Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan

Dr. Muhammad Imarah

 

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penterjemah
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

...

Lebih jauh lagi, "kesatuan umat Islam" masih dapat merangkum dan mentolerir beberapa bentuk pergulatan politik sampai pada bentrokan bersenjata, karena orang-orang yang bertikai itu masih tetap menjaga loyalitas mereka kepada "negara yang satu". Mereka tetap menjaga kesatuan politik dan tetap loyal kepada "agama yang satu", sehingga mereka masih tetap menjaga faktor kesatuan agama. Peperangan mereka adalah semata karena "takwil (perbedaan memahami teks agama), bukan karena "tanzil" (teks agama yang berbeda yang diimani), dan mereka, meskipun melakukan peperangan, berada dalam loyalitas kepada kesatuan negara dan kesatuan agama.

Pertikaian yang terjadi dalam peristiwa yang terkenal dengan "fitnah al kubra" pada zaman khulafa rasyidin berada dalam kerangka ini. Masing-masing pihak yang bertikai dan terlibat dalam peristiwa itu masih berada dalam naungan kesatuan umat. Dan peperangan yang terjadi di antara mereka tidak membuat salah satu pihak keluar dari umat, agama, atau negara.

Dalam kejadian Perang Shiffin (37H/657M), yang merupakan puncak fitnah itu, Imam Ali bin Abi Thalib berbicara tentang kesatuan agama yang menyatukan seluruh pihak yang bertikai dalam peperangan itu. Demikian juga kesatuan negara masih menaungi mereka. Ali bin Abi Thalib berkata:

"Kita berdiri berhadap-hadapan (dalam perang), sedangkan Tuhan kita satu, Nabi kita satu, dakwah kita dalam Islam satu, kami tidak menganggap keimanan kami kepada Allah SWT dan pembenaran kepada Rasulullah Saw lebih dari kalian, dan kalian pun tidak mengganggap diri kalian lebih dari kami. Semuanya satu, kecuali satu hal yang menjadi perselisihan di antara kita, yaitu tentang sikap atas darah Utsman. Sedangkan, kita semua dalam masalah itu (darah Utsman, penj.) tidak mempunyai kesalahan." [Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahjil Balaghah, juz 17, hal. 141, tahqiq: Muhammad Abul Fadhl Ibrahim, cet. Kairo, tahun 1959 M]

Agama mereka satu dan menaungi semuanya. Mereka berada dalam kesatuan yang melingkupi semuanya, sementara perselisihan dan pertikaian itu hanya pada masalah sikap atas "darah" Utsman r.a. saja.

Ali r.a lalu menangkis pemikiran dan pendapat Khawarij yang buruk yang. Mereka mengkafirkan Mu'awiyah dan penduduk Syam. Ali r.a. berkata:

"Demi Allah, sesungguhnya kita memerangi penduduk Syam bukan karena sebab yang diduga oleh mereka itu (kaum Khawarij) yang mengkafirkan mereka dan menganggap mereka telah keluar dari agama Islam. Kita memerangi mereka hanyalah untuk mengembalikan mereka kepada jama'ah (artinya: jama'ah politik) dan mereka tetap saudara kita dalam agama, dan kiblat kita tetap satu. Sementara itu, yang terjadi, menurut pendapat kita, adalah: kita berada dalam kebenaran, sementara mereka berbuat kesalahan!."[ Al Baqillani, At Tamhid fir Raddi alal Mulhidah wal Mu'aththilah, war Rafidhah, wal Khawarij, wal Mu'tazilah, hal. 237-238, tahqiq: Mahmud Muhammad al Khudhairi, Dr. Muhammad Abdul Hadi Abu Raidah, cet. Kairo, tahun 1947 M.].

Lebih lanjut, Ali r.a menekankan bahwa sumber-sumber perselisihan itu adalah "kerancuan-kerancuan pendapat" yang dihasilkan oleh takwil" saja. Hal itu tidak mengeluarkan mereka dari persaudaraan Islam. Ali r.a. berkata:

"Kita telah memerangi saudara kita sesama Islam, karena adanya kesalahan pendapat, penyimpangan, kerancuan berpikir, dan ketidaktepatan melakukan takwil. Jika kita berusaha mencapai suatu solusi, yang dengannya Allah SWT menyatukan kembali ikatan persaudaraan kita dan menghilangkan apa yang menjadi masalah di antara kita, maka hal itu amat kita inginkan, dan akan kita ambil solusi itu, bukan yang lainnya." [Al Imam Ali, Nahjul Balaghah, hal. 147-148, cet. Dar Sya'b, Kairo]

Saat ditanya pendapatnya tentang nasib orang-orang yang terbunuh dari dua kelompok itu nantinya di akhirat, Ali menjawab:

"Aku berharap semoga tidak ada orang yang terbunuh yang hatinya bersih, baik dari kita maupun dari mereka, kecuali Allah SWT masukkan dia ke dalam surga." [Al Baqillani, At Tamhid, hal. 237]

Demikianlah, kesatuan agama dan negara dapat menaungi dan mentolerir pluralitas, sekalipun pada saat unsur-unsur pluralitas itu terlibat dalam peperangan bersenjata di antara mereka.

...

Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan
Penulis: Dr. Muhammad Imarah
Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Tahun terbit: Shafar 1420H - Juni 1999M
Penerbit: Gema Insani Press, Jakarta
Jl. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391 &endash; 7984392 - 7988593
Fax: (021) 7984388

 

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penterjemah
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team