Etika Sosial Islam

 

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penterjemah
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Peran Individu dalam Kebangkitan Bangsa

Dr. Mushthafa as Siba'i
Disiarkan pada hari Jum'at : 6 Sya'ban 1373 H. (9 April 1954 M)

Tubuh umat adalah adalah laksana satu sosok makhluk hidup, yang dapat menderita penyakit dan gangguan, seperti halnya tubuh seorang individu. Dan sebagaimana halnya pemerintah berusaha memelihara individu dan masyarakat dari ancaman penyakit yang berbahaya dan gangguan buruk, begitu juga syari'at dan peradaban-peradaban yang tinggi berusaha menjaga masyarakat dari penyakit-penyakit sosial dan moral. Sehingga tubuh umat terus terpelihara dari penyakit; kuat, kokoh, dapat menjalankan kewajibannya dengan penuh vitalitas, mampu menghadapi kesulitan dengan tegar, dapat hidup dengan mulia, tangguh daya tahannya, mulia tujuannya, terpuji akhlak dan nama baiknya, menikmati keamanan yang menyeluruh, dan memiliki kebahagiaan yang dirasakan oleh seluruh manusia. Sehingga dalam ketenteraman dan ketinggian ruhani mereka, mereka laksana malaikat langit yang tidak merasakan takut dan kesedihan.

Barangkali, yang menyebabkan kita ketinggalan dari gerbong kehidupan yang mulia dan terhormat adalah, perhatian kita terhadap penyakit sosial masyarakat kita amat rendah dibandingkan perhatian kita terhadap upaya mengejar pertumbuhan pendapatan, kekayaan dan berbagai bidang kehidupan masyarakat. Masih banyak dari kita yang berkeyakinan bahwa aspirasi dan kedudukan kita tidak akan dihormati serta tidak akan mendapakan tempat yang layak, kecuali jika kita telah memiliki semua bentuk kemewahan dan kemegahan dalam kehidupan bangsa-bangsa yang terhormat pada masa kini. Mereka lupa, bahwa kemewahan material adalah buah dari kemajuan peradaban, bukan fondasi kebangkitan peradaban itu. Dan bangsa-bangsa yang saat ini dikagumi dengan kemajuan ilmu pengetahuannya, tekhnologinya, seninya dan kekuatan militernya, mereka itu tidak melupakan penyakit-penyakit sosial masyarakat mereka pada awal kebangkitan mereka; tidak seperti sikap kita yang melalaikan hal itu saat kita ingin mewujudkan kebangkitan peradaban kita; dan mereka pun tidak terjerumus dalam kelalaian seperti yang terjadi dengan kita. Umat adalah kumpulan dari individu-individu yang bersatu dengan teguh, maka setiap kali individu itu baik, maka baik pulalah umat itu, dan saat akhlak umat terpelihara dengan kuat dan bersih, maka arah kemajuannya menjadi baik, dan tujuannya menjadi lurus.

Dapat dikatakan, Islam adalah agama yang paling banyak memberikan perhatian terhadap keseimbangan antar pelbagai kekuatan yang berbeda dalam masyarakat, dan terhadap upaya membangun umat yang kuat, yang tidak memiliki celah-celah kelemahan. Anda akan dapati bahwa Islam amat memberikan perhatian dalam masalah pengaturan kehidupan material manusia, lebih dari yang diberikan oleh aliran-aliran ekonomi; ia juga memberikan perhatian dalam masalah meluruskan moral masyarakat, lebih dari perhatian yang diberikan oleh aliran-aliran moral yang ada di dunia ini; demikian juga Islam amat memperhatikan masalah penyucian ruhani dan pembersihan jiwa, lebih dari perhatian yang diberikan oleh agama-agama ruhani (gnostis). Islam menyeleraskan semua dimensi tadi dengan baik, sehingga Anda akan mendapati Muslim yang sejati tampil kuat dalam seluruh dimensi kehidupannya : kuat ruhaninya, kuat akhlaknya, kuat pisiknya, dan kuat dalam seluruh bidang kehidupan. Alangkah agungnya sabda Rasulullah Saw berikut ini: "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah SWt daripada Mukmin yang lemah." (HR. Muslim)

Tidak dipungkiri lagi, saat ini kita mengalami banyak penyakit sosial yang akut. Yang keberadaannya menyebabkan umat ini tidak mungkin dapat meraih kebangkitannya, dan tidak dapat berjalan dengan baik. Penyakit sosial kita itu berbeda-beda bentuknya, baik dalam lingkup individu, keluarga maupun masyarakat. Penyakit itu melanda semua lapisan masyarakat, baik yang terpelajar maupun kalangan awam, yang tua maupun yang muda, orang kota maupun penduduk pedesaan.

Oleh karena itu, pembicaraan kami akan difokuskan pada upaya mengenali penyakit-penyakit itu dan upaya penanggulangannya. Metode yang kami gunakan adalah berbicara dari ruh ke ruh, dan dari hati ke hati. Sehingga diharapkan segenap lapiran masyarakat tertarik untuk memperhatikan dan mendengarkannya, meskipun mereka berbeda-berbeda keyakinannya, aliran politiknya dan kedudukan sosialnya. Semoga, dengan begitu, kebangkitan masyarakat kita di era modern ini dapat berjalan di jalan yang lurus dan tidak menyimpang.

Barangkali, titik berangkat untuk mengobati penyakit akhlak sosial kita dimulai dari lingkup individu; karena individu adalah sel pertama dalam bangunan masyarakat. Gerakan-gerakan reformasi masyarakat selalui memulai usahanya dari lingkup individu, bukan dari lingkup masyarakat. Memperbaiki dan mengkader sepuluh orang dari setiap daerah dengan sebaik-baiknya, sehingga membuat mereka dapat menjadi pelopor masyarakat dalam mengikuti petunjuk, kebaikan dan istiqamah, inilah yang nanti akan mengantarkan masyarakat mereka kepada kebaikan dan kepada kehidupan social yang bersih. Rasulullah Saw sendiri tinggal di Mekkah [setelah pengutusan beliau] selama tiga belas tahun memfokuskan diri untuk mendidik dan mengkader individu-individu umat beliau, sehingga saat binaan beliau telah mencapai puluhan orang, mulailah beliau bergerak untuk membangun negara yang baik, dan peradaban yang baik pula. Abu Bakar, Umar, Ali, Utsman, ibnu Mas'ud dan para sahabat semacam mereka-lah yang berperan dalam mendirikan bangunan negara dan peradaban Islam yang cemerlang. Mereka itulah yang diajarkan dan dididik oleh Rasulullah Saw di pelosok-pelosok kota Mekkah, di Darul Arqam, dan di halaman Ka'bah, untuk memperkuat ruhani mereka, menggembleng jiwa mereka, dan meluruskan akhlak mereka. Sehingga saat mereka yang dididik itu mulai berperan dalam membela agama Islam, mereka segera menunjukkan hasil yang demikian besar, dan peran mereka tak tertandingi dalam membawa manusia menuju hidayah Islam.

Individu-individu yang telah menciptakan negara-negara dan mendirikan peradaban-peradaban, yang meruntuhkan tirai kebodohan, yang menjelajahi segenap cabang ilmu pengetahuan, yang merubah perjalanan sejarah, dan yang telah menciptakan pengaruh yang besar dsalam kehidupan bangsa mereka atau kehidupan manusia, mereka itu adalah individu-individu yang memiliki kemaun yang keras, akhlak yang lurus, dan kehidupan mereka terbebaskan dari penyakit kejiwaan maupun pisik yang berbahaya. Saat mengatakan begitu, aku tidak bermaksud meremehkan masyarakat, dan menafikan peran dan sumbangsih mereka dalam gerakan reformasi; karena pada dasarnya pada masyarakat adalah tonggak semua gerakan reformasi dan revolusi social yang besar, namun kekuatan masyarakat itu selalu bersipat seperti tubuh yang membutuhkan akal yang menyusun strategi dan berpikir. Ia adalah seperti mobil yang keberadaannya membutuhkan semua elemen mobil itu, namun ia tidak dapat berjalan tanpa keberadaan sang sopir. Jika suatu gerakan reformasi ditakdirkan memiliki pemimpin yang mengusung misinya, menyebarkan prinsip-prinsipnya, dan membuka mata masyarakat akan cahaya yang terang benderang, niscaya masyarakat akan mampu meniti jalannya menuju kebaikan, dan menunaikan misinya yang besar dalam sejarah.

Untuk mewujudkan individu yang baik, didirikanlah sekolah dan universitas, masjid dan tempat ibadah, organisasi masa dan klub. Dari sini, maka misi sekolah, masjid dan ormas saling melengkapi satu sama lain. Di masjid, ruh individu itu dibangun, kemudian di sekolah akalnya dikembangkan, sementara di ormas akhlaknya-lah yang dibina. Oleh karena itu, keberadaan semua institusi tadi secara bersamaan adalah bagian dari kebutuhan primer masyarakat Islam yang sehat, sementara ketiadaan salah satu institusi tadi adalah petunjuk adanya ketidak lengkapan dan kekacauan dalam masyarakat itu. Sekolah tidak lengkap tanpa keberadaan masjid, dan ormas juga tidak dapat sempurna tanpa adanya sekolah. Orang-orang yang berpendapat bahwa masjid bukanlah bagian pokok dari bangunan masyarakat, mereka mengatakan demikian karena mereka hanya ingin membangun generasi yang berakal namun tidak memiliki ruhani. Sikap mereka itu salah, begitu pula halnya orang yang mengatakan bahwa sekolah bukanlah sesuatu yang penting dalam bangunan masyarakat modern, dan mengatakan bahwa masjid atau ormas tidak membutuhkannya. Karena ruhani tidak dapat hidup tanpa adanya akal, dan akal serta ruhani tidak dapat menjalankan fungsinya jika tidak disertai akhlak yang membimbingnya untuk menjalankan pekerjaan sosial yang menghasilkan dan bermanfaat.

Benar jika kita mengatakan bahwa masjid atau tempat ibadah memegang peranan pertama dalam membentuk individu yang baik ; ia datang sebelum sekolah atau ormas, bahkan pada masa awal sejarah peradaban Islam, masjid juga menjalankan fungsi sekolah dan ormas sekaligus. Pada hari kedatangan Rasulullah Saw ke Madinah, usaha pertama yang beliau lakukan, dan batu perama yang beliau letakkan dalam fondasi negara yang nantinya merubah perjalanan sejarah, adalah membangun masjid Nabawi yang mulia. Masjid beliau adalah laksana pabrik yang memproduksi pejuang-pejuang kebenaran, yang dibanggakan oleh gerakan reformasi manusia yang abadi. Abu Bakar, Khalid, Sa'd, Umar, dan Ali, adalah tak lebih dari anak-anak didik yang dihasilkan oleh masjid Nabawi, yang pada masa hidup Rasulullah Saw berfungsi sebagai tempat ibadah, sekolah, dan ormas sekaligus. Sekolah-sekolah kita, yang mengusung bendera ilmu pengetahuan dan peradaban di abad pertengahan, semuanya dimulai dari masjid. Masjid-masjid pada hakikatnya tidak lebih dari sekolah-sekolah tempat para anak didik belajar di siang hari, dan tidur di ruang-ruang masjid pada malam hari. Sejarah telah menceritakan kepada kita tentang msjid-masjid Islam yang besar, seperti masjid Madinah, masjid Cordoba, masjid Al Azhar, dan masjid Umawi; bahwa tiang-tiang masjid itu telah menjadi tempat bersandar para ulama yang dikelilingi oleh para anak didik, dalam kelompok-kelompok. Bahkan ada yang mengatakan bahwa di dalam masjid Cordoba terdapat banyak tiang, dan di setiap satu tiang terdapat seorang alim (guru) yang dikelilingi oleh para muridnya.

Ketika aku berbicara tentang peran masjid dalam mengobati akhlak masyarakat, tidak berarti aku telah keluar dari benang merah metode yang telah aku gariskan dalam mengkaji masalah ini; karena pada saat ini, perhatian ilmu jiwa sosial terfokus pada upaya untuk menggunakan agama sebagai media penyembuh pelbagai penyakit jiwa yang menimpa banyak orang dalam peradaban modern ini. Kegelisahan, kesedihan, tekanan jiwa, egoisme, alianasi jiwa, dan kriminalitas moral, semua itu dapat dibantu pengobatannya dengan nuansa ruhani yang diberikan oleh masjid.

Oleh karena itu, setiap kali datang waktu shalat, Rasulullah Saw memerintahkan Bilal untuk segera melantunkan adzan, dan bersabda: "Bilal, hiburlah diri kami dengan adzan dan shalat." Sabda Rasulullah Saw mengandung makna kejiwaan yang jauh, yang hanya keluar dari sosok seperti pendidik yang agung itu: Rasulullah Saw. Dalam menceritakan pribadi Rasulullah Saw, para sahabat mengatakan bahwa jika beliau mengalami suatu masalah atau ditimpa kesulitan, beliau segera melaksanakan shalat. Dan Ibrahim bin Adham, salah seorang tokoh sufi terkenal, berkomentar saat ia bangun malam dan melaksanakan shalat sambil bermunajat kepada Rabb-nya, sebagai berikut: "Kami sedang berada dalam kelezatan yang tak terkira, yang seandainya kelezatan itu diketahui oleh para raja, niscaya mereka akan memerangi kami untuk merebutnya".

Ketenangan, kedamaian dan kelezatan seperti itulah yang dibutuhkan oleh dunia kita yang sedang sakit, dan masyarakat kita yang dibebani oleh berbagai depresi, kegelisahan dan penyakit jiwa. Dalam keyakinanku, ukuran kebenaran, keadilan dan kemuliaan yang lenyap dalam perilaku para politikus dan pejabat pemerintah, tidak dapat diobati kecuali jika para pejabat dan politikus itu merasakan kelezatan ibadah seperti yang dirasakan oleh masyarakat, dan menemukan ketenangan di hadapan Khaliq-nya yang Maha Agung.

Apakah Anda pernah mencoba melaksanakan ibadah dengan caranya yang benar, dan kemudian Anda mendapati pengaruhnya dalam ruh dan akhlak Anda? Jika Anda tidak melakukan (dan merasakan) hal itu hingga hari ini, maka segeralah melaksanakannya dengan menghadapkan diri Anda dalam kekhusyu'an ke hadapan-Nya, sehingga Anda mendapati kebenaran firman Allah SWT:

"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan keji) dan mungkar". (QS. Al 'Ankabuut: 45)

Amma Ba'du; Ini adalah pembukaan pembicaraan tentang Etika Sosial Islam.


Akhlaaquna al Ijtimaa'iyyah (Etika Sosial Islam)
oleh Dr. Mushthafa as Siba'i
Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit: Darus Salaam, Kairo
Cetakan: I/1998 M - 1418 H

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penterjemah
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team