| |
|
Jika disebut sejarah, yang sering terlintas dalam benak kita adalah tentang catatan-catatan tahun terjadinya berbagai peristiwa, yang harus dihapal, terutama pada saat ujian tiba. Bagi sebagian orang, ini amat membosankan. Dalam bahasa Arab, untuk menunjukkan sejarah, sering digunakan terma tarikh dan qishah dan untuk biografi sering dengan mengunakan terma sirah. Al Quran lebih banyak menggunakan terma qishah untuk menunjukkan sejarah, dengan pengertian sebagai ekplanasi terhadap peristiwa sejarah yang dihadapi oleh para Rasul(1). Dalam bahasa Indonesia, sejarah sebagai istilah diangkat dari terma bahasa Arab 'syajaratun' yang berarti pohon. Kata ini memberikan gambaran pendekatan ilmu sejarah yang lebih analogis; karena memberikan gambaran pertumbuhan peradaban manusia dengan "pohon", yang tumbuh dari biji yang kecil menjadi pohon yang rindang dan berkesinambungan(2). Dalam ayat-ayat Al Quran: 2:35; 7:10,22; 14: 24,26; 17:60; 20: 120; 23: 20; 24: 35; 28: 30; 31:27; 37: 62,64,146; 44: 43 dapat ditarik kesimpulan, pengertian syajarah berkaitan erat dengan "perubahan" (change). Perubahan yang bermakna "gerak" (movement) menuju bumi untuk menerima dan menjalankan fungsinya sebagai khalifah (QS. 2:35; 7:19, 22). Juga merupakan gambaran keberhasilan yang dicapai oleh Musa a.s., yang digambarkan dengan pohon yang tinggi dan tumbuh di tempat yang tinggi (QS. 28: 30). Sebaliknya, ia juga memberikan gambaran kegagalan Nabi Yunus a.s. yang dilukiskan sebagai "pohon labu" yang rendah dan lemah (QS. 37: 146). Bagi yang mencoba menciptakan sejarah dengan menjauhkan dirinya dari petunjuk Allah, hasilnya menumbuhkan "pohon pahit" (syajaratuz zaqqum) (QS. 37:62, 64 dan 44: 43). Petunjuk Allah pun diibaratkan pula sebagai "pelita kaca yang bercahaya seperti mutiara" dan dinyalakan dengan bahan bakar min syajaratin mubarakah (QS. 24: 35). (3) Setiap pelaku sejarah hakikatnya tidak mengetahui hasil perubahan yang direncanakannya (4). Maka setiap orang tidak dapat memastikan "masa depannya". Masa depan adalah gudang ketidakpastian. Hanya fakta-fakta sejarah yang dapat diketahui; dan kita hanya dapat mempunyai pengetahuan positif tentang masa lampau. Sedangkan masa depan adalah ladang ketidakpastian, juga merupakan bagian atas mana kita mempunyai sedikit kekuasaan. Kemampuan untuk membentuk masa depan sendiri dimiliki oleh semua individu dan masyarakat. Ketidakmampuan kita untuk mengetahui fakta-fakta masa depan atau masa-depan-masa-depan diimbangi oleh kemampuan kita memberi masukan bagi pembentukan fakta-fakta ini (5). Oleh karena itu, Al Quran memerintahkan manusia untuk menyiapkan masa depannya dengan mempelajari sejarah yang telah dilaluinya (6). Dalam penuturan kembali kisah umat-umat terdahulu, Al Quran berkali-kali mengingatkan bahwa dalam kisah-kisah tersebut terkandung ibrah--pelajaran yang dapat dipetik oleh umat Islam (7). Pelajaran atau mau'izhah yang terdapat dalam Al Quran adalah "hukum sejarah" yang terpolakan dalam 25 peristiwa kerasulan. Dari peristiwa kerasulaan tersebut disimpulkan lagi menjadi 5 persitiwa sejarah kerasulan. Kelima peristiwa sejarah ini dialami oleh Nabi Nuh a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s, dan terakhir adalah Nabi Muhammad Saw. Umat Islam dituntut untuk "menangkap pesan-pesan sejarah yang terumuskan dalam peristiwa Ulul Azmi tersebut", sehingga umat Islam tidak saja mengetahui "guna sejarah" tetapi sekaligus "akan mampu memanfaatkannya" sesuai dengan fungsinya masing-masing. (8) Ketika ada seseorang yang berkata history is bunk--sejarah adalah omong kosong, Soekarno segera berkomentar: "Seorang penulis berkata, "mempelajari sejarah adalah omong kosong". "History is bunk", katanya. Penulis ini tidak benar. Sejarah adalah berguna sekali. Dari mempelajari sejarah orang bisa menemukan hukum-hukum yang menguasai kehidupan manusia. Salah satu hukum itu ialah: Bahwa tidak ada bangsa bisa menjadi besar 'zonder' kerja. Terbukti dalam sejarah segala zaman, bahwa kebesaran bangsa-bangsa dan kemakmuran tidak pernah jatuh gratis dari langit. Kebesaran-bangsa dan kemakmuran selalu "kristalisasi" keringat. Ini adalah hukum, yang kita temukan dari mempelajari sejarah. Bangsa Indonesia, tariklah moral dari hukum ini!" (9). Esensi sejarah adalah perubahan. Dan tugas hidup manusia di bumi adalah "menciptakan perubahan sejarah" (khalifah). Perubahan sejarah yang akan terjadi merupakan pengulangan dari peristiwa yang telah terumuskan dalam Al Quran, yang terpolakan dalam 25 peristiwa sejarah kerasulan. Peristiwa yang pernah terjadi bukanlah merupakan masa lalu yang mati, melainkan sebagai peristiwa yang tetap hidup di masa kini (10). Dari uraian di atas, kita dapat menangkap dengan jelas urgensi sejarah bagi pembangunan kembali peradaban umat Islam. Namun, problem yang dihadapi kemudian adalah, ketika umat Islam menatap kembali sejarahnya yang telah lalu, ada beberapa kendala yang menghalangi pandangan tersebut. Sehingga tidak dihasilkan suatu pandangan yang benar-benar jernih. Oleh karena itu, Muhammad Quthb menyarankan untuk menulis ulang sejarah umat Islam. Ada beberapa hal, menurut Muhammad Quthb, yang mengharuskan umat Islam untuk menyusun kembali sejarahnya. Antara lain adalah: a. Kitab-kitab sejarah umat Islam, yang ditulis oleh ulama-ulama terdahulu, merupakan sebuah kompilasi sejarah yang demikian besar. Namun, ia hanya cocok untuk para periset, tidak untuk orang awam, yang ingin mendapatkan kesimpulan yang cepat. Sehingga kitab-kitab tersebut tidak menarik untuk dibaca oleh khalayak ramai. Hal itu terjadi karena para ulama tersebut amat memegang amanah ilmiah. Sehingga mereka menulis semua yang mereka ketahui dan mereka dengar dalam kitab sejarah mereka. Meskipun isinya adalah pengulangan atau saling bertentangan satu sama lain, atau malah sesuatu yang jauh kemungkinan terjadi. Bagi mereka, amanah ilmiah adalah dengan menulis semua yang mereka tahu dan mereka dengar (11). Dalam mukaddimah kitab tarikhnya, Thabari berkata: "Jika ada suatu catatan sejarah yang tertulis dalam kitab kami ini, yang dipungkiri oleh pembaca atau tidak sedap didengar, karena jauh sekali dari kebenaran dan tidak bermakna sama sekali, maka perlu diketahui, itu semua bukan karena kesengajaan kami, namun datang dari orang-orang yang menyampaikan berita itu kepada kami. Sedangkan kami hanya menyampaikannya sesuai dengan apa yang kami terima" (12). b. Jika kita membaca buku-buku sejarah yang ditulis pada masa modern ini, baik oleh orientalis maupun murid atau orang-orang yang terpengaruh oleh mereka, kita dapati bentuk maupun penyajian buku tersebut menarik. Enak dibaca dan dapat memberikan pemahaman yang cepat kepada pembacanya. Namun, banyak dari buku-buku tersebut ditulis tidak dengan semangat amanah ilmiah, atau memang ditujukan untuk suatu tujuan tertentu. Sehingga banyak terjadi pemutar balikkan fakta atau penarikan kesimpulan yang gegabah. Contohnya adalah: Will Durant, ketika mendapati suatu catatan sejarah yang mengatakan: "Zubair mempunyai seribu orang hamba sahaya yang membayarkan kharaj mereka kepadanya setiap hari, namun semua uang itu tidak satu dirhampun yang masuk ke rumahnya, karena semuanya habis ia sedekahkan". Ia merubahnya menjadi: "Zubair mempunyai rumah di berbagai kota, ia juga mempunyai seribu ekor kuda dan sepuluh ribuh hamba sahaya". Di sini, sosok Zubair yang zuhud diubah oleh penulis menjadi sebuah sosok yang glamour dan penuh kemewahan (13). Dan banyak contoh-contoh lainnya, sehingga bagi pembaca yang tidak teliti, akan terperangkap oleh sikap membenci atau mencela umat Islam terdahulu. c. Penulisan sejarah dewasa ini, banyak didominasi oleh penekanan pada sisi politik. Dan mengesampingkan sisi lainnya yang demikian banyak. Seperti akidah, pemikiran, peradaban, ilmiah, sosial dan seterusnya. Padahal, sejarah politik Islam, adalah sisi yang paling buruk dari sisi lainnya. Yang dituntut dari para sejarahwan Islam adalah, tidak hanya memusatkan diri pada sejarah pergulatan politik umat Islam, juga hendaknya menampilkan sisi lain yang demikian banyak. Sehingga tercipta sejarah yang seimbang. Pengajaran sejarah Islam dengan tekanan pada sisi politik beserta segala tipu muslihatnya, seperti pembunuhan, penipuan, meracun musuh, pembasmian musuh-musuh politik dan tindakan-tindakan kotor lainnya, adalah sebuah konsep yang diterapkan oleh Dunlop, yang ditunjuk oleh Lord Cromer sebagai konsultan ahli kementerian pendidikan Mesir. Setelah memberikan pengajaran seperti itu tentang sejarah Islam, kepada anak didik, mereka melanjutkan dengan mengajarkan sejarah Eropa yang digambarkan dengan berkilauan, berperadaban, maju dan seterusnya. Sehingga tertanamkan dalam jiwa anak didik, bahwa Islam yang hakiki telah lenyap setelah masa Khulafa Rasyidin yang empat, setelah itu, yang terjadi adalah kekotoran dan kekejian yang harus dihindari, dan tidak ada sesuatupun yang pantas untuk dibanggakan atau diketengahkan kepada umat manusia. Kemudian tertanamkan pula bahwa sejarah yang pantas untuk dikagumi dan cintai dengan sungguh-sungguh adalah sejarah Eropa! (14). d. Dalam mengkaji sejarah Islam, kita sering mengembalikan segala sesuatu kepada faktor-faktor politik, peperangan, ekonomi dan sebagainya. Sehingga, seakan-akan agama ini hanyalah sebuah budaya yang sama dengan budaya yang lain. Tidak mempunyai kaitan dengan hukum-hukum (sunnah-sunnah) Allah Swt. Ini pula yang tampak dalam tulisan Michel H.Hart ketika meletakkan Nabi Muhammad Saw. di urutan teratas dari seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah. Betul ia meletakkan Nabi Muhammad Saw. di urutan teratas, namun dalam penulisan dan alasan-alasan penempatannya, ia tidak mengkaitkan pribadi Nabi Muhammad Saw. dengan kedudukannya sebagai seorang utusan Allah Swt. e. Dalam mengkaji sejarah umat Islam, kita sering melupakaan hubungan antara karakteristik umat ini, yang telah dianugerahkan Allah Swt. dengan kondisi kemanusiaan dengan segala aspeknya. Umat Islam, bukanlah hanya sekedar sebuah fenomena sejarah yang kebetulan timbul ke permukaan. Namun, ia adalah umat tauhid yang besar, yang dipilih Allah Swt. Sebagai saksi atas seluruh manusia. Allah Swt. befirman: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Al Baqarah: 143). Demikian juga, kita sering melupakan pengaruh yang dihasilkan oleh umat Islam terhadap kemanusiaan sepanjang sejarah (15). Padahal, seperti diakui oleh banyak ilmuan Barat yang fair, ilmuan Islamlah yang telah mengantarkan bangsa Barat menuju kemodernannya saat ini. Tentang Roger Bacon, bapak kebangkitan ilmu pengetahuan (renaissance) Barat, Robert Briffault berkata: "Roger Bacon belajar bahasa Arab dan ilmu Arab dan ilmu-ilmu kearaban di Universitas Oxford dari bekas dosen-dosen Arab di Andalusia. Roger Bacon dan siapapun orang yang datang setelahnya tidak mempunyai hak untuk mengaku sebagai orang yang menemukan metode eksprimentalisme. Roger bacon hanyalah seorang duta dari duta-duta ilmu pengetahuan dan metodologi umat Islam kepada orang-orang Kristen Eropa" (16). Dari konsideran-konsideran di atas, dapat dikatakan, usaha untuk menatap sejarah Islam dengan penekanan pada sisi peradaban dan ilmu pengetahuan adalah amat terpuji. Dan usaha seperti itu harus terus digalakkan dalam skala yang lebih luas dan dengan perhatiannya yang lebih intens. Karena dari sanalah, nantinya, diharapkan umat Islam menemukan kembali --seperti dikatakan oleh Syed Ameer Ali (17) dan sering dikutip oleh Soekarno-- api Islam yang sebenarnya. Abdul Hayyie al Kattani, Lc Catatan:1. Lihat, misalnya: QS. 12: 111 2. Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Bandung, Mizan, cet. 1, 1995, hal. 20 3. Sca. Hal. 22-23. 4. Lihat: QS. 31: 34 5. Lihat: Ziauddin Sardar, Islamic Futures: The Shape of Ideas to Come, Mansell Publishing Limited, London, 1985. Edisi bahasa Indonesia: hal. 1-2. 6. QS. 59: 18 7. Lihat, misalnya: QS. 12: 111 8. Scn.2, hal. 24-26 9. Diucapkan oleh Presiden Soerkarno pada Hari Ulang Tahun Proklamasi RI VI. Lihat Di Bawah Bendera Revolusi, Vol. II. 10. QS.2: 154 11. Muhammad Quthb, Kaifa naktubu at-tarikh al Islami, Dar Syuruq, Kairo, cet. 1, 1992, hal. 11-12. 12. Lihat: Tarikh Thabary, vol. 1, hal. 8, tahqiq, Muhamad Abul Fadl Ibrahim, cet. IV, Darul Ma'arif, Mesir. 13. Scn. 11. Hal. 15 14. Sca. Hal. 16-18 15. Sca. Hal. 24-26 16. Seperti dikutip oleh Sayyid Quthb, dalam Al Islam Wa Musykilat al Hadlarah, Kairo, Dar Syuruq, cet. 12, Hal.37 17. Dan menjadi judul bukunya: The Spirit of Islam. |
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |