur harta Allah SWT itu:
Allah SWT-lah yang menciptakan harta kekayaan itu dan menganugerahkannya kepada makhluk-Nya:
Sebagaimana halnya logika manusia tidak dapat menerima pemikiran kepemilikan seorang ayah atas anak-anaknya, sehingga ia dapat melakukan apa saja terhadap anak-anaknya itu, demikian juga halnya (sesuai logika Al Quran itu) tidak dapat diterima kepemilikan total manusia atas harta kekayaannya, sehingga ia bebas melakukan apa saja terhadap hartanya itu. Karena harta dan anak-anak itu adalah anugerah dari Allah SWT:
Kemudian sunnah Nabi menjelaskan dan memerinci lebih lanjut sikap Al Qur'an itu, dan menetapkan apa hak manusia, sebagai seorang manusia, atas harta Allah SWT yang telah diamanahkan kepada manusia secara umum itu, seperti dijelaskan dalam Al Qur'an. Sunnah menjelaskan, hak manusia atas harta adalah sebatas dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kecukupannya saja, sesuai dengan ukuran tradisi dan kondisi sosial yang ada. Sambil menjaga kesederhanaan yang baik. Tidak sampai berlebihan dari kebutuhan dan kadar kecukupannya. Hal ini dijelaskan oleh sunnah Rasul, saat ia membedakan antara harta kekayaan secara mutlak, yang merupakan harta Allah, dan dikemudian diamanatkan kepada manusia secara umum, dengan harta kekayaan yang dimiliki dan menjadi hak pribadi sesosok individu, sehingga ia dapat berkata: ini adalah hartaku! Rasulullah Saw bersabda:
Dalam riwayat kedua hadits ini:
Dalam riwayat ketiga:
Rasulullah Saw bersabda kepada sahabat-sahabat beliau, bahwa apa yang dinamakan dengan harta mereka itu adalah harta yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keperluannya, sedangkan selain itu adalah harta ahli warisnya, bukan hartanya. Dan orang yang gemar mengumpulkan harta yang berlebihan dari kebutuhan dan kecukupannya, adalah orang yang mencintai harta orang lain!! Karena harta itu berlebihan dari kebutuhannya!! Rasulullah Saw bersabda:
|
|
dari buku: Islam dan Keamanan Sosial ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |