Bermula Dari India
Sumber: Hidayatullah.com
Tanggal: Oktober 1999/Jumadil Akhir-Rajab 1420
Jamaah ini didirikan oleh Syeikh Muhammad Ilyas
Kandahlawi (1303-1364). Ia dilahirkan di Kandahlah, sebuah
desa di Saharnapur, India. Ummat Islam India saat itu sedang
mengalami kerusakah akidah, dan degradasi moral yang
dahsyat. Ummat Islam telah tidak akrab lagi dengan
syiar-syiar Islam.
Di samping itu, juga terjadi pencampuran antara yang baik
dan yang buruk, antara iman dan syirik, antara sunnah dan
bid'ah. Lebih dari itu, juga telah terlah terjadi gelombang
pemusyrikan dan pemurtadan yang didalangi oleh para
misionaris Kristen di mana Inggris saat itu sedang bercokol
menjajah India.
Gerakan misionaris yang didukung Inggris dengan dana yang
sangat besar itu telah berusaha membolak-balikkan kebenaran
Islam, dengan menghujat ajaran-ajarannya dan mendiskreditkan
Rasulullah saw. Bagaimana membendung kristenisasi dan
mengembalikan kaum Muslimin yang "lepas" ke dalam pangkuan
Islam? Itulah yang menjadi kegelisahan Muhammad Ilyas.
Muhammad Ilyas tumbuh berkembang di lingkungan keluarga
sangat agamis dan dengan tradisi keilmuan yang sangat
kental. Ayahnya Muhammad Ismail adalah seorang penganut
tasawwuf yang sangat abid dan zahid. Dia telah mengabdikan
hidupnya dalam ibadah dan tidak lagi terlalu disibukkan
dengan urusan dunia. Hari-harinya disibukkan dengan mengajar
Al Quran.
Muhmmad Ilyas telah hafal Al Quran dalam usia yang sangat
muda. Dia belajar kepada kakak kandungnya sendiri yang
bernama Syeikh Muhammad Yahya. Setelah itu, dia belajar di
madrasah Madhahirul Ulum, di kota Saharanpur. Dan pada tahun
1326 H dia berangkat menuju Deoband. Sekolah ini merupakan
sekolah terbesar untuk pengikut Imam Hanafi di anak benua
India yang didirikan pada tahun 1283 H/1867 M. Di sini dia
belajar hadits Jami' Shahih Turmidzi dan Shahih Bukhari dari
seorang alim yang bernama Mahmud Hasan. Kemudian melanjutkan
belajar Kutub As-Sittah pada kakaknya sendiri Muhammad Yahya
yang wafat pada tahun 1334 H.
Setelah selesai belajar di Deoband dia ditugaskan sebagai
tenaga pengajar di madrasah Madhahirul Ulum pada tahun 1328.
Setelah itu, dia kembali ke tempat kelahirannya dan pergi ke
Hijaz, Saudi Arabia, untuk menunaikan ibadah haji. Sebagai
seorang yang memiliki kepedulian yang sangat tinggi pada
kelangsungan ajaran Islam, kesempatan menunaikan ibadah haji
ini dia gunakan untuk bertemu dengan berbagai kalangan ulama
memperbincangkan cara pengembangan terbaik dakwah Islam di
India khususnya. Dia menimba pendapat dan pandangan para
ulama yang sempat dia temui sebagai saran dan masukan
berharga untuk pengembangan Islam.
Dia pergi ke Madinah dan tidur di mesjid Nabawi selama
tiga malam. Di saat itu dia puasa, shalat dan berdoa meminta
petunjuk pada Allah jalan terbaik untuk kelanjutan dakwah
Islam.
Dia kemudian kembali ke India dan memikirkan apa
sebenarnya yang telah membuat umat Islam kehilangan roh
Islamnya yang hakiki. Dalam perenungannya yang dalam inilah,
Allah memberi dia petunjuk bahwa sebab utama jatuhnya kaum
Muslimin adalah karena mereka telah lalai akan makna imam
pada Allah dan apa yang dibawa oleh Rasulullah. Sehingga
manusia tidak lagi mengerti apa sebenarnya yang ada dalam
Islam.
Syeikh Ilyas melihat, kelangsungan sebuah dakwah dan
penyebarannya tidak akan wujud kecuali dakwah itu berada di
tangan-tangan orang yang benar-benar rela dan ikhlas
berkorban demi kepentingan dakwah dan hanya mengharapkan
sepenuhnya ridla Allah tanpa menggantungkan diri pada
bantuan dari manapun. Oleh karenanya, gerakan ini lebih
menekankan meminta pengobanan waktu kaum Muslimin dengan
melakukan khuruj--keluar di jalan Allah untuk berdakwah--
daripada meminta pada mereka bantuan uang dan materi.
Di sinilah segi menarik jamaah ini, dimana pengorbanan
menjadi salah satu tiang utama dalam berdakwah. Bahkan dalam
setiap perjalanan dakwah itu, semua keperluan ditanggung
oleh masing-masing dai yang bersangkutan.
Sepeninggal Syeikh Muhammad Ilyas Kandahlawi kepemimpinan
JT diteruskan oleh puteranya, Syeikh Muhammad Yusuf
Kandahlawi (1917-65). Ia dilahirkan di Delhi. Sebagaimana
ayahnya, dalam mencari ilmu ia sering berpindah-pindah
tempat dan guru sekaligus menyebarkan dakwah. Ia wafat di
Lahore dan jenazahnya dimakamkan disamping orang tuanya di
Nizham al Din, Delhi. Kitabnya yang terkenal adalah Amani
Akhbar, berupa komentar kitab Ma'ani al Atsar karya Syeikh
Thahawi dan Hayat al Shahabah. Kemudian penyebaran JT ini
dilanjutkan oleh Amir yang ketiga ialah In'am Hasan.
Jamaah ini muncul di India kemudian tersebar ke Pakistan
dan Banglades, negara-negara Arab dan ke seluruh dunia. Di
antara negara-negara yang banyak pengikutnya yaitu, Mesir,
Sudan Irak, Banglades, Pakistan, Suriah, Yordania,
Palestina, Libanon. Pimpinan pusatnya berkantor di
Nizhamuddin, Delhi. Dari sinilah urusan dakwah
internasionalnya dikomando.
Dalam Jamaah ini dikenal enam prinsip (doktrin) yang
menjadi asas dakwahnya, yaitu: kalimah agung (syahadat),
menegakkan shalat, ilmu dan dzikir, memuliakan setiap
Muslim, ikhlas, berjuang fisabilillah (keluar/khuruj).
Metode dakwah jamaah ini berpijak kepada tabligh dalam
bentuk targhib (memberi kabar gembira) dan tarhib
(mengancam). Mereka telah berhasil menarik banyak orang ke
pangkuan iman. Terutama orang-orang tenggelam dalam
kelezatan dan dosa. Orang-orang tersebut diubah kejalan
kehidupan penuh ibadah, dzikir dan baca quran.
Di Indonesia, menurut Zulfaqar, JT berkembang sejak l952,
dibawah oleh rombongan dari India yang dipimpin oleh Miaji
Isa. Tapi gerakan ini mulai marak pada awal 1970-an. Mereka
menjadikan masjid sebagai pusat aktivitasnya. Tak jelas
berapa jumlah mereka, karena secara statistik memang susah
dihitung. Tetapi yang jelas, mereka ada di mana-mana di
seluruh penjuru Nusantara.
Pola dakwah JT, menurut Ridlwan Abubakar, cocok untuk
orang-orang yang belum mapan keagamaannya atau masih dalam
pencarian. "Ia menjadi siraman rohani yang menyejukkan,"
katanya. Hanya saja, Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam
IAIN Sunan Ampel ini melihat, keberadaan da'i JT masih
kurang kedalaman ilmu agamanya. "Orang kan melihat 'lho
orang masih diragukan kok berdakwah, nanti merusak tatanan
yang sudah ada," tambah Ridlwan.
Soal komplain seperti itu bukan tanpa disadari. Tetapi
itu dianggap biasa. "Banyak mereka memang belum paham. Nanti
ada anggota yang sudah agak maju dalam tablignya akan
memberikan penjelasan. Kalau tingkatnya propinsi atau
kabupaten, kita yang datang memberi penjelasan," jelas
Zulfaqar.
|