Ibrahim Bapak Tauhid (3/3)

Indeks Islam | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PELAJARAN DARI RIWAYAT IBRAHIM
 
Walaupun  orang  Yahudi mengaku sebagai pelopor kafilah
penganut tauhid, riwayat ini tak  masyhur  di  kalangan
mereka  dan  tidak beroleh tempat dalam Taurat yang ada
sekarang. Di antara kitab-kitab Ilahi, hanya  Al-Qur'an
yang  telah  meriwayatkannya.  Oleh  karena  itu,  kami
sebutkan di bawah ini beberapa  pokok  yang  mengandung
pelajaran bagi manusia, suatu hal yang memang merupakan
tujuan  pokok  Al-Qur'an  ketika  meriwayatkan  sejarah
berbagai nabi.
 
1. Riwayat ini merupakan bukti yang jelas tentang
keberanian dan keperkasaan yang luar biasa dari kekasih
Allah (Ibrahim) ini. Tekadnya untuk menghancurkan
manifestasi dan sarana kemusyrikan tak dapat
disembunyikan dari rakyat Namrud. Dengan celaan dan
kecamannya, beliau telah menyatakan perlawanan dan
kebenciannya yang luar biasa terhadap penyembahan
berhala secara sangat nyata. Beliau mengatakan secara
terbuka dan jelas, "Apabila kamu tidak berhenti dari
praktek yang memalukan itu, aku akan membuat keputusan
tentang mereka." Dan pada hari kepergian orang-orang ke
hutan, beliau berkata secara terang-terangan, "Demi
Tuhan, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya
terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi
meninggalkannya." (QS, al-Anbiya', 21:57)
 
'Allamah Majlisi mengutip dari Imam Ja'far
ash-Shadiq, "Gerakan dan perjuangan satu orang melawan
ribuan orang musyrik merupakan bukti nyata akan
keberanian dan kesabaran Ibrahim, yang tidak
mengkhawatirkan jiwanya dalam mengangkat asma Allah dan
memperkuat dasar penyembahan kepada Tuhan yang Esa."
(lihat Bihar al-Anwar, V, hal. 130).
 
2. Sepintas nampak seakan penghancuran berhala oleh
Ibrahim merupakan pemberontakan bersenjata dan
permusuhan, tetapi dari percakapannya dengan para
hakim, terbukti bahwa gerakan ini sebenarnya mempunyai
aspek dakwah. Karena, beliau memandang bahwa sebagai
sarana terakhir untuk membangunkan kebijaksanaan dan
kesadaran hati nurani manusia, beliau harus
menghancurkan berhala-berhala itu, kecuali berhala yang
besar, dan meletakkan kapak di bahunya, supaya mereka
dapat mengadakan penyelidikan lebih jauh tentang
sebab-sebab insiden itu. Dan, sebagai ternyata pada
akhirnya, mereka hanya akan menganggap pandangan itu
sebagai ejekan, dan sama sekali tak akan percaya kalau
penghancuran itu dilakukan oleh berhala besar itu.
Dengan demikian, beliau dapat menggunakan hal itu untuk
mendakwahkan pendapatnya dengan mengatakan, "Menurut
pengakuan kalian sendiri, berhala besar itu tidak
mempunyai kekuasaan sedikit pun, lalu mengapa kalian
menyembahnya?" Ini menunjukkan bahwa sejak awal mula,
para nabi hanya menggunakan logika dan argumen sebagai
senjata mereka yang ampuh, dan itu senantiasa membawa
hasil. Kalau tidak, maka apa artinya penghancuran
berhala ketimbang bahaya bagi nyawa Ibrahim? Tindakan
ini tentulah mengandung makna besar bagi misinya, dari
sisi pandang alasan penalaran, sehingga beliau sedia
mengorbankan nyawanya untuk itu.
 
3. Ibrahim sadar bahwa sebagai akibat tindakannya,
hidupnya akan berakhir. Karenanya, menurut anggapan
umum, ia mestinya akan terguncang, menyembunyikan diri,
atau sekurang-kurangnya berjanji akan berhenti membuat
"lelucon." Tetapi, ia sepenuhnya menguasai semangat dan
emosinya. Misalnya, ketika memasuki kuil berhala, ia
mendekati setiap berhala dan menawarkan mereka makan,
secara olok-olok. Setelah ternyata sia-sia, beliau
menjadikan isi kuil berhala itu onggokan penggalan
kayu, dan menganggap semua itu sebagai sesuatu yang
benar-benar biasa saja, seakan-akan hal itu tidak akan
disusul oleh kematiannya sendiri. Ketika muncul di
pengadilan, beliau menjawab pertanyaan mereka,
"Sesungguhnya seseorang telah melakukannya. Pemimpinnya
ialah yang ini. Karena itu, tanyakanlah kepadanya jika
ia dapat berbicara." Lelucon demikian di hadapan
pengadilan hanya dapat muncul dari seseorang yang siap
sedia menghadapi segala kesudahan tanpa rasa takut atau
ngeri dalam hatinya.
 
Bahkan, yang lebih menakjubkan lagi ialah sikap
Ibrahim pada saat ia ditempatkan pada pelontar, dan
mengetahui dengan pasti bahwa ia segera akan berada di
tengah api -yang kayu bakarnya tadinya dikumpulkan
orang Babilon untuk melaksanakan upacara suci
keagamaan, dan yang nyalanya membubung dengan dahsyat
sehingga bahkan burung rajawali tak berani terbang di
atasnya. Pada saat itu, Malaikat Jibril turun dan
langit seraya menyatakan kesediaannya untuk memberikan
segala pertolongan kepada Ibrahim. Jibril berkata, "Apa
keinginanmu?" Ibrahim menjawab, "Aku mempunyai hasrat.
Tetapi aku tak dapat memberitahukannya kecuali kepada
Tuhanku." (lihat Al-'Uyun, hal. 136; al-Amali, oleh
Shaduq, hal. 274; Bihar al-Anwar, hal. 35). Jawaban ini
jelas menunjukkan keluhuran dan kebesaran rohani
Ibrahim.
 
Namrud menanti dengan cemas dan gelisah karena
dendam kesumatnya kepada Ibrahim. Ia begitu ingin
melihat bagaimana api menelannya. Pelontar disiapkan.
Dengan satu sentakan, tubuh Ibrahim, si jawara tauhid
Ilahi, terlempar ke api. Namun, kehendak Tuhan Ibrahim
mengubah neraka buatan itu menjadi taman dengan cara
yang amat mengejutkan mereka, sehingga Namrud tanpa
sengaja berpaling kepada Azar dan berkata, "Tuhan
Ibrahim mencintainya." (Tafsir al-Burhan, III, hal.
64).
 
Walaupun adanya kejadian itu, Ibrahim tak dapat
mendakwahkan agamanya dengan kebebasan penuh. Akhirnya,
pemerintah waktu itu memutuskan, setelah bermusyawarah,
untuk membuang Ibrahim. Ini membuka suatu bab baru
dalam kehidupan Ibrahim dan menjadi awal perjalanannya
ke Suriah, Palestina, Mesir, dan Hijaz.
 
BAB BARU DALAM KEHIDUPAN IBRAHIM
 
Pengadilan di  Babilonia  memutuskan  membuang  Ibrahim
dari   negeri   itu.  Beliau  pun  meninggalkan  tempat
kelahirannya,  lalu  pergi  ke  Mesir  dan   Palestina.
Amaliqa,    yang    menguasai    wilayah-wilayah   itu,
menyambutnya dengan  hangat  dan  memberikan  kepadanya
banyak  hadiah,  satu di antaranya adalah seorang budak
perempuan bernama Hajar.
 
Istri Ibrahim, Sarah, belum melahirkan anak hingga saat
itu.  Oleh  karena  itu,  ia menyarankan Ibrahim supaya
kawin  dengan  Hajar,  dengan  harapan  kiranya  beliau
diberkati  seorang  putra,  yang  akan  menjadi  sumber
kebahagiaan   dan   kesenangan    mereka.    Perkawinan
dilangsungkan,  dan  Hajar  kemudian melahirkan seorang
putra  yang  diberi  nama  Ismai'l.  Itu  terjadi  jauh
sebelum  Sarah  hamil dan melahirkan seorang putra yang
diberi nama Ishaq. (Lihat Sa'd  as-Su'ud,  hal.  41-42;
Bihar al-Anwar, hal. 118).
 
Setelah   beberapa   waktu,  sebagaimana  diperintahkan
Allah, Ibrahim membawa Isma'il  dan  ibunya,  Hajar  ke
selatan (Mekah), dan menempatkan mereka di suatu lembah
yang tak dikenal. Lembah ini tak berpenghuni, dan hanya
kafilah   dari  Sunah  ke  Yaman  dan  sebaliknya  yang
memasang tenda di sana. Bila tidak ada kafilah,  tempat
ini benar-benar sepi dan hanya merupakan hamparan pasir
membakar sebagaimana bagian-bagian tanah Arab lainnya.
 
Tinggal di tempat yang  mengerikan  itu  sungguh  sulit
bagi    seorang   perempuan   yang   telah   melewatkan
hari-harinya  di  negeri  Amaliqa.  Terik  gurun   yang
membakar dan anginnya yang amat sangat panas memberikan
bayangan kematian  di  hadapan  mata.  Ibrahim  sendiri
sangat  prihatin atas kenyataan ini. Sementara memegang
kendali hewan tunggangannya dengan  maksud  mengucapkan
selamat  tinggal  kepada istri dan anaknya, air matanya
mengalir, dan ia berkata  kepada  Hajar,  "Wahai.Hajar!
Semua  ini  dilakukan  menurut perintah Yang Mahakuasa,
dan perintah-Nya tak dapat dilawan.  Bersandarlah  pada
rahmat Allah, dan yakinlah bahwa Ia tak akan menistakan
kamu." Kemudian  Ibrahim  berdoa  kepada  Allah  dengan
penuh  khusyuk,  "Ya  Tuhanku,  jadikanlah  negeri  ini
negeri yang aman sentosa,  dan  berikanlah  rezeki  dan
buah-buahan  kepada  penduduknya  yang  beriman  kepada
Allah dan Hari Kemudian." (QS, al-Baqarah, 2:126).
 
Ketika  sedang  menuruni  bukit,  Ibrahim  menengok  ke
belakang  dan  berdoa  kepada  Allah  untuk mencurahkan
rahmat-Nya kepada mereka.
 
Walaupun perjalanan tersebut tampak  sangat  sulit  dan
susah,   di   kemudian  hari  terbukti  bahwa  hal  itu
mengandung makna yang amat penting. Di antaranya adalah
pembangunan  Ka'bah  yang  memberikan  dasar yang agung
bagi  para  penganut  tauhid  untuk  mengibarkan  panji
penyembahan  kepada  Allah  Yang  Esa  di  Arabia,  dan
merupakan fundasi gerakan keagamaan  yang  besar,  yang
akan  mendapat  bentuk  di kemudian hari, yaitu gerakan
besar yang beroperasi di negeri  ini  melalui  pengunci
segala nabi.
 
BAGAIMANA TERJADINYA SUMBER AIR ZAM-ZAM
 
Ibrahim  mengambil  kendali hewan tunggangannya. Dengan
air mata, ia memohon diri kepada  tanah  Mekah,  Hajar,
dan putranya. Tetapi, tak berapa lama kemudian, makanan
dan minuman yang dapat diperoleh  si  anak  dan  ibunya
habis,  dan air susu Hajar pun kering. Kondisi putranya
mulai merosot. Air mata mengucur dari ibu yang terasing
itu  dan  membasahi  pangkuannya.  Dalam  keadaan  amat
bingung, ia bangkit berdiri lalu pergi ke bukit  Shafa.
Dari sana ia melihat suatu bayangan dekat bukit Marwah.
Ia pun lari  ke  sana.  Namun,  pemandangan  palsu  itu
sangat mengecewakannya. Tangisan dan keresahan putranya
tercinta menyebabkan ia lari lebih  keras  ke  sana  ke
mari.  Demikianlah,  ia berlari tujuh kali antara bukit
Shafa  dan  Marwah  untuk  mencari  air,  tetapi   pada
akhirnya  ia  kehilangan  semua  harapan,  lalu kembali
kepada putranya.
 
Si anak tentulah telah hampir sampai pada nafasnya yang
terakhir.  Kemampuannya  meratap  atau  menangis  sudah
tiada.  Namun,  justru  pada  saat  itu   doa   Ibrahim
terkabul.  Ibu  yang  letih  lesu itu melihat bahwa air
jernih telah mulai keluar dari bawah kaki Isma'il. Sang
ibu,  yang  sedang menatap putranya dan mengira ia akan
mati beberapa saat lagi, merasa sangat gembira  melihat
air  itu. Ibu dan anak itu minum sampai puas, dan kabut
putus asa  vang  telah  merentangkan  bayangannya  pada
kehidupan   mereka   pun   terusir  oleh  angin  rahmat
Ilahi.(lihat Tafsir al-Qummi, hal. 52; Bihar  al-Anwar,
II, hal. 100).
 
Munculnya  sumber air ini, yang dinamakan Zamzam, sejak
hari itu, membuat burung-burung air terbang di atasnya,
membentangkan   sayapnya  yang  lebar  sebagai  penaung
kepala  ibu  dan  anak  yang   telah   menderita   itu.
Orang-orang  dari  suku  Jarham, yang tinggal jauh dari
lembah ini, melihat burung-burung yang  beterbangan  ke
sana  ke mari itu. Mereka lalu menyimpulkan bahwa telah
ada air di sekitarnya. Mereka mengutus dua orang  untuk
mengetahui keadaan itu. Setelah lama berkeliling, kedua
orang itu sampai ke  pusat  rahmat  Ilahi  itu.  Ketika
mendekat,  mereka  melihat  seorang  wanita dan seorang
anak sedang duduk di tepi suatu  genangan  air.  Mereka
segera  kembali  dan  melaporkan  hal  itu  kepada para
pemimpin sukunya. Para anggota suku itu segera memasang
kemah  mereka di sekitar sumber air yang diberkati itu,
dan Hajar pun  terlepas  dari  kesulitan  dan  pahitnya
kesepian yang dideritanya. Isma'il tumbuh sampai dewasa
sebagai pemuda yang ramah.  Ia  pun  mengadakan  ikatan
perkawinan  dengan wanita suku Jarham. Dengan demikian,
ia beroleh  dukungan  dan  menjadi  anggota  masyarakat
mereka.  Oleh  karena  itu,  dari  sisi  ibu, keturunan
Isma'il berfamili dengan suku Jarham.
 
MEREKA BERTEMU KEMBALI
 
Setelah meninggalkan putranya yang  tercinta  di  tanah
Mekah atas perintah Allah Yang Mahakuasa, kadang-kadang
Ibrahim berpikir untuk  pergi  melihat  putranya.  Pada
salah  satu  perjalanannya,  ia  sampai  di  Mekah  dan
mendapatkan bahwa putranya tidak ada  di  rumah.  Waktu
itu,  Isma'il  telah  tumbuh  menjadi lelaki dewasa dan
telah kawin dengan seorang gadis suku  Jarham.  Ibrahim
bertanya  kepada  istri  Ismai'l,  "Di  mana  suamimu?"
Perempuan  itu  menjawab,  "Ia   telah   keluar   untuk
berburu!" Kemudian Ibrahim bertanya kepadanya apakah ia
mempunyai makanan. Ia menjawab tak ada.
 
Ibrahim sangat sedih melihat kekasaran istri  putranya.
Ia  lalu  berkata  kepada menantunya itu, "Bila Isma'il
pulang, sampaikan kepadanya  salam  saya,  dan  katakan
pula  kepadanya untuk mengganti ambang pintu rumahnya."
Kemudian Ibrahim pergi.
 
Ketika  kembali,  Isma'il  mencium  bau  ayahnya.  Dari
keterangan  istrinya,  ia  menyadari  bahwa  orang yang
telah mengunjungi rumahnya adalah  memang  ayahnya.  Ia
juga  mengerti  bahwa  pesan  yang ditinggalkan ayahnya
berati   bahwa    beliau    (Ibrahim)    menghendakinya
menceraikan   istrinya   sekarang  dan  menggantikannya
dengan yang lain, karena beliau memandang istrinya yang
sekarang  tidak  pantas  menjadi  kawan hidupnya.(lihat
Bihar al-Anwar,  hal.  112,  sebagaimana  dikutip  dari
Qishash al-Anbiya'))
 
Mungkin  dapat  dipertanyakan mengapa setelah melakukan
perjalanan sejauh itu, Ibrahim  tidak  menunggu  sampai
putranya  pulang dari berburu, tapi langsung pergi lagi
tanpa  melihatnya.  Para  sejarawan  menerangkan  bahwa
Ibrahim   pulang   dengan   tergesa-gesa  karena  telah
berjanji kepada Sarah bahwa  beliau  tak  akan  tinggal
lama   di   sana.   Setelah  perjalanan  ini,  ia  juga
diperintahkan Allah Yang Mahakuasa  untuk  melaksanakan
suatu perjalanan lagi ke Mekah, untuk mendirikan Ka'bah
guna menarik hati orang yang beriman tauhid .
 
Al-Qur'an menyatakan bahwa menjelang hari-hari terakhir
Ibrahim,   Mekah  telah  tumbuh  menjadi  sebuah  kota,
karena,  setelah  menyelesaikan  tugasnya,  ia   berdoa
kepada Allah, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri
yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku  dari
menyembah  berhala."  (QS  Ibrahim,  14:35). Dan ketika
tiba di gurun Mekah, ia berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri  ini  negeri yang aman sentosa." (QS al-Baqarah,
2:126).
                         (Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3)
 
---------------------------------
oleh Ja'far Subhani, hal. 50 - 69
Judul buku: AR-RISALAH
Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW

Indeks Islam | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team